Jakarta, Kowantaranews.com – Dunia sedang dirundung ketegangan geopolitik dan geoekonomi yang kian memanas. Dari tarif impor tinggi yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, Vietnam, dan Thailand, hingga konflik dagang yang merembet ke berbagai penjuru dunia, situasi global kini bagaikan piring panas di atas kompor. Di tengah pusaran ini, Indonesia, sebagai salah satu pemain kunci di Asia Tenggara, berada pada posisi yang rumit. Presiden baru Indonesia, Prabowo Subianto, yang dilantik pada Oktober 2024, tampaknya tengah menarik perhatian dengan langkah-langkah diplomatiknya yang tak biasa. Kunjungan pertamanya ke China—bukan ke negara-negara tetangga ASEAN—menimbulkan tanda tanya besar: apakah Indonesia sedang menjauh dari ASEAN, atau ini hanya salah paham yang bisa diselesaikan dengan secangkir kopi di warteg?
Ketegangan Global dan Tarif Impor AS
Kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan AS di bawah kepemimpinan Donald Trump telah menjadi duri dalam hubungan dagang global. Indonesia, bersama Vietnam dan Thailand, menjadi sasaran kebijakan ini, yang berdampak pada ekspor produk-produk unggulan seperti tekstil, elektronik, dan komoditas lainnya. Tarif ini tidak hanya memukul perekonomian domestik tetapi juga memaksa negara-negara terdampak untuk mencari strategi baru. Indonesia, yang selama ini dikenal sebagai pendukung multilateralisme melalui ASEAN, awalnya berencana mengajak negara-negara Asia Tenggara untuk berunding bersama menghadapi tekanan AS. ASEAN, sebagai blok regional yang memiliki bobot ekonomi dan politik, dianggap sebagai wadah ideal untuk menyuarakan kepentingan kawasan.
Namun, rencana itu berubah. Indonesia memilih jalur bilateral, bernegosiasi langsung dengan AS untuk mencari solusi atas tarif impor tersebut. Langkah ini mengejutkan banyak pihak, karena ASEAN selama ini menjadi pilar utama diplomasi Indonesia. Apakah ini pertanda bahwa Indonesia mulai meragukan kekuatan ASEAN, atau hanya strategi pragmatis di tengah tekanan ekonomi? Pertanyaan ini semakin mengemuka ketika Presiden Prabowo Subianto, yang baru saja dilantik, memilih Beijing sebagai tujuan kunjungan luar negeri pertamanya, bukan negara-negara tetangga di ASEAN seperti tradisi yang biasa dilakukan presiden-presiden sebelumnya.
Prabowo ke China: Diplomasi atau Sinyal Baru?
Tradisi diplomasi Indonesia biasanya mengharuskan presiden baru berkeliling ke negara-negara ASEAN sebagai bentuk penghormatan terhadap solidaritas kawasan. Namun, Prabowo memilih jalur yang berbeda. Tak lama setelah pelantikannya, ia terbang ke Beijing, bukan ke Kuala Lumpur, Singapura, atau Hanoi. Bahkan, dalam waktu singkat, ia kembali mengunjungi China untuk kedua kalinya. Langkah ini memicu spekulasi: apakah Indonesia sedang menggeser poros politiknya menuju China, kekuatan ekonomi dan militer yang kian dominan di Asia? Atau, apakah ini sekadar upaya untuk memperkuat hubungan ekonomi dengan mitra dagang terbesar Indonesia?
Kunjungan Prabowo ke China memang memiliki alasan strategis. China adalah pasar besar bagi komoditas Indonesia, seperti nikel, batubara, dan minyak sawit. Di tengah tekanan tarif AS, mempererat hubungan dengan China bisa menjadi langkah untuk mengamankan ekspor dan investasi. Namun, keputusan ini tak luput dari kritik. Banyak yang melihat langkah ini sebagai sinyal bahwa Indonesia mulai menjauh dari ASEAN, kawasan yang selama ini menjadi fondasi stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi bagi Jakarta. Di warteg-warteg pinggir jalan, obrolan politik pun mulai ramai. “Prabowo ke China, ASEAN cuma dapat senyum doang, kayak kita yang cuma dikasih sambal gratis di warteg,” canda seorang pedagang di Jakarta.
Baca juga : GPN & QRIS: Warteg Go Digital, Transaksi Nusantara Gaspol, AS Cuma Bisa Cemas!
Baca juga : Indonesia vs AS: Tarif Impor Bikin Heboh, Warteg Jagokan Dompet Digital!
Baca juga : Utang Rp 250 Triliun Numpuk, Pemerintah Frontloading Biar Warteg Tetep Jualan Tempe!
Bantahan Pemerintah: ASEAN Tetap Prioritas
Pemerintah Indonesia, melalui Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono, buru-buru membantah anggapan bahwa ASEAN dikesampingkan. Menurut Dave, Prabowo sebenarnya telah menunjukkan komitmennya terhadap ASEAN bahkan sebelum dilantik. Ia mengunjungi Brunei, Laos, Kamboja, dan Malaysia untuk memperkuat hubungan bilateral dan menegaskan peran Indonesia di kawasan. “Jangan salah paham, ASEAN tetap nomor satu,” tegas Dave, seraya menunjukkan bahwa Indonesia tetap aktif dalam berbagai inisiatif ASEAN.
Salah satu bukti konkret adalah keterlibatan Indonesia dalam menangani krisis Myanmar, yang masih bergolak akibat konflik politik pasca-kudeta 2021. Indonesia juga mendorong Inisiatif Maritim ASEAN, yang bertujuan memperkuat kerja sama di bidang kelautan, serta memajukan agenda ekonomi biru, digitalisasi, dan integrasi ekonomi kawasan. Langkah-langkah ini, menurut pemerintah, menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya berbicara soal ASEAN, tetapi juga bertindak nyata. Namun, di tengah bantahan ini, pertanyaan tetap menggantung: jika ASEAN begitu penting, mengapa Prabowo memilih China sebagai tujuan pertama?
Pandangan Akademisi: ASEAN Harus Lebih Kuat
Kalangan akademisi dan pengamat politik tidak sepenuhnya yakin dengan narasi pemerintah. Ratih Herningtyas, seorang pengamat hubungan internasional, menegaskan bahwa ASEAN adalah pondasi utama bagi stabilitas Indonesia. “Kita berbatasan langsung dengan negara-negara ASEAN. Mereka adalah tetangga terdekat kita, bukan China atau AS,” ujarnya. Menurut Ratih, terlalu condong ke salah satu kekuatan besar—baik China maupun AS—bisa merugikan Indonesia dalam jangka panjang, terutama di tengah konflik dagang global yang kian rumit. Ia menyarankan agar Indonesia tetap menjaga keseimbangan, dengan ASEAN sebagai prioritas utama.
Sementara itu, peneliti Khanisa Krisman menyoroti perlunya ASEAN tampil lebih kuat sebagai blok regional. Krisis kemanusiaan di Myanmar, yang diperparah oleh gempa baru-baru ini, menjadi contoh nyata. Menurut Khanisa, ASEAN harus memperkuat mekanisme bantuan kemanusiaannya agar tidak kalah pamor dengan intervensi dari China atau India, yang kian aktif di kawasan. “Jika ASEAN tidak solid, kita hanya akan jadi penonton di halaman belakang rumah kita sendiri,” katanya. Khanisa juga menekankan bahwa Indonesia, sebagai negara terbesar di ASEAN, memiliki tanggung jawab untuk memimpin inisiatif-inisiatif tersebut.
Tantangan dan Harapan untuk ASEAN
Meski ASEAN tetap berjalan, tantangan yang dihadapinya tidak kecil. Di satu sisi, organisasi ini harus menghadapi tekanan eksternal, seperti persaingan antara AS dan China, serta dampak ekonomi dari kebijakan proteksionis seperti tarif Trump. Di sisi lain, ASEAN juga perlu mengatasi tantangan internal, seperti perbedaan kepentingan antar-anggota dan lambatnya pengambilan keputusan. Indonesia, sebagai anggota terbesar, diharapkan bisa menjadi motor penggerak untuk mengatasi tantangan ini.
Namun, langkah Indonesia di bawah Prabowo menunjukkan pendekatan yang lebih pragmatis. Dengan memilih negosiasi bilateral dengan AS dan mempererat hubungan dengan China, Prabowo tampaknya ingin memastikan kepentingan nasional Indonesia tetap terjaga di tengah ketidakpastian global. Meski begitu, pendekatan ini berisiko menciptakan persepsi bahwa ASEAN hanya menjadi “cadangan” dalam strategi diplomatik Indonesia. Di warteg-warteg, para pelanggan mungkin akan terus bergurau, “ASEAN kayak temen lama, selalu ada, tapi jarang diajak main.”
Masa Depan Hubungan Indonesia-ASEAN
Ke depan, hubungan Indonesia dengan ASEAN akan sangat bergantung pada kemampuan Prabowo menyeimbangkan kepentingan nasional dengan komitmen regional. Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk memastikan ASEAN tetap relevan bagi Indonesia:
- Kepemimpinan Aktif di ASEAN: Indonesia perlu mengambil peran lebih besar dalam isu-isu kawasan, seperti mediasi di Myanmar, pengembangan ekonomi biru, atau integrasi digital. Ini akan memperkuat citra Indonesia sebagai pemimpin ASEAN.
- Keseimbangan Diplomasi: Meski hubungan dengan China dan AS penting, Indonesia harus menghindari kesan condong ke salah satu pihak. ASEAN bisa menjadi platform netral untuk memperjuangkan kepentingan kawasan di panggung global.
- Penguatan Solidaritas ASEAN: Krisis seperti gempa Myanmar adalah peluang bagi ASEAN untuk menunjukkan solidaritas. Indonesia bisa memimpin upaya bantuan kemanusiaan, sekaligus memperkuat mekanisme tanggap bencana ASEAN.
- Aksi Nyata, Bukan Sekadar Retorika: Pemerintah perlu menunjukkan bahwa ASEAN bukan hanya prioritas di atas kertas. Investasi dalam proyek-proyek ASEAN, seperti konektivitas infrastruktur atau perdagangan intra-kawasan, bisa menjadi bukti nyata.
ASEAN tetap menjadi pilar penting bagi Indonesia, tetapi tantangan yang dihadapi tidak bisa dianggap remeh. Langkah Prabowo yang memilih China sebagai tujuan pertama memang memicu tanda tanya, tetapi bantahan pemerintah dan aktivitas Indonesia di ASEAN menunjukkan bahwa kawasan ini belum ditinggalkan. Namun, seperti obrolan di warteg, ASEAN mungkin hanya mendapat “senyum” jika Indonesia tidak segera menunjukkan aksi nyata. Di tengah ketegangan global, Indonesia memiliki peluang untuk memimpin ASEAN menuju posisi yang lebih kuat—tentu saja, sambil tetap menikmati sambal gratis dari warteg tetangga. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait
GPN & QRIS: Warteg Go Digital, Transaksi Nusantara Gaspol, AS Cuma Bisa Cemas!
Indonesia vs AS: Tarif Impor Bikin Heboh, Warteg Jagokan Dompet Digital!
Utang Rp 250 Triliun Numpuk, Pemerintah Frontloading Biar Warteg Tetep Jualan Tempe!
Indonesia ke AS: ‘Tarif Dikurangin Dong, Kami Beli Energi, Kedelai, Sekalian Stok Warteg!’
TikTok Tawar Tarif: AS-China Ribut, Indonesia Santai di Warteg!
Kelapa Meroket, Warteg Meratap: Drama Harga di Pasar Negeri Sawit!
Trump Tarik Tarif, Rupiah Rontok, Warteg pun Waswas: Drama Ekonomi 2025!
Danantara dan Dolar: Prabowo Bikin Warteg Nusantara atau Kebingungan?
Warteg Lawan Tarif Trump: Nasi Oreg Tempe Bikin Dunia Ketagihan!
Gempuran Koperasi Desa Merah Putih: 70.000 Pusat Ekonomi Baru Siap Mengubah Indonesia!
1 Juta Mimpi Terhambat: UMKM Berjuang Melawan Kredit Macet
Warteg Jadi Garda Terdepan Revolusi Gizi Nasional!
Skema Makan Bergizi Gratis: Asa Besar yang Membebani UMKM
Revolusi Gizi: Makan Gratis untuk Selamatkan Jutaan Jiwa dari Kelaparan
Gebrakan Sejarah: Revolusi Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Lokal Bangkit!
PPN 12 Persen: Harapan atau Ancaman Bagi Ekonomi Rakyat?
Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?
Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!
Rupiah di Ujung Tanduk: Bank Indonesia Siapkan “Senjata Pamungkas” untuk Lawan Gejolak Dolar AS!
PPN Naik, Dompet Rakyat Tercekik: Ancaman Ekonomi 2025 di Depan Mata!
12% PPN: Bom Waktu untuk Ekonomi Rakyat Kecil
Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia
Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?
Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?
Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!
Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?
QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia
Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!
Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!
Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?
Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?
Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!
Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung