Jakarta, Kowantaranews.com – Di tengah hiruk-pikuk ekonomi global yang kian tak menentu, pemerintah Indonesia mengambil langkah berani: menarik utang baru sebesar Rp 250 triliun hanya dalam tiga bulan pertama tahun 2025. Angka ini, yang nyaris separuh dari target pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp 775,9 triliun, menjadi sorotan publik. Strategi frontloading—penarikan utang besar-besaran di awal tahun—disebut sebagai jurus jitu untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, sekaligus memastikan roda perekonomian tetap berputar, termasuk warung tegal (warteg) yang jadi penyelamat perut rakyat kecil tetap bisa menyajikan tempe goreng nan legendaris.
Langkah Berani di Tengah Gejolak Global
Pada konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar secara daring pada Kamis, 24 April 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan alasan di balik langkah ini. Dunia sedang berada di ujung tanduk ketidakpastian. Kebijakan tarif impor tinggi yang diterapkan Amerika Serikat terhadap puluhan negara telah menciptakan efek domino di pasar global. Nilai tukar melemah, harga komoditas bergejolak, dan likuiditas keuangan dunia menyusut. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah Indonesia memilih untuk tidak berdiam diri.
“Realisasi penarikan utang sebesar Rp 250 triliun hingga akhir Maret 2025 mencerminkan strategi frontloading kami. Ini adalah langkah antisipatif untuk menjaga likuiditas pemerintah dan memastikan kebutuhan pembiayaan APBN tetap terpenuhi,” ujar Sri Mulyani dengan nada tegas. Ia menambahkan bahwa pemerintah akan terus berhati-hati dalam menarik utang baru, dengan mempertimbangkan proyeksi defisit APBN 2025, dinamika pasar keuangan, serta keseimbangan antara biaya dan risiko utang.
Secara rinci, pembiayaan utang pada triwulan I-2025 mencapai Rp 270,4 triliun, atau 34,8 persen dari target pembiayaan tahun ini. Namun, pembiayaan non-utang justru tercatat negatif sebesar Rp 20,4 triliun, sehingga total utang bersih yang ditarik mencapai Rp 250 triliun. Komposisi utang ini terdiri dari penerbitan surat berharga negara (SBN) neto sebesar Rp 282,6 triliun dan pinjaman neto yang justru minus Rp 12,2 triliun. Angka-angka ini menunjukkan bahwa pemerintah lebih mengandalkan SBN untuk mendanai kebutuhan anggaran, sembari menekan pinjaman luar negeri yang berisiko lebih tinggi.
Menambal Defisit dan Menjaga Warteg
Tingginya penarikan utang di awal tahun ini bukan tanpa alasan. Salah satu tujuan utama adalah menambal defisit APBN 2025 yang ditargetkan sebesar Rp 616,2 triliun, atau setara dengan 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB). Hingga triwulan pertama, defisit anggaran telah mencapai Rp 104,2 triliun, atau 0,45 persen dari PDB. Meski baru mencapai 16,9 persen dari target defisit tahunan, angka ini menunjukkan bahwa kebutuhan pembiayaan tetap signifikan.
Namun, di balik angka-angka besar dan istilah ekonomi yang rumit, ada cerita sederhana yang lebih dekat dengan kehidupan rakyat: warteg. Warung tegal, yang menjadi simbol ketahanan ekonomi rakyat kecil, tetap menjadi bagian dari ekosistem yang ingin dijaga pemerintah. Dengan utang ini, pemerintah berupaya memastikan stabilitas harga bahan pokok seperti tempe, tahu, dan telur—lauk favorit di warteg—tidak terdampak gejolak global. “Kalau harga kedelai atau minyak goreng naik gara-gara pasar global, warteg bisa kesulitan. Makanya, kami antisipasi dari sekarang,” ujar seorang pejabat Kementerian Keuangan yang enggan disebut namanya.
Warteg, dengan harga makanan rata-rata Rp 15.000 hingga Rp 30.000 per porsi, adalah penutup lubang kelaparan bagi jutaan pekerja informal, buruh, hingga mahasiswa. Di Jakarta saja, ribuan warteg tersebar di gang-gang hingga pinggir jalan protokol. Warteg Warmo di Tebet, misalnya, tetap ramai meski harga lauk sedikit naik akibat fluktuasi harga minyak. “Tempe sama telur masih jadi andalan. Kalau harganya stabil, kami bisa jual murah,” kata pemilik Warteg Warmo, Bu Yanti, yang sudah berjualan selama 20 tahun.
Strategi Frontloading: Berani tapi Terukur
Strategi frontloading yang diambil pemerintah bukanlah hal baru. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah kerap menarik utang besar di awal tahun untuk mengamankan likuiditas dan mengurangi risiko gejolak pasar di paruh kedua tahun. Namun, di 2025, langkah ini terasa lebih krusial. Selain tarif impor AS, ketegangan geopolitik dan perlambatan ekonomi di beberapa negara maju turut memperburuk prospek ekonomi global. Pasar obligasi, yang menjadi sumber utama SBN, juga menunjukkan volatilitas yang lebih tinggi.
Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah tidak asal menarik utang. “Kami mencermati likuiditas, dinamika pasar keuangan, dan proyeksi defisit. Pembiayaan utang dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan anggaran, posisi likuiditas, dan kondisi pasar,” katanya. Ia juga menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan primer APBN, yang hingga triwulan I-2025 masih terkendali.
Langkah ini mendapat tanggapan beragam, Gatot Wijayanto dari UNRI misalnya menyoroti bahwa frontloading bukan hal baru dan telah dilakukan oleh pemerintah sejak akhir tahun sebelumnya. Ia juga mengkritik alasan global yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan praktik ini, karena sebenarnya kesulitan arus kas mungkin menjadi faktor utama, katanya.
Sementara itu, di kalangan pelaku usaha kecil seperti pemilik warteg, kekhawatiran lebih terfokus pada dampak langsung ke harga bahan pokok. “Kalau utang ini bikin harga stabil, ya bagus. Tapi kalau cuma buat proyek besar, kami nggak ngerasain apa-apa,” ujar Ibu Sari, pemilik Warteg Gang Mangga di Glodok, yang setiap hari melayani ratusan pelanggan.
Baca juga : Indonesia ke AS: ‘Tarif Dikurangin Dong, Kami Beli Energi, Kedelai, Sekalian Stok Warteg!’
Baca juga : TikTok Tawar Tarif: AS-China Ribut, Indonesia Santai di Warteg!
Baca juga : Kelapa Meroket, Warteg Meratap: Drama Harga di Pasar Negeri Sawit!
Utang untuk Masa Depan, Warteg untuk Hari Ini
Di tengah kompleksitas kebijakan fiskal, narasi warteg menjadi pengingat bahwa ekonomi bukan hanya soal angka, tetapi juga kehidupan sehari-hari. Dengan Rp 250 triliun yang telah ditarik, pemerintah berjanji untuk menjaga stabilitas makroekonomi, termasuk nilai tukar rupiah dan inflasi. Ini penting bagi warteg, yang bergantung pada harga bahan baku yang tidak melonjak.
Selain menambal defisit, utang ini juga dialokasikan untuk program-program strategis, seperti subsidi energi, bantuan sosial, dan pembangunan infrastruktur. Namun, pemerintah belum merinci berapa porsi utang yang akan langsung menyentuh sektor UMKM, termasuk warteg. “Kami berharap ada bantuan modal atau pelatihan untuk pelaku usaha kecil. Warteg itu tulang punggung ekonomi rakyat,” ujar Ketua Paguyuban Warteg Nusantara, Budi Santoso.
Hingga akhir 2025, pemerintah masih memiliki ruang untuk menarik utang tambahan guna memenuhi target pembiayaan Rp 775,9 triliun. Dengan 40,6 persen target sudah tercapai di triwulan pertama, langkah pemerintah tampaknya berada di jalur yang benar. Namun, tantangan ke depan tidak ringan. Suku bunga global yang cenderung naik, tekanan pada nilai tukar, dan ketidakpastian geopolitik akan terus menguji ketahanan fiskal Indonesia.
Warteg Tetap Berjaya
Di balik utang Rp 250 triliun yang numpuk, ada harapan bahwa roda ekonomi tetap berputar, termasuk di warteg-warteg yang jadi penyangga perut rakyat. Strategi frontloading pemerintah adalah langkah berani untuk menghadapi badai ekonomi global, sekaligus memastikan tempe dan telur di warteg tetap terjangkau. Dengan pengelolaan yang hati-hati dan terukur, utang ini bukan hanya soal menambal defisit, tetapi juga menjaga asa jutaan rakyat kecil yang menggantungkan hidup pada piring sederhana di warteg.
Seperti kata Sri Mulyani, “Pembiayaan utang akan terus dilakukan dengan mempertimbangkan outlook defisit dan kondisi pasar.” Dan seperti harapan Bu Yanti dari Warteg Warmo, “Asal tempe tetep murah, kami sih oke-oke aja!” Di tengah utang yang membesar, warteg tetap jadi simbol ketangguhan rakyat Indonesia—satu porsi nasi, tempe, dan telur, untuk hari ini dan masa depan. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait
Indonesia ke AS: ‘Tarif Dikurangin Dong, Kami Beli Energi, Kedelai, Sekalian Stok Warteg!’
TikTok Tawar Tarif: AS-China Ribut, Indonesia Santai di Warteg!
Kelapa Meroket, Warteg Meratap: Drama Harga di Pasar Negeri Sawit!
Trump Tarik Tarif, Rupiah Rontok, Warteg pun Waswas: Drama Ekonomi 2025!
Danantara dan Dolar: Prabowo Bikin Warteg Nusantara atau Kebingungan?
Warteg Lawan Tarif Trump: Nasi Oreg Tempe Bikin Dunia Ketagihan!
Gempuran Koperasi Desa Merah Putih: 70.000 Pusat Ekonomi Baru Siap Mengubah Indonesia!
1 Juta Mimpi Terhambat: UMKM Berjuang Melawan Kredit Macet
Warteg Jadi Garda Terdepan Revolusi Gizi Nasional!
Skema Makan Bergizi Gratis: Asa Besar yang Membebani UMKM
Revolusi Gizi: Makan Gratis untuk Selamatkan Jutaan Jiwa dari Kelaparan
Gebrakan Sejarah: Revolusi Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Lokal Bangkit!
PPN 12 Persen: Harapan atau Ancaman Bagi Ekonomi Rakyat?
Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?
Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!
Rupiah di Ujung Tanduk: Bank Indonesia Siapkan “Senjata Pamungkas” untuk Lawan Gejolak Dolar AS!
PPN Naik, Dompet Rakyat Tercekik: Ancaman Ekonomi 2025 di Depan Mata!
12% PPN: Bom Waktu untuk Ekonomi Rakyat Kecil
Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia
Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?
Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?
Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!
Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?
QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia
Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!
Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!
Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?
Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?
Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!
Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung