• Jum. Jun 20th, 2025

KowantaraNews

Halal Gratis, Warteg Nge-Hits: Tanpa Drama, Cuma Solusi!

Indonesia ke AS: ‘Tarif Dikurangin Dong, Kami Beli Energi, Kedelai, Sekalian Stok Warteg!’

ByAdmin

Apr 24, 2025
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com — Di tengah gejolak ekonomi global dan ancaman tarif dagang ala Donald Trump yang mulai berlaku per 2 April 2025, Indonesia tampil dengan strategi diplomasi yang tak hanya cerdas, tapi juga sedikit menggelitik. Dalam sebuah langkah yang seolah-olah keluar dari buku pegangan pedagang pasar, pemerintah Indonesia melobi Amerika Serikat dengan tawaran yang sulit ditolak: “Kami buka keran impor energi, kedelai, dan—tunggu dulu—stok untuk warteg di seantero negeri! Tapi, tarifnya dikurangin dong, Bro!” Ya, warteg—warung tegal, ikon kuliner rakyat yang tak pernah absen dari kehidupan urban Indonesia—kini jadi bagian dari narasi perdagangan internasional. Bagaimana ceritanya warteg bisa nyasar ke meja negosiasi global? Mari kita urai.

Neraca Transaksi Berjalan di Ujung Tanduk

Menurut proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF), defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD) Indonesia diprediksi membengkak menjadi 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2025, dan sedikit lebih parah di 1,6% pada 2026. Angka ini jauh lebih buruk dibandingkan defisit 2024 yang “hanya” 8,85 miliar dolar AS (0,6% PDB) dan 2023 yang cuma 2,04 miliar dolar AS (0,1% PDB). Dalam dua tahun terakhir, defisit ini memang terus melebar, bagaikan dompet yang bolong di tengah pasar malam.

Neraca transaksi berjalan mencakup perdagangan barang dan jasa, penghasilan, serta transfer berjalan. Ini adalah cermin arus keluar-masuk uang suatu negara dari aktivitas ekonomi, mulai dari ekspor-impor hingga pembayaran dividen. Sayangnya, Indonesia sedang berada di posisi di mana lebih banyak uang keluar ketimbang masuk. Penyebab utama? Defisit neraca jasa yang membengkak, terutama karena impor jasa dari AS seperti transportasi, asuransi, lisensi teknologi (pikirkan Microsoft dan Apple), dan jasa perjalanan. Pada 2024, defisit neraca jasa Indonesia dengan AS mencapai 18,66 miliar dolar AS, jauh menggerus surplus perdagangan barang sebesar 16,84 miliar dolar AS.

Tarif Trump: Ancaman Global, Tantangan Lokal

Masuknya kembali Donald Trump ke Gedung Putih membawa kebijakan tarif yang bikin dunia dagang gelisah. Mulai 2 April 2025, tarif baru ini diprediksi oleh IMF akan menekan pertumbuhan perdagangan global dari 3,8% pada 2024 menjadi hanya 1,7% pada 2025. Bahkan AS sendiri tidak kebal—IMF memperingatkan bahwa kebijakan ini bisa mengganggu pasokan, menurunkan produktivitas, dan memicu inflasi domestik. Bagi Indonesia, tarif ini seperti tamu tak diundang yang datang saat dompet sudah tipis.

Di tengah ancaman ini, pemerintah Indonesia memilih strategi yang tak biasa: melobi AS untuk melonggarkan tarif dengan membuka keran impor energi dan pangan. Tapi, ceritanya tidak berhenti di situ. Dalam sebuah narasi yang seolah diambil dari obrolan di warteg, Indonesia seolah berkata, “Kalau tarifnya dikurangin, kami nggak cuma beli minyak dan gandum, tapi juga kedelai,lauk dan menu lainnya buat pelengkap sarapan anak kos dan stok warteg biar tambah kekinian!” Warteg, yang biasanya identik dengan nasi rames dan oreg tempe, kini jadi simbol kreativitas diplomasi Indonesia.

Warteg dan Kedelai: Duo Tak Terpisahkan

Warteg, warung makan rakyat yang jadi penyelamat perut buruh, pelajar, dan pekerja kantoran, ternyata punya potensi lebih dari sekadar menyajikan sambal teri. Bayangkan warteg di gang-gang Jakarta mulai menawarkan “Tempe Mendoan Spesial Kedelai AS” atau “Tahu Isi ala Amerika” di samping telur dadar. Ini bukan bercanda—impor kedelai dari AS, bahan baku utama tempe dan tahu, bisa mengubah dinamika kuliner warteg sekaligus jadi amunisi diplomasi Indonesia.

Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti Widya Putri, dalam keterangannya, menegaskan bahwa Indonesia, sebagai negara nonblok, akan mencari solusi perdagangan yang saling menguntungkan. “Kami lihat ini sebagai peluang untuk memperkuat ekonomi domestik. Fondasi ekonomi kita masih kokoh,” ujarnya penuh semangat. Ketika ditanya soal peran warteg, Roro hanya terkekeh dan berkata, “Warteg bisa jadi duta kuliner kita, siapa tahu tempe AS jadi hits di pasar global!”

Kedelai, sebagai komoditas pangan strategis, memang tak bisa dipisahkan dari warteg. Indonesia mengimpor sekitar 2,5 juta ton kedelai per tahun, sebagian besar dari AS, untuk memenuhi kebutuhan tahu dan tempe. Dengan meningkatkan impor kedelai sebagai bagian dari negosiasi tarif, Indonesia tak hanya menjaga pasokan pangan, tapi juga memastikan warteg tetap jadi oase kuliner rakyat. “Tempe nggak boleh langka, apalagi di warteg,” kata seorang pedagang warteg di Pasar Minggu, sambil menggoreng tempe dengan penuh semangat.

Neraca Jasa: Lubang yang Sulit Ditambal

Kembali ke masalah serius, defisit neraca jasa jadi duri dalam daging. Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan bahwa AS, sebagai raksasa jasa global, selalu surplus di sektor ini. Pada 2024, surplus neraca jasa AS mencapai 293,3 miliar dolar AS, naik 5,4% dari tahun sebelumnya. Indonesia, sayangnya, jadi salah satu kontributor besar dengan mengimpor jasa seperti lisensi teknologi (defisit 2,46 miliar dolar AS pada 2024), transportasi, dan asuransi.

“Defisit jasa ini sebenarnya bisa jadi kartu as dalam negosiasi,” kata Sumual. “Kami sudah beli banyak jasa dari AS, jadi seharusnya mereka bisa sedikit longgar soal tarif barang.” Tapi, di sisi lain, impor jasa ini sulit dikurangi karena ketergantungan Indonesia pada teknologi asing, seperti software Microsoft atau sistem operasi Apple. Kalau warteg saja bisa “diupgrade” dengan sereal AS, mungkin sektor teknologi juga perlu sentuhan lokal untuk kurangi ketergantungan ini.

Baca juga : TikTok Tawar Tarif: AS-China Ribut, Indonesia Santai di Warteg!

Baca juga : Kelapa Meroket, Warteg Meratap: Drama Harga di Pasar Negeri Sawit!

Baca juga : Trump Tarik Tarif, Rupiah Rontok, Warteg pun Waswas: Drama Ekonomi 2025!

Keseimbangan Baru: Dari Warteg ke Lini Produksi

Analis ekonomi dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani, melihat langkah impor energi dan kedelai dari AS sebagai upaya menciptakan keseimbangan baru. “Kalau kita impor komoditas yang dibutuhkan untuk manufaktur dan pangan, ini bisa kurangi ketergantungan pada negara lain,” katanya. “Bayangkan, warteg dapat stok kedelai, pabrik dapat bahan baku, dan neraca dagang dengan negara lain bisa lebih sehat.”

Apindo juga mendorong pemerintah untuk tetap fokus pada peningkatan nilai tambah komoditas unggulan, seperti nikel atau CPO, agar ekspor tetap kompetitif. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih optimistis di kisaran 5,1-5,5% pada 2025, meski IMF memprediksi kontraksi ke 4,7% akibat tarif Trump dan suku bunga global yang tinggi.

Surplus Perdagangan: Cahaya di Ujung Terowongan

Di tengah tantangan, ada kabar baik. Neraca perdagangan Indonesia pada Januari-Februari 2025 mencatat surplus 6,59 miliar dolar AS, lebih tinggi dari 2,83 miliar dolar AS pada periode sama tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan barang masih jadi penopang ekonomi, meski neraca jasa terus bikin pusing.

Namun, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengingatkan bahwa gejolak global, termasuk tarif Trump, bisa menekan arus keuangan dan sentimen pasar. “Kita harus waspada. Suku bunga tinggi dan gangguan rantai pasok bisa bikin proyeksi ekonomi kita makin tertekan,” katanya. Tingkat pengangguran juga diprediksi naik menjadi 5% pada 2025 dan 5,1% pada 2026.

Warteg: Simbol Ketahanan dan Kreativitas

Di balik angka-angka kelam, warteg tetap jadi simbol ketahanan rakyat. Dengan harga ramah dompet dan menu yang fleksibel, warteg siap menyerap perubahan, termasuk kalau harus menyajikan tempe dari kedelai AS. “Kalau warteg bisa survive, ekonomi kita juga harus bisa!” kata seorang pemilik warteg di Jakarta, sambil menyusun piring di etalase.

Langkah Indonesia melobi AS dengan tawaran impor energi, kedelai, dan “stok warteg” menunjukkan bahwa diplomasi bisa dibumbui kreativitas. Ini bukan cuma soal neraca dagang, tapi juga tentang bagaimana Indonesia tetap tegak di tengah badai ekonomi global. Seperti kata Roro, “Fondasi kita kuat, dan peluang selalu ada.” Mungkin, suatu hari, kita akan melihat warteg di Chicago menyajikan “Tempe Mendoan Spesial Kedelai AS” sebagai bukti bahwa kuliner rakyat bisa jadi duta ekonomi.

Diplomasi Beraroma Tempe

Dengan defisit neraca transaksi berjalan yang terus melebar dan ancaman tarif Trump di depan mata, Indonesia membuktikan bahwa diplomasi tak harus kaku. Dari meja negosiasi di Washington hingga warteg di gang sempit Jakarta, pesan Indonesia jelas: “Kami siap beli energi, kedelai, dan apa saja yang bikin warteg tambah ramai, tapi tarifnya jangan bikin kami kerepotan!” Di tengah ketidakpastian global, warteg dan tempe dari kedelai AS jadi pengingat bahwa dengan sedikit humor dan banyak ketahanan, Indonesia bisa menghadapi apa saja—bahkan tarif Trump sekalipun.

Jadi, akankah tempe dari kedelai AS jadi ikon baru diplomasi Indonesia? Mari kita tunggu, sambil menikmati sepiring nasi rames di warteg terdekat. By Mukroni

Foto Kowantaranews.com

  • Berita Terkait

TikTok Tawar Tarif: AS-China Ribut, Indonesia Santai di Warteg!

Kelapa Meroket, Warteg Meratap: Drama Harga di Pasar Negeri Sawit!

Trump Tarik Tarif, Rupiah Rontok, Warteg pun Waswas: Drama Ekonomi 2025!

Danantara dan Dolar: Prabowo Bikin Warteg Nusantara atau Kebingungan?

Warteg Lawan Tarif Trump: Nasi Oreg Tempe Bikin Dunia Ketagihan!

Perang Melawan Resesi: UMKM Indonesia Bersenjatakan E-Commerce & KUR, Pemerintah Salurkan Rp171 Triliun untuk Taklukkan Pasar ASEAN!

Gempuran Koperasi Desa Merah Putih: 70.000 Pusat Ekonomi Baru Siap Mengubah Indonesia!

1 Juta Mimpi Terhambat: UMKM Berjuang Melawan Kredit Macet

Warteg Jadi Garda Terdepan Revolusi Gizi Nasional!

Skema Makan Bergizi Gratis: Asa Besar yang Membebani UMKM

Revolusi Gizi: Makan Gratis untuk Selamatkan Jutaan Jiwa dari Kelaparan

Gebrakan Sejarah: Revolusi Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Lokal Bangkit!

PPN 12 Persen: Harapan atau Ancaman Bagi Ekonomi Rakyat?

Setengah Kekayaan Negeri dalam Genggaman Segelintir Orang: Potret Suram Kesenjangan Ekonomi Indonesia

Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?

Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!

Rupiah di Ujung Tanduk: Bank Indonesia Siapkan “Senjata Pamungkas” untuk Lawan Gejolak Dolar AS!

PPN Naik, Dompet Rakyat Tercekik: Ancaman Ekonomi 2025 di Depan Mata!

12% PPN: Bom Waktu untuk Ekonomi Rakyat Kecil

Prabowo Hadapi Warisan Beban Utang Raksasa: Misi Penyelamatan Anggaran di Tengah Tekanan Infrastruktur Jokowi

Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia

Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?

Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?

Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!

Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?

QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia

Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!

Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!

Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?

Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?

Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!

Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!

Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!

Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?

Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!

Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!

Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!

Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!

Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!

Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!

APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi

“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”

Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *