• Ming. Jan 26th, 2025

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Demokrasi di Ujung Tanduk: Drama Darurat Militer Yoon Suk Yeol Mengguncang Korea Selatan

ByAdmin

Des 4, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Krisis politik yang mengguncang Korea Selatan pada Desember 2024 telah menciptakan gelombang besar di panggung nasional dan internasional. Presiden Yoon Suk Yeol, yang pernah dipandang sebagai pemimpin pro-demokrasi dan sekutu strategis bagi Barat, kini berada di ambang pemakzulan setelah langkah kontroversialnya mendeklarasikan darurat militer. Keputusan mendadak ini, yang hanya berlangsung beberapa jam sebelum dicabut, memicu protes besar-besaran, perlawanan dari parlemen, dan krisis kepercayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di salah satu negara demokrasi terkemuka di Asia.

Awal Mula Drama: Deklarasi Darurat Militer

Pada malam tanggal 3 Desember 2024, Presiden Yoon Suk Yeol membuat pengumuman mengejutkan di siaran televisi nasional: Korea Selatan berada dalam bahaya dari “kekuatan anti-negara pro-Korea Utara,” dan untuk melindungi konstitusi negara, ia merasa perlu memberlakukan darurat militer. Keputusan ini mencakup larangan aktivitas politik, penyensoran media, dan pengerahan pasukan bersenjata di berbagai titik strategis, termasuk gedung parlemen di Seoul.

Namun, deklarasi ini dilakukan tanpa adanya ancaman spesifik yang dapat dijelaskan oleh pemerintah. Bahkan sekutu utama Korea Selatan, Amerika Serikat, tidak diberi pemberitahuan sebelumnya. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyatakan keterkejutannya dan menegaskan akan segera berbicara dengan mitra Korea Selatan untuk meminta klarifikasi.

Di dalam negeri, reaksi langsung penuh dengan kejutan dan kemarahan. Parlemen, yang memiliki mayoritas oposisi, langsung menolak keputusan tersebut. Dalam salah satu adegan dramatis, staf parlemen menggunakan alat pemadam kebakaran untuk mencegah pasukan bersenjata masuk ke gedung Majelis Nasional. Protes besar pun segera pecah di luar gedung, dengan ribuan warga turun ke jalan menyerukan pencabutan darurat militer.

Kemarahan Rakyat dan Pencabutan Darurat Militer

Dalam waktu kurang dari enam jam setelah deklarasi, tekanan dari parlemen dan protes publik memaksa Presiden Yoon mencabut darurat militer. Sebanyak 190 dari 300 anggota parlemen hadir dalam sesi darurat tengah malam dan dengan suara bulat menolak keputusan tersebut. Bahkan beberapa anggota partai Yoon sendiri, Partai Kekuatan Rakyat, ikut menentang langkah ini.

Ketika pengumuman pencabutan darurat militer disiarkan, massa di luar gedung parlemen menyambut dengan sorakan dan tepuk tangan. “Kami menang!” teriak seorang pengunjuk rasa sambil memukul drum. Namun, perasaan lega ini segera berubah menjadi kemarahan atas tindakan Presiden yang dianggap melampaui batas.

Baca juga : Muhammad Yunus: Misi Menyelamatkan Bangladesh dari Reruntuhan Hasina!

Baca juga : Hezbollah Tahan Langkah: Pertarungan di Suriah Beralih ke Taruhan Baru di Timur Tengah!

Baca juga : Misi Diplomatik Taiwan: Melawan Bayang-Bayang China di Tengah Laut Pasifik

Reaksi Politik dan Ekonomi

Langkah Yoon tidak hanya mengguncang stabilitas politik dalam negeri, tetapi juga berdampak signifikan pada ekonomi dan hubungan internasional Korea Selatan. Pasar saham Korea Selatan, KOSPI, anjlok 1,4% ke level terendah tahun ini, menjadikannya salah satu pasar saham dengan kinerja terburuk di Asia. Mata uang won hampir menyentuh level terendah dalam dua tahun, meskipun ada intervensi yang dicurigai dari pihak berwenang untuk menstabilkannya.

Menteri Keuangan Choi Sang-mok segera mengirim pesan kepada para pemimpin keuangan global dan lembaga pemeringkat kredit, meyakinkan bahwa pasar masih berfungsi secara normal meskipun ada turbulensi politik. Namun, kerusakan reputasi Korea Selatan di mata investor global sudah terjadi, dan ini bisa memiliki dampak jangka panjang.

Secara politik, enam partai oposisi di parlemen langsung bergerak mengajukan rancangan undang-undang pemakzulan terhadap Presiden Yoon. Sidang pleno untuk membahas pemakzulan dijadwalkan berlangsung hanya beberapa hari setelah insiden ini. Di sisi lain, tekanan juga datang dari dalam partainya sendiri. Pemimpin Partai Kekuatan Rakyat menyerukan agar Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun dan seluruh kabinet mengundurkan diri, dengan Kim sudah menyatakan kesediaannya untuk mundur.

Sejarah Berulang: Bayangan Masa Lalu

Krisis ini membawa ingatan publik Korea Selatan kembali ke masa-masa gelap pemerintahan otoriter dan tragedi politik sebelumnya. Pada tahun 2017, demonstrasi lilin yang masif berhasil memakzulkan Presiden Park Geun-hye setelah skandal korupsi besar. Situasi saat ini memiliki kesamaan yang mencolok: rakyat Korea Selatan sekali lagi menunjukkan kekuatan demokrasi mereka dengan menolak langkah otoriter dari pemimpin yang terpilih secara demokratis.

Namun, perbedaan signifikan adalah bahwa langkah Yoon kali ini lebih mirip dengan tindakan pemerintahan militer di masa lalu yang berusaha memusatkan kekuasaan di tengah ancaman yang samar atau dibuat-buat. Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen Presiden terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang menjadi dasar kemajuan Korea Selatan selama beberapa dekade terakhir.

Tantangan Ke Depan

Pemakzulan Presiden Yoon, jika disetujui oleh parlemen, akan menjadi pukulan besar bagi karier politiknya dan bisa menciptakan ketidakstabilan lebih lanjut di dalam negeri. Namun, banyak pihak melihat langkah ini sebagai keharusan untuk menjaga supremasi hukum dan demokrasi di Korea Selatan.

Bagi rakyat, insiden ini juga menjadi pengingat bahwa demokrasi membutuhkan pengawasan yang ketat dan keterlibatan aktif dari masyarakat. Protes damai, seperti aksi lilin di pusat kota Seoul, menunjukkan kekuatan kolektif rakyat untuk melawan kebijakan yang dianggap melanggar konstitusi.

Dampaknya juga akan dirasakan di arena internasional. Sebagai sekutu penting Amerika Serikat di Asia Timur dan mitra strategis dalam menghadapi ancaman dari Korea Utara dan China, krisis politik ini dapat mengurangi kredibilitas Korea Selatan sebagai negara yang stabil dan dapat diandalkan.

Pelajaran dari Krisis

Drama politik yang melibatkan darurat militer Yoon Suk Yeol ini adalah pengingat bahwa demokrasi, tidak peduli seberapa kuatnya, tetap rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Korea Selatan, dengan sejarah panjang perjuangannya melawan otoritarianisme, kini berada di persimpangan jalan. Pilihan yang diambil oleh para pemimpin politik, masyarakat, dan lembaga-lembaga negara dalam beberapa minggu ke depan akan menentukan arah masa depan negara ini.

Bagi dunia, peristiwa ini adalah pengingat bahwa nilai-nilai demokrasi harus terus dijaga, terutama di tengah meningkatnya tekanan dari otoritarianisme global. Korea Selatan telah menunjukkan bahwa rakyat memiliki suara yang kuat dalam menjaga demokrasi mereka. Namun, upaya untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi mungkin membutuhkan waktu dan dedikasi yang panjang. By Kowantara

Foto businesslive

  • Berita Terkait

Muhammad Yunus: Misi Menyelamatkan Bangladesh dari Reruntuhan Hasina!

Hezbollah Tahan Langkah: Pertarungan di Suriah Beralih ke Taruhan Baru di Timur Tengah!

Misi Diplomatik Taiwan: Melawan Bayang-Bayang China di Tengah Laut Pasifik

Badai Besi di Langit Ukraina: Serangan Drone Terbesar Rusia Mengguncang Negeri

Chinatown Baru Bangkok: Magnet Wisata Baru yang Memikat Hati Dunia!

Rahasia Gelap di Balik Transisi Kekuasaan Trump: Ancaman bagi Demokrasi?

Armagedon di Dnipro: Rusia Hujani Ukraina dengan Rudal Antarbenua

Bencana Identitas: Menteri Kanada Tersungkur setelah Salah Mengklaim Warisan Pribumi

Presiden Prabowo Guncang Dunia: Misi Besar Mengakhiri Kelaparan dan Mewujudkan Perdamaian Global di KTT G20

Mengejutkan! Perampok Beraksi di Kastil Windsor, Keamanan Kerajaan Dipertaruhkan!

Indonesia: Magnet Besar, Tantangan Tak Berujung bagi Investor AS

Dunia Bersatu di Tangan Prabowo: Perjanjian Bersejarah dengan Kanada dan Peru di KTT APEC!

Indonesia Menuju Swasembada Pangan: Prabowo dan Gibran Siapkan Lompatan Raksasa Menuju Lumbung Dunia!

Prabowo Hadapi Warisan Beban Utang Raksasa: Misi Penyelamatan Anggaran di Tengah Tekanan Infrastruktur Jokowi

Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia

Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?

Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?

Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!

Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?

QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia

Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!

Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!

Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?

Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?

Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!

Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!

Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!

Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?

Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!

Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!

Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!

Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!

Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!

Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!

APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi

“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”

Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *