Jakarta, Kowantaranews.com -Dalam beberapa pekan terakhir, wacana pemerintah untuk memberikan amnesti dan abolisi kepada para koruptor telah memicu gelombang protes dan kekhawatiran dari berbagai lapisan masyarakat. Rencana ini dianggap sebagai langkah yang mencederai rasa keadilan masyarakat, serta melemahkan upaya pemberantasan korupsi yang selama ini diperjuangkan dengan susah payah.
Kontroversi di Balik Amnesti dan Abolisi
Polemik bermula ketika Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa ribuan narapidana kasus korupsi dapat memperoleh amnesti atau abolisi dengan syarat pengembalian aset yang telah dicuri ke negara. Pernyataan ini menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk aktivis antikorupsi, akademisi, dan masyarakat umum. Mereka menilai langkah ini tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga memberikan sinyal buruk bahwa kejahatan korupsi dapat dimaafkan asalkan pelaku mengembalikan sebagian hasil curiannya.
Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa tidak ada rencana untuk memberikan amnesti atau abolisi kepada koruptor. Pernyataan ini semakin memperlihatkan adanya perbedaan pandangan di internal pemerintah. Di satu sisi, ada keinginan untuk memberikan pengampunan sebagai upaya pemulihan kerugian negara. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa langkah ini akan merusak upaya penegakan hukum dan memperlemah efek jera terhadap koruptor.
Baca juga : Koruptor Bebas dengan Denda? Drama Pengampunan yang Gagal Total!
Baca juga : Korupsi: Kanker Mematikan yang Menggerogoti Indonesia!
Baca juga : Mary Jane Veloso: Dua Kutub Nasib dalam Satu Hidup
Mengapa Amnesti dan Abolisi Bagi Koruptor Keliru?
Korupsi bukan sekadar kejahatan yang merugikan keuangan negara. Lebih dari itu, korupsi memiliki efek domino yang merusak berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dari infrastruktur yang terbengkalai hingga layanan publik yang tidak optimal, dampak korupsi dirasakan langsung oleh rakyat kecil yang seharusnya menjadi prioritas dalam pembangunan.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah seharusnya tidak mencari celah untuk mengampuni koruptor. Menurutnya, pengampunan semacam ini justru akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan memberikan sinyal bahwa korupsi adalah kejahatan yang dapat ditoleransi. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan tujuan utama dari penegakan hukum, yaitu memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan.
Herdiansyah juga mengkritik wacana pemberlakuan denda damai bagi koruptor, yang sebelumnya sempat dilontarkan oleh Menteri Hukum. Meskipun wacana ini telah dihentikan, gagasan tersebut menunjukkan adanya pendekatan yang keliru dalam menangani kejahatan korupsi. Jika diterapkan, denda damai hanya akan menjadi cara lain bagi koruptor untuk membeli kebebasan mereka, tanpa memberikan rasa keadilan kepada masyarakat yang dirugikan.
Solusi Alternatif: Undang-Undang Perampasan Aset
Daripada memberikan amnesti atau abolisi, para ahli hukum dan aktivis antikorupsi mendesak pemerintah untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset. UU ini dianggap sebagai solusi yang lebih konkret untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsi, tanpa harus mengorbankan prinsip keadilan.
Undang-Undang Perampasan Aset akan memungkinkan negara untuk menyita hasil kejahatan korupsi tanpa harus bergantung pada pengakuan atau itikad baik dari para pelaku. Langkah ini sejalan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam Konvensi PBB Anti-Korupsi (UNCAC), yang telah diratifikasi oleh Indonesia sejak tahun 2006. Dengan fokus pada pemulihan aset, pemerintah dapat menunjukkan komitmennya dalam memberantas korupsi secara tegas dan adil.
Zaenur Rohman, peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, juga mendukung pembentukan UU Perampasan Aset sebagai langkah strategis dalam pemberantasan korupsi. Menurutnya, langkah ini tidak hanya akan memulihkan kerugian negara, tetapi juga memberikan pesan yang jelas bahwa kejahatan korupsi tidak akan ditoleransi dalam bentuk apa pun.
KPK dan Kasus yang Masih Menggantung
Di tengah polemik mengenai amnesti dan abolisi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melanjutkan penyidikan kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi. Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah dugaan suap terkait penetapan anggota DPR 2019-2024 untuk pergantian antarwaktu, yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dan buron Harun Masiku.
Meskipun Harun Masiku masih buron, KPK menegaskan bahwa penyidikan kasus ini tetap berjalan. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa kelanjutan penyidikan tidak bergantung pada keberadaan Harun Masiku. Hal ini menunjukkan komitmen KPK untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi, meskipun menghadapi berbagai tantangan.
Namun, upaya KPK juga membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat. Jika pemerintah terus mengeluarkan wacana-wacana yang melemahkan penegakan hukum, seperti amnesti dan abolisi bagi koruptor, maka kerja keras KPK dalam memberantas korupsi akan sia-sia.
Apa yang Harus Dilakukan?
Masyarakat berharap pemerintah berhenti mengeluarkan kebijakan atau wacana yang justru merugikan upaya pemberantasan korupsi. Alih-alih memberikan pengampunan kepada koruptor, pemerintah seharusnya fokus pada langkah-langkah yang memperkuat penegakan hukum dan memberikan efek jera kepada pelaku korupsi. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
- Mempercepat Pengesahan UU Perampasan Aset: Dengan UU ini, negara dapat menyita hasil kejahatan korupsi tanpa harus memberikan pengampunan kepada pelaku.
- Memperkuat KPK: Memberikan dukungan penuh kepada KPK dalam menyelesaikan kasus-kasus besar dan menangkap buron seperti Harun Masiku.
- Meningkatkan Transparansi: Mendorong keterbukaan dalam proses penegakan hukum, sehingga masyarakat dapat mengawasi jalannya pemberantasan korupsi.
- Menegakkan Prinsip Keadilan: Memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku korupsi untuk memberikan efek jera dan mencegah kejahatan serupa di masa depan.
Rencana pemberian amnesti dan abolisi kepada koruptor adalah langkah yang berbahaya dan bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi. Jika pemerintah serius ingin memberantas korupsi, maka fokus utama harus pada pemulihan kerugian negara melalui jalur hukum yang adil dan transparan. Masyarakat berharap pemerintah tidak lagi mencari celah untuk mengampuni koruptor, tetapi justru menunjukkan komitmen yang tegas dalam melawan kejahatan yang merusak bangsa ini. Korupsi adalah pengkhianatan terhadap rakyat, dan tidak ada tempat bagi pengkhianat di negara yang berdaulat. By Mukoni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Koruptor Bebas dengan Denda? Drama Pengampunan yang Gagal Total!
Korupsi: Kanker Mematikan yang Menggerogoti Indonesia!
Mary Jane Veloso: Dua Kutub Nasib dalam Satu Hidup
Darah Remaja di Ujung Peluru: Aksi Polisi yang Berujung Tragedi
Peluru Tajam di Jalanan: Tragedi di Tangan Penegak Hukum
Pelajar Tertembak: Nyawa Melayang di Tengah Tuduhan Tawuran yang Sarat Kontroversi
Guru Pengabdi 16 Tahun Dibebaskan dari Jerat Kriminalisasi: Keadilan yang Akhirnya Datang
Era Baru HAM di Bawah Prabowo: Harapan Besar atau Ancaman Gelap?
Teriakan Keadilan: Perjuangan Tak Berujung untuk Sang Siswi yang Terlupakan!
Prabowo Gempur Korupsi: Bersihkan Indonesia Demi Ekonomi Sehat dan Masa Depan Cerah!
Jerat Hukum Mengerikan: Keluarga Rafael Alun Terancam Gulungan Besar Kasus Pencucian Uang!
Kementerian Komunikasi dan Digital Diguncang! Komplotan Pelindung Situs Judi Terbongkar
Skandal Judi Online: 11 Pegawai Komdigi Terlibat, Menteri Geram dan Bertindak Tegas!
Drama Penahanan Tom Lembong: Menguak Skandal Besar Impor Gula di Indonesia
Benteng Pemberantas Judi Daring Justru Jadi Sarang Perlindungan!
Putusan MK Guncang UU Cipta Kerja: Kluster Ketenagakerjaan Tumbang, Buruh Rayakan Kemenangan Besar!
Drama Korupsi Gula: Tom Lembong di Bawah Tembak Politik dan Hukum!
Skandal Manis Berujung Pahit: Misteri Korupsi Gula yang Terbongkar Setelah Sembilan Tahun
RUU Perampasan Aset: Harapan Terakhir Bangsa Mengakhiri Korupsi!
Supriyani: Guru yang Dituduh Memukul Anak Polisi, Terjebak dalam Jaring Hukum yang Tak Kunjung Lepas
Reformasi Total: Gaji Hakim Melambung, Integritas Pengadilan Terpuruk ?
Jerat Maut Korupsi: Sahbirin Noor dan Miliaran Rupiah Uang Suap yang Terkubur di Balik Proyek
Indonesia, Surga bagi Koruptor dengan Vonis Ringan yang Mengejutkan!
Pemecatan yang Menghancurkan Karier: Rudy Soik dan Sidang Tanpa Suara
Hutan Indonesia di Ujung Kehancuran: Jerat Impunitas Korporasi yang Tak Terbendung
Rudy Soik: Sang Penantang Mafia BBM yang Dikorbankan Demi Kekuasaan?
Skandal Korupsi Gubernur Kalsel: Sahbirin Noor Dicegah ke Luar Negeri, Terancam DPO!
MAKI Tantang Kejagung! Robert Bonosusatya Bebas dari Jerat Korupsi Timah?
Kejagung Bongkar Rekor! Uang Rp 372 Miliar Disembunyikan di Lemari Besi Kasus Duta Palma
Skandal Tambang Miliaran! Mantan Gubernur Kaltim Terjerat Korupsi Besar-Besaran ?
Tragedi Bekasi: Salah Prosedur Polisi ? , Tujuh Remaja Tewas di Kali!
Mengendalikan Triliunan Rupiah: Bos Narkoba Hendra Sabarudin dari Dalam Lapas
Relawan Tanam Pohon atau Tanam Konflik? PT MEG dan Drama Eco City di Pulau Rempang
Menjaga KPK: Ketatnya Pengawasan, Longgarnya Etika
Drama Kepemimpinan Kadin: Siapa Bos, Siapa ‘Bos’?
Drama Kadin: Aklamasi Sah, Kuorum Bisa Disanggah
300 Triliun Hilang, Hukuman Ditebus dengan Rp 5.000: Harga Keadilan di Tanah Timah
Munaslub: Ketika Kuorum Jadi Interpretasi Pribadi
Drama Munaslub: Ketika Kursi Ketua Kadin Jadi Rebutan, Hukum Cuma Penonton?
Anindya Bakrie Naik Tahta Kadin: Munaslub ala ‘Keluarga Besar’ yang Ditolak 20+ Provinsi
Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara
Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi