Jakarta, Kowantaranews.com -Pada hari Selasa, seorang anggota parlemen sayap kiri Prancis dari partai France Unbowed (La France Insoumise, LFI), Sébastien Delogu, dikenai sanksi berupa skorsing selama dua minggu setelah mengibarkan bendera Palestina selama perdebatan sengit di parlemen. Insiden ini terjadi dalam konteks diskusi yang semakin intens mengenai apakah Prancis harus mengakui negara Palestina secara resmi, sebuah isu yang telah lama menjadi topik kontroversial baik di tingkat nasional maupun internasional.
Latar Belakang Insiden
Sébastien Delogu, yang mewakili kota Marseille di parlemen, mengibarkan bendera Palestina saat dia mengajukan pertanyaan kepada pemerintah. Tindakan ini segera memicu reaksi keras dari Ketua parlemen, Yael Braun-Pivet, yang menyebut tindakan Delogu sebagai perilaku yang tidak dapat diterima dalam forum resmi parlemen. Setelah perdebatan yang intens, mayoritas anggota parlemen memutuskan untuk menskors Delogu selama dua minggu dan memotong setengah tunjangan parlemennya selama dua bulan.
Respons dari Berbagai Pihak
Setelah skorsing diumumkan, Delogu meninggalkan majelis rendah dengan membuat tanda V untuk kemenangan, sebuah isyarat yang mencerminkan sikap tidak menyesalnya dan mungkin sebagai simbol dukungan terhadap perjuangan Palestina. Sementara itu, para anggota parlemen dari sayap kanan dan tengah menyambut baik sanksi tersebut, menegaskan bahwa tindakan Delogu tidak sesuai dengan etika dan tata tertib parlemen.
Konteks Pengakuan Negara Palestina
Insiden ini terjadi di tengah keputusan penting dari beberapa negara Eropa. Pada hari yang sama, Spanyol, Irlandia, dan Norwegia secara resmi mengakui negara Palestina dalam sebuah langkah terkoordinasi yang menyebabkan kemarahan Israel. Pengakuan ini menjadikan total 145 dari 193 negara anggota PBB telah mengakui Palestina sebagai negara berdaulat. Namun, hingga saat ini, belum ada negara industri anggota Kelompok Tujuh (G7) yang melakukan pengakuan serupa, termasuk Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
Presiden Prancis Emmanuel Macron pada bulan Februari lalu menyatakan bahwa pengakuan negara Palestina bukan lagi hal yang “tabu”, menunjukkan sikap yang lebih terbuka dibandingkan dengan pendahulunya. Meskipun demikian, Perdana Menteri Gabriel Attal, dalam sesi parlemen pada hari Selasa, menghindari menjawab pertanyaan dari anggota parlemen LFI lainnya tentang apakah Prancis akan mengikuti jejak beberapa sekutu Eropanya dalam mengakui Palestina.
Baca juga : Presiden Brazil Menuduh Israel Melakukan Genosida di Gaza: Krisis Kemanusiaan Semakin Memburuk
Baca juga : Macron Mengecam Serangan Israel di Rafah: Seruan untuk Gencatan Senjata Segera
Baca juga : Pep Guardiola Diduga Menolak Jabat Tangan dengan Perwakilan Israel: Apa yang Terjadi?
Ketegangan di Prancis
Perang Gaza terbaru telah memperburuk ketegangan di Prancis, sebuah negara dengan komunitas Yahudi terbesar di luar Israel dan Amerika Serikat, serta komunitas Muslim terbesar di Eropa. Konflik di Gaza telah memicu demonstrasi dan peningkatan ketegangan antara berbagai kelompok di Prancis. Perang ini, yang merupakan yang paling mematikan yang dilakukan Israel di Gaza, dimulai setelah serangan yang dipimpin oleh Hamas di Israel selatan yang mengakibatkan kematian sekitar 1.170 orang, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka resmi Israel. Selain itu, sekitar 250 orang juga disandera, dengan 121 di antaranya masih berada di Gaza, menurut klaim Israel.
Hamas menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan respons terhadap pendudukan dan agresi Israel yang telah berlangsung selama puluhan tahun terhadap rakyat Palestina, termasuk pengepungan Gaza yang telah menyebabkan penderitaan besar bagi penduduk di wilayah tersebut. Sejak serangan tersebut, serangan militer Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 36.000 orang, sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, menurut data dari kementerian kesehatan wilayah tersebut.
Dampak Politik dan Sosial
Tindakan Sébastien Delogu dan respons terhadapnya mencerminkan ketegangan yang lebih luas dalam politik dan masyarakat Prancis. Dukungan untuk Palestina sering kali menjadi isu yang memecah belah, dengan beberapa kelompok yang sangat mendukung hak-hak Palestina sementara yang lain mendukung Israel dengan kuat. Insiden ini juga menyoroti bagaimana konflik internasional dapat mempengaruhi dinamika politik domestik di Prancis.
Partai France Unbowed, yang dikenal dengan posisi kiri radikalnya, sering kali mengambil sikap yang tegas dalam isu-isu internasional, termasuk mendukung perjuangan Palestina. Sebaliknya, partai-partai di kanan dan tengah sering kali lebih berhati-hati dalam mendekati isu-isu yang sensitif seperti ini, mengingat potensi dampaknya terhadap hubungan internasional Prancis dan keamanan domestik.
Pengakuan Palestina di Kancah Internasional
Pengakuan Palestina sebagai negara merupakan isu yang sangat kompleks dan kontroversial di kancah internasional. Meskipun mayoritas negara anggota PBB telah memberikan pengakuan, beberapa kekuatan besar, termasuk negara-negara G7, masih enggan melakukannya. Alasan di balik keputusan ini sering kali berkaitan dengan pertimbangan politik, strategis, dan diplomatik, termasuk hubungan dengan Israel dan komitmen terhadap proses perdamaian Timur Tengah yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
Dalam konteks ini, tindakan Delogu mengibarkan bendera Palestina dapat dilihat sebagai upaya simbolis untuk mendorong Prancis mengambil langkah yang lebih berani dalam mendukung hak-hak Palestina. Namun, respons dari parlemen menunjukkan bahwa masih ada hambatan signifikan di dalam negeri untuk perubahan kebijakan yang dramatis dalam hal ini.
Insiden pengibaran bendera Palestina oleh Sébastien Delogu di parlemen Prancis bukan hanya tindakan simbolis yang menarik perhatian terhadap isu pengakuan Palestina, tetapi juga mencerminkan ketegangan politik yang lebih dalam di Prancis terkait konflik Israel-Palestina. Respons keras dari parlemen menunjukkan bahwa meskipun ada dukungan di beberapa kalangan untuk hak-hak Palestina, ada juga kekhawatiran yang signifikan tentang dampak dari tindakan tersebut terhadap stabilitas politik dan sosial di Prancis. Keputusan beberapa negara Eropa untuk mengakui Palestina menambah kompleksitas situasi, menempatkan Prancis dalam posisi yang sulit di kancah diplomatik internasional. Insiden ini juga menyoroti bagaimana isu-isu internasional dapat mempengaruhi politik domestik dan sebaliknya, menunjukkan interkoneksi antara kebijakan luar negeri dan dinamika internal di negara-negara seperti Prancis. *Mukroni
Sumber newarab.com
- Berita Terkait :
Presiden Brazil Menuduh Israel Melakukan Genosida di Gaza: Krisis Kemanusiaan Semakin Memburuk
Macron Mengecam Serangan Israel di Rafah: Seruan untuk Gencatan Senjata Segera
Pep Guardiola Diduga Menolak Jabat Tangan dengan Perwakilan Israel: Apa yang Terjadi?
Aktris Amerika Candice King Kritik Pemerintah Israel atas Pembantaian Bayi di Gaza
Menggunakan Istilah “Genosida” dalam Konflik Israel dan Hamas: Perspektif Aryeh Neier
Menteri Pertahanan Spanyol Sebut Konflik Gaza sebagai ‘Genosida Nyata’ di Tengah Pengakuan Palestina
Nyanyian Wakil PM Spanyol ‘Dari Sungai ke Laut’ Membuat Marah Israel
Seth Rogen: Saya Diberi Banyak Kebohongan tentang Israel
Bernie Sanders Mengutuk Dukungan AS terhadap Perang Netanyahu di Palestina dalam Pidato di Senat
Dave Chappelle Sebut Ada ‘Genosida’ di Jalur Gaza Saat Perang Israel-Hamas Berlangsung di Abu Dhabi
Mahkamah Internasional Perintahkan Israel Hentikan Operasi Militer di Rafah, Kepatuhan Diragukan
Senator Sanders Mengutuk Pernyataan Menteri Pertahanan Israel tentang Gaza sebagai Barbarisme
Israel Melobi Pejabat Jerman untuk Mengecam Surat Perintah Penangkapan ICC terhadap Netanyahu
Arab Saudi Sambut Baik Pengakuan Palestina oleh Norwegia, Irlandia, dan Spanyol
Arab Saudi Serukan Hak Hidup Aman bagi Warga Palestina dalam Pertemuan OKI di Jeddah
Kolombia Tegaskan Dukungan bagi Palestina: Pendekatan Baru di Bawah Kepemimpinan Presiden Petro
Krisis Kemanusiaan di Gaza Semakin Memperburuk, PBB Hentikan Distribusi Makanan di Rafah
Prof. Mearsheimer: Pembersihan Etnis atau Solusi Damai? Analisis Krisis Israel
Utusan Palestina: Israel Berniat ‘Menggusur, Menundukkan, atau Membunuh’ Warga Gaza
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan