Jakarta, Kowantaranews.com -Pada Kamis subuh, 11 Oktober 2024, dunia dikejutkan oleh serangan militer Israel terhadap markas Pasukan Penjaga Perdamaian PBB (UNIFIL) di Naqoura, Lebanon. Insiden ini melibatkan tank Merkava milik Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang menembaki posisi UNIFIL, mengakibatkan dua prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) terluka. Kejadian ini menimbulkan ketegangan global, dengan berbagai pihak menuding Israel bertindak di luar batas dan mengabaikan hukum internasional.
Insiden di Tengah Konflik yang Memanas
Naqoura, kota yang terletak di zona penyangga antara perbatasan Israel, Lebanon, dan Dataran Tinggi Golan, telah menjadi titik panas dalam konflik berkepanjangan di kawasan ini. Dikenal sebagai area “Blue Line,” wilayah ini diawasi oleh UNIFIL, yang berfungsi untuk menjaga perdamaian dan mengawasi gencatan senjata antara Israel dan Lebanon sejak 1978.
Namun, meskipun mandat internasionalnya jelas, UNIFIL kerap menjadi target serangan, terutama di tengah eskalasi konflik yang melibatkan Israel dan kelompok militan Hizbullah. Dalam serangan terbaru ini, Prajurit Satu Eggy Arifiyanto dan Prajurit Kepala Nofrian Syah Putra menjadi korban, dengan luka-luka yang mereka derita akibat tembakan dari tank Israel. Peristiwa ini memicu reaksi keras dari pemerintah Indonesia dan komunitas internasional.
Dalih Israel yang Diragukan
Israel, melalui IDF, menyatakan bahwa serangan tersebut ditujukan kepada kelompok Hizbullah, yang diklaim mereka berada di dekat markas UNIFIL. Menurut IDF, pasukan mereka beroperasi di sekitar “Blue Line” untuk menghancurkan infrastruktur Hizbullah yang dianggap dapat membahayakan warga Israel. Dalih ini, bagaimanapun, diragukan oleh banyak pihak, termasuk oleh pasukan UNIFIL yang berada di lokasi kejadian.
Pernyataan resmi dari IDF bertentangan dengan kesaksian di lapangan. Prajurit UNIFIL yang menyaksikan langsung insiden tersebut menegaskan bahwa tembakan tank Merkava tidak hanya diarahkan ke markas mereka, tetapi juga mengenai menara pengawas, ruang perlindungan, kendaraan, dan menara komunikasi. Laporan satelit juga mengungkapkan bahwa beberapa tank dan kendaraan lapis baja Israel diparkir sangat dekat dengan kompleks markas UNIFIL, memperkuat dugaan bahwa serangan tersebut disengaja dan tidak bisa dianggap sebagai kesalahan.
Reaksi Keras Indonesia dan Dunia Internasional
Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, mengutuk keras serangan Israel tersebut. “Ini adalah pelanggaran besar terhadap hukum internasional dan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1701,” ujar Retno dalam pernyataan resminya. Resolusi 1701, yang disahkan pada 2006 setelah Perang Lebanon Kedua, menegaskan pentingnya menjaga gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah serta melindungi integritas wilayah Lebanon.
Serangan ini memicu kemarahan Indonesia, yang selama ini merupakan salah satu kontributor terbesar pasukan penjaga perdamaian di UNIFIL. Indonesia menuntut Dewan Keamanan PBB untuk segera bertindak dan mempertahankan kredibilitas mandat UNIFIL. Dalam pertemuan darurat Dewan Keamanan yang digagas oleh Prancis, Indonesia, bersama dengan negara-negara lain yang mengirim pasukan ke UNIFIL seperti India dan Kamboja, mendesak agar tindakan nyata diambil untuk memastikan keselamatan pasukan penjaga perdamaian di Lebanon.
Selain Indonesia, berbagai negara dan organisasi internasional mengecam aksi militer Israel tersebut. Perwakilan Tetap Indonesia untuk PBB di New York mengeluarkan pernyataan yang mengecam tindakan Israel sebagai bentuk arogansi terhadap hukum internasional. Israel, dalam pandangan banyak pihak, seolah merasa kebal hukum dan tak tersentuh oleh sanksi internasional, meski sering melakukan pelanggaran terhadap resolusi PBB dan hukum kemanusiaan internasional.
Peran Amerika Serikat dan Dukungan yang Kontroversial
Meskipun insiden ini jelas menempatkan Israel dalam sorotan negatif, Amerika Serikat tetap menunjukkan dukungan kuatnya terhadap sekutunya tersebut. Dalam pernyataannya, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS mengungkapkan bahwa Israel tengah melakukan operasi terarah di sekitar “Blue Line” untuk menumpas infrastruktur Hizbullah yang dianggap mengancam keamanan warga Israel. Namun, ia juga menekankan bahwa operasi tersebut tidak boleh mengancam keselamatan dan keamanan pasukan penjaga perdamaian PBB.
Dukungan AS terhadap Israel ini menuai kritik, terutama dari negara-negara yang menilai bahwa Washington sering kali menutup mata terhadap tindakan Israel yang melanggar hukum internasional. Beberapa analis politik juga berpendapat bahwa dukungan terbuka AS terhadap serangan Israel hanya akan memperburuk ketegangan di Timur Tengah dan membuat upaya diplomatik untuk menghentikan konflik semakin sulit.
Baca juga : Mahkamah Pidana Internasional Desak Penggunaan Istilah “Negara Palestina” oleh Institusi Global
Baca juga : Pertemuan Sejarah di Kairo: Fatah dan Hamas Bersatu Demi Masa Depan Gaza yang Tak Tergoyahkan
Baca juga : Kebiadaban Israel: Serangan Brutal Gaza Tewaskan 42.000 Warga Sipil Tak Berdosa
Kondisi UNIFIL yang Semakin Terancam
Serangan terhadap markas UNIFIL di Naqoura ini bukanlah yang pertama. Juru bicara UNIFIL, Andrea Tenenti, mengungkapkan bahwa selama beberapa hari terakhir, tank-tank Israel sengaja menembaki berbagai pos penjaga perdamaian di Lebanon selatan, termasuk pos yang menjadi tempat perlindungan bagi para pengungsi. Dalam menghadapi serangan ini, UNIFIL telah memutuskan untuk merelokasi 300 personel dari pos-pos kecil mereka ke pangkalan yang lebih besar demi keselamatan.
Kepala UNIFIL, Jean-Pierre Lacroix, menegaskan bahwa pasukan penjaga perdamaian semakin dalam bahaya. Mereka kini terkepung dan kesulitan melaksanakan mandat mereka di tengah eskalasi konflik antara Israel dan Hizbullah. Meski begitu, UNIFIL, bersama negara-negara kontributor pasukan seperti Indonesia, tetap berkomitmen untuk melanjutkan misi perdamaian mereka di Lebanon.
Hizbullah dan Gencatan Senjata yang Kompleks
Di tengah eskalasi konflik ini, kelompok militan Hizbullah tetap melakukan serangan roket ke wilayah Israel. Namun, yang menarik, Hizbullah kali ini mendukung upaya gencatan senjata yang diinisiasi oleh Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati dan Ketua Parlemen Lebanon Nabih Berri. Ini adalah pertama kalinya Hizbullah tidak memasukkan tuntutan penghentian serangan Israel di Gaza sebagai prasyarat gencatan senjata mereka. Sikap ini menimbulkan spekulasi tentang adanya perubahan strategi dari kelompok yang selama ini dikenal keras terhadap Israel.
Bagi banyak pengamat, keputusan Hizbullah ini mencerminkan realitas politik yang kompleks di Lebanon. Negara ini tengah berada dalam krisis ekonomi yang parah, dan eskalasi konflik lebih lanjut hanya akan memperburuk situasi. Dalam konteks ini, Hizbullah mungkin merasa bahwa mendukung gencatan senjata tanpa mengaitkannya dengan Gaza adalah langkah pragmatis untuk menjaga stabilitas internal Lebanon.
Masa Depan Perdamaian di Lebanon-Israel
Dengan ketegangan yang terus memuncak di perbatasan Lebanon-Israel, prospek perdamaian jangka panjang di kawasan ini tampak suram. Sementara Prancis dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB mengusulkan gencatan senjata selama 21 hari di Lebanon, Amerika Serikat tampaknya lebih mendukung solusi militer yang lebih agresif untuk menumpas Hizbullah.
Satu hal yang jelas, serangan Israel terhadap pasukan penjaga perdamaian UNIFIL, termasuk dua prajurit TNI yang terluka, telah memperburuk ketegangan internasional. Dunia kini menantikan apakah Dewan Keamanan PBB akan mengambil langkah tegas untuk menghentikan kekerasan ini, atau apakah Israel akan terus bertindak di luar batas tanpa konsekuensi nyata. Arogansi Israel yang dianggap “di atas hukum” oleh banyak pihak kini menjadi ujian besar bagi komunitas internasional dalam menegakkan keadilan dan perdamaian di kawasan yang terus dilanda konflik ini. *Mukroni
Foto Kompas
- Berita Terkait :
Mahkamah Pidana Internasional Desak Penggunaan Istilah “Negara Palestina” oleh Institusi Global
Pertemuan Sejarah di Kairo: Fatah dan Hamas Bersatu Demi Masa Depan Gaza yang Tak Tergoyahkan
Kebiadaban Israel: Serangan Brutal Gaza Tewaskan 42.000 Warga Sipil Tak Berdosa
Khamenei: Serangan ke Israel Sah, Musuh Muslim Harus Bersatu Melawan Agresi
Kekejaman Israel: Serangan yang Memporak-porandakan Lebanon
Konspirasi Gelap Israel: Mossad Hancurkan Hezbollah dan Guncang Iran dari Dalam
Serangan Israel Tewaskan Nasrallah: Menabur Angin, Menuai Badai di Lebanon!
Politik Perang Netanyahu: Kekuasaan di Atas Penderitaan Rakyat!
Netanyahu Bicara Damai di PBB Sambil Kirim Bom ke Lebanon: Ironi di Tengah Perang
Semua Salah Kecuali Israel: Netanyahu Pidato di Depan Kursi Kosong PBB
Sidang Umum PBB 2024: Dunia di Ambang Kehancuran, Guterres Serukan Aksi Global!
Semangat Bandung Bangkit! Seruan Global untuk Akhiri Penindasan Palestina
Pembantaian di Lebanon: 274 Tewas dalam Serangan Israel yang Mengguncang Dunia
Pembelaan Buta Barat: Ribuan Serangan Israel Dibalas dengan Kebisuan Internasional
Serbuan Brutal Israel: Al Jazeera Dibungkam, Kebebasan Pers Terancam!
IDF Lempar Mayat Seperti Sampah: Kekejaman di Atas Atap Tepi Barat
Serangan Bom Pager Israel terhadap Hizbullah: Taktik, Dampak, dan Konteks Geopolitik
Israel Diminta ‘Pindah Kos’ dalam 12 Bulan, Dunia Menunggu Kunci Dikembalikan
Kisah Fiksi Terbaru dari Jewish Chronicle: Propaganda Hasbara Israel yang Tak Kunjung Usai
Jerman Hambat Ekspor Senjata ke Israel di Tengah Kekhawatiran Pelanggaran HAM di Gaza
“Genocide Joe” dan Klub Pecinta Perang: Drama Zionisme di Panggung Gaza 2024
Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat