Jakarta, Kowantaranews.com -Aktris Amerika Candice King baru-baru ini mengeluarkan pernyataan yang kuat mengenai situasi tragis di Gaza. King, yang dikenal karena perannya dalam serial televisi populer “The Vampire Diaries,” menggunakan platform media sosialnya untuk mengkritik pemerintah Israel atas pembantaian bayi di Gaza. Pernyataan ini muncul setelah laporan tentang pembantaian terbaru di Rafah yang memperburuk krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
Latar Belakang Konflik
Konflik antara Israel dan Hamas di Gaza telah berlangsung selama beberapa dekade, tetapi ketegangan meningkat drastis sejak Oktober 2023. Serangan dari kedua belah pihak telah menyebabkan ribuan korban jiwa, dengan anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan. Menurut laporan dari Kementerian Kesehatan Gaza, sejak konflik terbaru dimulai, setidaknya 21.000 orang telah tewas, sebagian besar di antaranya adalah wanita dan anak-anak (The Independent).
Amnesty International dan organisasi hak asasi manusia lainnya telah mengungkapkan keprihatinan serius tentang serangan yang menargetkan area sipil. Mereka mencatat bahwa dalam banyak kasus, tidak ada bukti keberadaan target militer di dekat lokasi serangan, yang mengindikasikan kemungkinan kejahatan perang (Amnesty International).
Pernyataan Candice King
Candice King, yang memiliki jutaan pengikut di media sosial, menyoroti pembantaian bayi sebagai bagian dari kritikannya terhadap operasi militer Israel di Gaza. Dalam postingannya, King menyatakan bahwa dunia harus memperhatikan penderitaan anak-anak di Gaza dan menyerukan tindakan segera untuk menghentikan kekerasan tersebut. Dia menggambarkan insiden-insiden seperti pembantaian di Rafah sebagai bukti dari kekejaman yang terjadi di lapangan.
“Kita tidak bisa tinggal diam sementara bayi-bayi dan anak-anak tidak berdosa dibantai di Gaza,” tulis King di media sosialnya. “Ini adalah tragedi kemanusiaan yang membutuhkan perhatian dan tindakan segera dari komunitas internasional.”
Respon Internasional
Pernyataan King datang di tengah meningkatnya tekanan internasional untuk menghentikan kekerasan di Gaza. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai organisasi kemanusiaan telah menyerukan gencatan senjata segera dan peningkatan bantuan kemanusiaan. Namun, seruan ini sering kali dihadapi dengan resistensi dari Israel dan sekutunya, termasuk Amerika Serikat, yang berpendapat bahwa tindakan tersebut akan menguntungkan Hamas dan memperpanjang konflik (The Independent).
Kepala Dewan Pengungsi Norwegia, Jan Egeland, menyebut skala pembunuhan warga sipil di Gaza sebagai sesuatu yang belum pernah terlihat dalam satu generasi. Dia membandingkan situasi di Gaza dengan kondisi terburuk di Suriah pada tahun 2015, menggambarkan penderitaan penduduk Gaza sebagai “lautan kesengsaraan manusia” (The Independent).
Situasi Kemanusiaan di Gaza
Situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Lebih dari 2,3 juta orang, setengah dari mereka anak-anak, tinggal di wilayah yang sangat padat dan mengalami blokade selama 15 tahun oleh Israel dan Mesir. PBB telah berulang kali meminta gencatan senjata, menyatakan bahwa tidak ada area yang aman di Gaza dan tidak ada cara bagi warga sipil untuk keluar dari wilayah tersebut. Kondisi ini diperparah dengan kekurangan makanan, air, dan persediaan medis yang memadai (The Independent) (Amnesty International).
Laporan dari Save the Children menyebutkan bahwa lebih dari 30.000 anak telah tewas atau terluka dalam konflik ini, menjadikannya krisis anak terburuk sejak PBB mulai mencatat data tersebut pada tahun 2006. Tingkat intensitas pembunuhan anak-anak dalam konflik ini jauh melebihi konflik lainnya di seluruh dunia dalam beberapa dekade terakhir (The Independent).
Tuduhan Kejahatan Perang
Amnesty International telah mendokumentasikan sejumlah insiden di mana serangan Israel menyebabkan kematian dan cedera serius pada warga sipil tanpa adanya bukti keberadaan target militer. Misalnya, pada 10 Oktober, serangan udara Israel menghancurkan rumah keluarga Hijazi di Kota Gaza, menewaskan 12 anggota keluarga tersebut dan empat tetangga mereka, termasuk tiga anak-anak. Penyelidikan Amnesty International tidak menemukan bukti target militer di sekitar lokasi serangan tersebut (Amnesty International).
Serangan seperti ini dianggap sebagai serangan tanpa pandang bulu yang melanggar hukum humaniter internasional, dan Amnesty International menyatakan bahwa serangan-serangan ini bisa dianggap sebagai kejahatan perang. Organisasi ini menuntut agar Israel memberikan bukti legitimasi target militer dalam serangan-serangan tersebut, tetapi sampai saat ini, belum ada penjelasan yang memadai dari pihak Israel (Amnesty International).
Pernyataan Candice King menyoroti krisis kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza dan menambah tekanan pada pemerintah-pemerintah di seluruh dunia untuk bertindak. Kritiknya terhadap pemerintah Israel dan seruan untuk menghentikan kekerasan mencerminkan keprihatinan yang semakin meluas mengenai penderitaan warga sipil, terutama anak-anak, di wilayah tersebut.
Situasi di Gaza adalah salah satu dari banyak contoh bagaimana konflik bersenjata berdampak besar pada populasi sipil, terutama anak-anak. Seruan internasional untuk gencatan senjata dan peningkatan bantuan kemanusiaan sangat penting untuk mengurangi penderitaan dan mencegah lebih banyak korban jiwa di masa depan. Namun, upaya ini membutuhkan dukungan dan tindakan nyata dari komunitas internasional untuk mencapai solusi yang adil dan bertahan lama bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik tersebut.
narasikan Candice King (lahir 13 Mei 1987) adalah seorang aktris dan penyanyi asal Amerika Serikat. Dia terkenal karena perannya sebagai Caroline Forbesdi seri drama supranatural, The Vampire Diaries dan peran sama di The Originals dan Legacies. Candice Accola lahir di Houston, Texas, putri dari Carolyn dan Kevin Accola, seorang ahli bedah kardiotoraks. Dia dibesarkan di Edgewood, Florida, dan bersekolah di Lake Highland Preparatory School di Orlando. Dia memiliki satu adik laki-laki.
Baca juga : Menggunakan Istilah “Genosida” dalam Konflik Israel dan Hamas: Perspektif Aryeh Neier
Baca juga : Menteri Pertahanan Spanyol Sebut Konflik Gaza sebagai ‘Genosida Nyata’ di Tengah Pengakuan Palestina
Baca juga : Nyanyian Wakil PM Spanyol ‘Dari Sungai ke Laut’ Membuat Marah Israel
Candice King: Profil Singkat
Candice King (lahir Candice Rene Accola pada 13 Mei 1987) adalah seorang aktris dan penyanyi asal Amerika Serikat. Dia dikenal luas karena perannya sebagai Caroline Forbes dalam seri drama supranatural “The Vampire Diaries,” serta dalam seri spin-off “The Originals” dan “Legacies.”
Kehidupan Awal
Candice Accola lahir di Houston, Texas, dari pasangan Carolyn dan Kevin Accola. Ayahnya adalah seorang ahli bedah kardiotoraks, sementara ibunya bekerja sebagai insinyur lingkungan yang kemudian menjadi ibu rumah tangga penuh waktu. Candice dibesarkan di Edgewood, Florida, dan bersekolah di Lake Highland Preparatory School di Orlando. Dia memiliki seorang adik laki-laki .
Karier
Karier Candice di industri hiburan dimulai sebagai penyanyi. Dia merilis album debutnya “It’s Always the Innocent Ones” pada tahun 2006. Namun, ketenarannya benar-benar melonjak ketika dia mulai bermain sebagai Caroline Forbes di “The Vampire Diaries” pada tahun 2009. Perannya sebagai Caroline, seorang remaja yang berubah menjadi vampir, mendapat pujian kritis dan menjadikannya salah satu karakter favorit penggemar dalam seri tersebut. Kesuksesan ini membawanya untuk mengulang peran tersebut di “The Originals” dan “Legacies,” memperluas jejaknya dalam dunia fiksi supranatural yang diciptakan oleh waralaba “The Vampire Diaries” .
Kehidupan Pribadi
Selain karier akting dan menyanyinya, Candice juga dikenal karena kehidupan pribadinya yang penuh warna. Pada 2014, dia menikah dengan Joe King, gitaris dari band The Fray. Pasangan ini memiliki dua anak perempuan. Candice sering berbagi tentang kehidupannya sebagai ibu dan istri di media sosial, menunjukkan keseimbangannya antara karier dan keluarga .
Baca juga : Seth Rogen: Saya Diberi Banyak Kebohongan tentang Israel
Baca juga : Bernie Sanders Mengutuk Dukungan AS terhadap Perang Netanyahu di Palestina dalam Pidato di Senat
Aktivisme
Baru-baru ini, Candice King juga menonjolkan suaranya dalam isu-isu kemanusiaan. Salah satu tindakan terbarunya adalah menyuarakan kritik terhadap pemerintah Israel atas tindakan mereka di Gaza, khususnya menyoroti penderitaan anak-anak di daerah konflik tersebut. Pernyataannya ini menarik perhatian banyak pihak dan meningkatkan kesadaran akan situasi kemanusiaan yang sedang berlangsung di Gaza (Al Jazeera) (Al Jazeera).
Candice King adalah contoh dari selebriti yang menggunakan platformnya tidak hanya untuk hiburan tetapi juga untuk menyuarakan isu-isu penting. Dari kariernya yang sukses di dunia hiburan hingga aktivismenya dalam isu-isu kemanusiaan, King terus menunjukkan dedikasinya baik dalam profesionalisme maupun dalam upaya membantu mereka yang membutuhkan. Wikipidia *Mukroni
Sumber x.com/QudsNen/status/1795072105362624562
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Menggunakan Istilah “Genosida” dalam Konflik Israel dan Hamas: Perspektif Aryeh Neier
Menteri Pertahanan Spanyol Sebut Konflik Gaza sebagai ‘Genosida Nyata’ di Tengah Pengakuan Palestina
Nyanyian Wakil PM Spanyol ‘Dari Sungai ke Laut’ Membuat Marah Israel
Seth Rogen: Saya Diberi Banyak Kebohongan tentang Israel
Bernie Sanders Mengutuk Dukungan AS terhadap Perang Netanyahu di Palestina dalam Pidato di Senat
Dave Chappelle Sebut Ada ‘Genosida’ di Jalur Gaza Saat Perang Israel-Hamas Berlangsung di Abu Dhabi
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Hentikan Operasi Militer di Rafah, Kepatuhan Diragukan
Senator Sanders Mengutuk Pernyataan Menteri Pertahanan Israel tentang Gaza sebagai Barbarisme
Israel Melobi Pejabat Jerman untuk Mengecam Surat Perintah Penangkapan ICC terhadap Netanyahu
Arab Saudi Sambut Baik Pengakuan Palestina oleh Norwegia, Irlandia, dan Spanyol
Arab Saudi Serukan Hak Hidup Aman bagi Warga Palestina dalam Pertemuan OKI di Jeddah
Kolombia Tegaskan Dukungan bagi Palestina: Pendekatan Baru di Bawah Kepemimpinan Presiden Petro
Krisis Kemanusiaan di Gaza Semakin Memperburuk, PBB Hentikan Distribusi Makanan di Rafah
Prof. Mearsheimer: Pembersihan Etnis atau Solusi Damai? Analisis Krisis Israel
Utusan Palestina: Israel Berniat ‘Menggusur, Menundukkan, atau Membunuh’ Warga Gaza
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan