• Rab. Feb 12th, 2025

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Menggunakan Istilah “Genosida” dalam Konflik Israel dan Hamas: Perspektif Aryeh Neier

ByAdmin

Mei 27, 2024
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com    -Aryeh Neier, seorang veteran dengan pengalaman lebih dari enam dekade dalam gerakan hak asasi manusia, menawarkan perspektif mendalam tentang penggunaan istilah “genosida” dalam konteks kekerasan antara Israel dan Hamas. Dalam pengalamannya, istilah tersebut sangat jarang digunakan, bahkan dalam situasi kekerasan yang ekstrem. Neier, yang merupakan salah satu pendiri Human Rights Watch (HRW) pada tahun 1978, menjelaskan bahwa selama masa jabatannya di HRW, ia hanya menerapkan istilah itu pada satu dari banyak kejahatan besar yang mereka pantau: pembantaian Kurdi Irak oleh Saddam Hussein pada tahun 1988.

Selama bertahun-tahun, gerakan hak asasi manusia telah berupaya memulihkan perdamaian dengan menegakkan Hukum Humaniter Internasional, yang mengatur bagaimana konflik bersenjata harus dijalankan untuk melindungi warga sipil dan menetapkan tanggung jawab bagi pelanggaran. Namun, penerapan hukum ini sering kali bergantung pada bukti konkret, penyelidikan menyeluruh, dan komitmen politik untuk menegakkan keadilan.

Kasus Pembantaian Kurdi Irak

Neier menggambarkan pembantaian Kurdi Irak oleh Saddam Hussein sebagai contoh jelas di mana istilah “genosida” dapat diterapkan. Selama Perang Iran-Irak tahun 1980–1988, Kurdi di Irak mengalami pelanggaran berat di bawah kediktatoran Saddam. Mereka memberontak melawan pemerintahan yang represif, dan sebagai tanggapan, Saddam menggunakan senjata kimia untuk melawan mereka, sama seperti yang dilakukannya terhadap pasukan Iran.

Serangan yang paling mengerikan terjadi pada bulan Maret 1988 terhadap kota Halabja di wilayah Kurdi, yang menewaskan sekitar lima ribu orang. Setelah itu, selama enam bulan berikutnya, pasukan Saddam mengumpulkan pria dan anak laki-laki Kurdi dari Irak utara dan mengangkut mereka ke daerah gurun. Di sana, buldoser menggali parit-parit besar di pasir. Ribuan korban dipaksa masuk ke dalam parit, ditembak dengan senapan mesin, dan dikubur di tempat.

HRW membutuhkan waktu lebih dari dua tahun untuk menemukan dan mendokumentasikan pembunuhan serta penguburan di gurun pasir tersebut. Salah satu saksi penting yang memberikan informasi adalah seorang anak laki-laki berusia dua belas tahun bernama Taymour Abdullah Ahmad, yang berhasil keluar dari parit dengan peluru di punggungnya. Sebuah keluarga Badui menemukannya dan merawatnya hingga sembuh. Dua tahun kemudian, Ahmad kembali ke wilayah Kurdi di Irak, di mana HRW bisa mendapatkan ceritanya dan menemukan beberapa orang yang selamat lainnya.

Konflik Israel dan Hamas

Dalam konteks konflik Israel dan Hamas, penggunaan istilah “genosida” lebih kompleks dan kontroversial. Konflik ini telah berlangsung selama beberapa dekade, dengan kekerasan berulang yang menimbulkan banyak korban jiwa dan penderitaan di kedua belah pihak. Namun, untuk membuktikan klaim genosida, diperlukan bukti yang sangat kuat dan spesifik, seperti yang ditemukan dalam kasus pembantaian Kurdi di Irak.

Hukum Humaniter Internasional dan organisasi hak asasi manusia terus bekerja untuk mendokumentasikan dan mengejar keadilan bagi korban pelanggaran hak asasi manusia dalam konflik ini. Namun, proses ini sering kali panjang dan kompleks. Penegakan hukum internasional bergantung pada bukti yang jelas dan dapat diverifikasi, serta dukungan politik yang diperlukan untuk membawa para pelanggar ke pengadilan.

Definisi Genosida dan Tantangannya

Genosida didefinisikan secara hukum sebagai tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, seluruhnya atau sebagian, kelompok nasional, etnis, ras, atau agama tertentu. Tindakan tersebut mencakup pembunuhan anggota kelompok, menyebabkan penderitaan fisik atau mental yang serius, memaksakan kondisi kehidupan yang dirancang untuk menghancurkan kelompok secara fisik, dan tindakan lain yang merusak integritas kelompok.

Dalam konflik Israel dan Hamas, banyak tuduhan telah diajukan terkait pelanggaran hak asasi manusia. Namun, untuk mengkategorikan tindakan tersebut sebagai genosida, diperlukan bukti yang menunjukkan niat untuk menghancurkan kelompok tertentu secara keseluruhan atau sebagian. Bukti ini harus sangat jelas dan spesifik, yang sering kali sulit diperoleh dalam situasi konflik yang rumit dan dinamis.

Baca juga : Menteri Pertahanan Spanyol Sebut Konflik Gaza sebagai ‘Genosida Nyata’ di Tengah Pengakuan Palestina

Baca juga : Nyanyian Wakil PM Spanyol ‘Dari Sungai ke Laut’ Membuat Marah Israel

Baca juga : Seth Rogen:  Saya Diberi Banyak Kebohongan tentang Israel

Upaya Menuju Keadilan

Meskipun ada klaim genosida dalam konflik Israel dan Hamas, penegakan keadilan melalui Hukum Humaniter Internasional memerlukan penyelidikan menyeluruh dan komitmen kuat dari komunitas internasional. Organisasi seperti HRW dan banyak lembaga lainnya terus bekerja untuk mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia dan mengadvokasi keadilan bagi para korban.

Salah satu tantangan terbesar dalam menegakkan keadilan adalah mengumpulkan bukti yang memadai untuk mendukung klaim pelanggaran serius, termasuk genosida. Proses ini melibatkan wawancara dengan saksi, pengumpulan dokumentasi, analisis forensik, dan banyak lagi. Selain itu, ada hambatan politik yang sering kali menghalangi upaya untuk membawa para pelanggar ke pengadilan internasional.

Komitmen Terus Menerus

Aryeh Neier dan rekan-rekannya di HRW serta organisasi hak asasi manusia lainnya tetap berkomitmen untuk menegakkan prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional. Mereka bekerja tanpa lelah untuk memastikan bahwa pelanggaran hak asasi manusia tidak dibiarkan begitu saja dan bahwa para pelanggar dihadapkan pada keadilan.

Dalam kasus pembantaian Kurdi di Irak, bukti yang dikumpulkan dan kesaksian yang diperoleh akhirnya mengarah pada pengakuan internasional terhadap kejahatan yang terjadi. Proses ini menunjukkan bahwa dengan dedikasi dan upaya yang berkelanjutan, keadilan dapat dicapai, meskipun sering kali membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Aryeh Neier: Pejuang Hak Asasi Manusia dengan Warisan yang Luar Biasa (Wikipidia)

Kehidupan dan Warisan Aryeh Neier

Aryeh Neier (lahir 22 April 1937) adalah seorang aktivis hak asasi manusia Amerika yang memiliki pengaruh besar dalam gerakan hak asasi manusia internasional. Ia dikenal sebagai salah satu pendiri Human Rights Watch (HRW), sebuah organisasi yang kini menjadi salah satu lembaga terkemuka dalam advokasi hak asasi manusia di seluruh dunia. Selain itu, Neier juga menjabat sebagai presiden Open Society Institute (sekarang Open Society Foundations) milik George Soros dari tahun 1993 hingga 2012. Perannya dalam berbagai organisasi, termasuk sebagai Direktur Nasional Persatuan Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) dari tahun 1970 hingga 1978, menunjukkan dedikasinya yang mendalam terhadap perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Ia juga terlibat dalam pembentukan grup pelajar, Students for a Democratic Society (SDS), dengan memainkan peran penting dalam penggantian nama grup dari Student League for Industrial Democracy (SLID) .

Kehidupan Awal dan Pendidikan

Neier dilahirkan dalam keluarga Yahudi Jerman di Berlin, yang pada saat itu berada di bawah rezim Nazi. Ia adalah putra dari Wolf Neier, seorang guru, dan Gitla Bendzinska. Pada tahun 1939, ketika Aryeh masih berusia dua tahun, keluarganya terpaksa melarikan diri dari Jerman karena ancaman Nazi terhadap orang-orang Yahudi. Mereka menjadi pengungsi dan akhirnya menetap di Amerika Serikat. Pengalaman ini membentuk pandangan dan komitmen Neier terhadap perjuangan hak asasi manusia dan kebebasan .

Neier melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat dan berhasil lulus dari Cornell University dengan penghargaan tertinggi pada tahun 1961. Pendidikan di Cornell membekalinya dengan pengetahuan dan keterampilan yang kemudian ia gunakan untuk mengadvokasi hak asasi manusia sepanjang kariernya .

Karier dan Pencapaian

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Aryeh Neier segera terjun ke dunia advokasi hak asasi manusia. Pada tahun 1970, ia diangkat sebagai Direktur Nasional ACLU, sebuah organisasi yang berkomitmen untuk mempertahankan dan melindungi hak-hak sipil dan kebebasan individu di Amerika Serikat. Di bawah kepemimpinannya, ACLU memperluas cakupannya dan semakin aktif dalam berbagai isu hak sipil.

Baca juga : Konsistensi dan Kredibilitas: Tantangan KepemimpinanGlobal Amerika Serikat dalam Penegakan Hak Asasi Manusia – Pesan Bernie Sanders

Baca juga : Bernie Sanders Mengutuk Dukungan AS terhadap Perang Netanyahu di Palestina dalam Pidato di Senat

Baca juga : Dave Chappelle Sebut Ada ‘Genosida’ di Jalur Gaza Saat Perang Israel-Hamas Berlangsung di Abu Dhabi

Pada tahun 1978, Neier bersama beberapa rekannya mendirikan Human Rights Watch. Organisasi ini bertujuan untuk memantau, mendokumentasikan, dan mengadvokasi hak asasi manusia di seluruh dunia. HRW menggunakan pendekatan berbasis bukti untuk mengungkap pelanggaran hak asasi manusia dan mendorong perubahan melalui advokasi dan laporan yang komprehensif. Neier memainkan peran kunci dalam membangun kredibilitas dan pengaruh HRW di panggung internasional .

Dari tahun 1993 hingga 2012, Neier menjabat sebagai presiden Open Society Institute (OSI), sebuah jaringan filantropi yang didirikan oleh George Soros. OSI mendukung berbagai inisiatif yang bertujuan untuk mempromosikan demokrasi, hak asasi manusia, dan reformasi sosial di seluruh dunia. Di bawah kepemimpinan Neier, OSI memperluas program-programnya dan meningkatkan dampaknya dalam berbagai isu global .

Komitmen dan Pengaruh

Sepanjang kariernya, Aryeh Neier telah menunjukkan komitmen yang tak tergoyahkan terhadap perlindungan hak asasi manusia. Pengalamannya sebagai pengungsi di masa kecil memberinya perspektif unik dan dorongan untuk bekerja demi keadilan dan kebebasan bagi semua orang. Keterlibatannya dalam berbagai organisasi hak asasi manusia dan inisiatif filantropi menunjukkan dedikasinya untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih adil dan manusiawi.

Neier juga terlibat dalam pembentukan grup pelajar SDS, yang berperan penting dalam gerakan mahasiswa pada tahun 1960-an. SDS awalnya dibentuk sebagai SLID, tetapi kemudian diubah namanya dengan keterlibatan langsung Neier dan rekan-rekannya. SDS menjadi salah satu organisasi mahasiswa yang paling berpengaruh pada masa itu, dengan fokus pada isu-isu sosial dan politik yang relevan .

Kesimpulan

Aryeh Neier adalah sosok penting dalam sejarah gerakan hak asasi manusia. Kontribusinya melalui berbagai organisasi, termasuk HRW dan OSI, telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam perjuangan untuk keadilan dan hak asasi manusia. Kehidupan dan karyanya menginspirasi banyak orang untuk terus berjuang demi dunia yang lebih baik, di mana hak asasi manusia dihormati dan dilindungi. Sebagai seorang aktivis yang berdedikasi, Neier menunjukkan bahwa dengan komitmen dan kerja keras, perubahan nyata dapat dicapai.

Penggunaan istilah “genosida” dalam konflik Israel dan Hamas memerlukan kehati-hatian dan bukti yang kuat. Aryeh Neier menekankan bahwa, meskipun situasi kekerasan yang ekstrem sering kali menimbulkan tuduhan genosida, pembuktian klaim tersebut memerlukan standar bukti yang sangat tinggi. Hukum Humaniter Internasional memberikan landasan untuk menegakkan keadilan bagi para korban, tetapi proses ini memerlukan komitmen dan kerja keras dari berbagai pihak.

Sebagai aktivis hak asasi manusia yang berpengalaman, Neier mengingatkan kita bahwa mengejar keadilan dalam konflik bersenjata adalah tugas yang kompleks dan menantang. Namun, dengan dedikasi yang berkelanjutan, komunitas internasional dapat bekerja untuk memastikan bahwa pelanggaran hak asasi manusia diakui dan bahwa para pelanggar dihadapkan pada keadilan, membawa harapan bagi korban kekerasan di seluruh dunia. *Mukroni

Sumber  www.nybooks.com

Foto Kowantaranews.com  

  • Berita Terkait :

Menteri Pertahanan Spanyol Sebut Konflik Gaza sebagai ‘Genosida Nyata’ di Tengah Pengakuan Palestina

Nyanyian Wakil PM Spanyol ‘Dari Sungai ke Laut’ Membuat Marah Israel

Seth Rogen:  Saya Diberi Banyak Kebohongan tentang Israel

Konsistensi dan Kredibilitas: Tantangan KepemimpinanGlobal Amerika Serikat dalam Penegakan Hak Asasi Manusia – Pesan Bernie Sanders

Bernie Sanders Mengutuk Dukungan AS terhadap Perang Netanyahu di Palestina dalam Pidato di Senat

Dave Chappelle Sebut Ada ‘Genosida’ di Jalur Gaza Saat Perang Israel-Hamas Berlangsung di Abu Dhabi

Seruan Anggota Dewan Rakyat  untuk Tindakan Pemerintah Kanada: Mendukung Hukum Internasional dan Mengakui Negara Palestina untuk Perdamaian dan Keadilan di Gaza

Mantan Anggota Parlemen Italia Kibarkan Bendera Palestina di Kamar Deputi sebagai Protes terhadap Kebijakan Pemerintah

Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Hentikan Operasi Militer di Rafah, Kepatuhan Diragukan

Senator Sanders Mengutuk Pernyataan Menteri Pertahanan Israel tentang Gaza sebagai Barbarisme

Perdana Menteri Georgia Mendorong AS dan UE untuk Menghilangkan Oligarki: Peringatan akan Ancaman Politik Barat terhadap Negaranya

Israel Melobi Pejabat Jerman untuk Mengecam Surat Perintah Penangkapan ICC terhadap Netanyahu

Arab Saudi Sambut Baik Pengakuan Palestina oleh Norwegia, Irlandia, dan Spanyol

Arab Saudi Serukan Hak Hidup Aman bagi Warga Palestina dalam Pertemuan OKI di Jeddah

Senator AS Lindsey Graham Kritik Permintaan Surat Perintah Penangkapan ICC terhadap Pejabat Israel, Khawatir AS Menjadi Target Berikutnya

Pemerintahan Biden Siap Kerja Sama dengan Kongres untuk Potensi Sanksi terhadap ICC atas Permintaan Penangkapan Netanyahu

Kolombia Tegaskan Dukungan bagi Palestina: Pendekatan Baru di Bawah Kepemimpinan Presiden Petro

Norwegia, Irlandia, dan Spanyol Mengakui Negara Palestina: Tindakan Bersejarah yang Mengguncang Diplomasi Global

Staf Yahudi Mengundurkan Diri dari Pemerintahan Biden Sebagai Protes Atas Dukungan Terhadap Kampanye Militer Israel di Gaza

Krisis Kemanusiaan di Gaza Semakin Memperburuk, PBB Hentikan Distribusi Makanan di Rafah

Pernyataan Jaksa ICC Karim AA Khan KC tentang Permohonan Surat Perintah Penangkapan terkait Situasi di Negara Palestina

Andrew Feinstein Mengkritik Pemimpin Partai Buruh, Keir Starmer, atas Dukungannya terhadap Konflik Gaza dan Korupsi dalam Perdagangan Senjata

Perancis, Belgia, dan Slovenia Dukung Upaya ICC untuk Mengeluarkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas

Komunitas Yahudi Berduka: Kehilangan Presiden dan Menteri Luar Negeri Iran, Inilah Penghormatan  Terakhir Neturei Karta

Jatuhnya Helikopter Tewaskan Presiden dan Menteri Luar Negeri Iran: Ketegangan Politik di Tengah Kegagalan Teknis

Prof. Mearsheimer: Pembersihan Etnis atau Solusi Damai? Analisis Krisis Israel

Utusan Palestina: Israel Berniat ‘Menggusur, Menundukkan, atau Membunuh’ Warga Gaza

Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang

Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam

Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur

JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot

76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza

Afrika Selatan Menuduh Israel Lakukan Genosida di Gaza di Hadapan Mahkamah Internasional, ini Alasan Adila Hassim

Kontroversi Nat Schwartz: Penyelidikan The New York Times tentang Kekerasan Seksual oleh Hamas dan Implikasinya

Pengarahan Jaksa ICC Karim AA Khan KC kepada Dewan Keamanan PBB mengenai Situasi di Libya: Laporan dan Peta Jalan Menuju Keadilan Berdasarkan Resolusi 1970 (2011)

Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill

Prof. Jeffrey Sachs: Kebijakan Luar Negeri AS Bertentangan dengan Kepentingan Rakyat dan Didasarkan pada Kebohongan Berkelanjutan

Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global

Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden

Thomas Piketty: Barat Harus Memberikan Sanksi kepada Israel Jika Benar-Benar Mendukung Solusi Dua Negara

Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza

Enam Sekutu Amerika Serikat  Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

Paul Newman tentang Kebenaran dan Politik Luar Negeri Amerika: “Menciptakan Musuh untuk Membenarkan Perang”

Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”

Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza

Trinity College Cambridge Memutuskan Divestasi dari Perusahaan Senjata Setelah Terungkapnya Investasi Kontroversial

Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru

Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa

Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel

Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina

Munafik atau Ketidakadilan? Politisi Belgia Kritik Keputusan Kontes Lagu Eurovision terkait Israel dan Palestina

Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah

Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global

Jejak Sejarah Esau: Perjalanan di Pegunungan Bani Yas’in dari Bani Jawa dalam Kitab Tarikh Ibnu Khaldun

Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina

Tabassum Menerima Tepuk Tangan Meriah atas Pidato Perpisahan di USC: Perlawanannya Terhadap Genosida Disambut Hangat

Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza

Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time

Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan

Seruan Menteri Luar Negeri Afrika Selatan untuk Penangkapan ICC terhadap PM Israel Netanyahu: Kontroversi dan Implikasi Internasional

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *