• Rab. Mei 14th, 2025

KowantaraNews

RINGKAS DAN TAJAM

Ekonomi Indonesia 2025: Konsumsi Loyo, Rupiah Goyang, Warteg Tetap Jaya!

ByAdmin

Mei 5, 2025
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com – Perekonomian Indonesia, yang selama beberapa tahun terakhir bertahan di kisaran pertumbuhan 5 persen, kini menghadapi tantangan serius. Laporan terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) hanya mencapai 4,94 persen pada triwulan pertama 2025, dengan angka tahunan diperkirakan stagnan di 4,95 persen. Angka ini menandakan pergeseran dari “zona nyaman” pertumbuhan 5 persen yang telah menjadi ciri khas ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Konsumsi rumah tangga yang loyo, nilai tukar rupiah yang terus tertekan, dan tekanan eksternal dari dinamika global menjadi penyebab utama perlambatan ini. Namun, di tengah gejolak ekonomi, warteg—warung tegal—tetap menjadi oase ketahanan, menarik pelanggan dari berbagai lapisan masyarakat yang mencari hidangan murah dan lezat.

Konsumsi Rumah Tangga: Loyo dan Lesu

Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang sekitar 60 persen dari PDB Indonesia, menjadi salah satu pilar yang mulai goyah. Data menunjukkan pertumbuhan konsumsi hanya mencapai 4,98 persen pada triwulan keempat 2024, jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang sering kali menyentuh 5 persen atau lebih. Penurunan ini mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat, terutama di kalangan kelas menengah yang selama ini menjadi motor penggerak ekonomi.

Tanda-tanda pelemahan ini terlihat jelas pada pengeluaran untuk kebutuhan sekunder seperti rekreasi, makanan dan minuman di luar rumah, serta transportasi. “Dulu, akhir pekan keluarga saya sering ke mal atau restoran. Sekarang, lebih sering masak di rumah atau paling jauh ke warteg dekat rumah,” ujar Sari, seorang ibu rumah tangga di Jakarta Selatan. Cerita Sari bukanlah hal yang asing. Banyak keluarga kini beralih ke opsi yang lebih hemat, seperti makan di warteg, yang menawarkan harga terjangkau dengan variasi menu yang tetap menggugah selera.

Faktor musiman, yang biasanya menjadi penyelamat konsumsi, juga kehilangan daya dorongnya. Perayaan seperti Ramadhan, Idul Fitri, dan libur akhir tahun biasanya memicu lonjakan pengeluaran di sektor transportasi, akomodasi, dan makanan-minuman. Namun, pada 2024, efek musiman ini melempem. Sektor transportasi dan akomodasi, yang diharapkan mendapat angin segar dari libur panjang, justru mencatat pertumbuhan di bawah ekspektasi. “Orang-orang sekarang lebih pilih staycation atau libur di rumah. Tiket pesawat mahal, bensin juga naik,” kata Rudi, seorang pengemudi ojek online di Jakarta.

Sektor Keuangan: Kredit dan DPK Melambat

Sektor keuangan, yang menjadi tulang punggung likuiditas ekonomi, juga menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Pertumbuhan kredit perbankan melambat menjadi 9,16 persen pada Maret 2025, turun dari angka dua digit yang biasa dicatatkan pada tahun-tahun sebelumnya. Dana Pihak Ketiga (DPK), yang mencerminkan kemampuan bank mengumpulkan dana dari masyarakat, juga melemah, hanya tumbuh 4,75 persen pada Maret 2025, dibandingkan 5,75 persen pada Februari 2025.

Kinerja bank-bank milik negara (Himbara) turut mencerminkan tren ini. Pertumbuhan kredit Himbara hanya mencapai 10,34 persen pada triwulan pertama 2025, jauh dari 13,96 persen pada periode yang sama di 2024. Lebih mengkhawatirkan lagi, laba bersih Himbara turun 11 persen, menandakan tekanan besar pada profitabilitas sektor perbankan. “Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat dan pelaku usaha mulai berhati-hati dalam mengambil kredit, sementara bank juga lebih selektif dalam menyalurkan pinjaman,” jelas Dr. Teguh Santoso, ekonom senior dari LPEM FEB UI.

Penurunan DPK juga mencerminkan berkurangnya kepercayaan masyarakat untuk menyimpan uang di bank, yang sebagian besar dialihkan ke kebutuhan sehari-hari atau investasi alternatif seperti emas. Di sisi lain, pelaku usaha mikro seperti pemilik warteg justru menunjukkan ketangguhan. “Saya nggak punya pinjaman bank, jadi usaha warteg ini jalan terus dari tabungan dan omzet harian,” ujar Pak Slamet, pemilik warteg di bilangan Cikini, Jakarta. Warteg, dengan model bisnis sederhana dan cash flow harian, tetap menjadi penutup celah di tengah ketidakpastian ekonomi.

Tekanan Eksternal: Perang Dagang dan Rupiah Goyang

Di luar dinamika domestik, tekanan global turut memperburuk situasi. Eskalasi perang dagang, terutama antara Amerika Serikat dan Tiongkok, menciptakan ketidakpastian di pasar global. Kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan AS terhadap sejumlah produk impor, termasuk dari Indonesia, mengancam kinerja ekspor. Nilai tukar rupiah, yang terus melemah terhadap dolar AS, semakin memperumit situasi. Pada awal Mei 2025, rupiah diperdagangkan di kisaran Rp16.500 per dolar, level yang memberi tekanan besar pada biaya impor bahan baku dan barang konsumsi.

Perdagangan luar negeri Indonesia juga terdampak. Volume ekspor nonmigas, yang menjadi andalan, menunjukkan perlambatan akibat menurunnya permintaan dari pasar utama seperti Tiongkok dan Eropa. Sementara itu, impor barang konsumsi tetap tinggi, memperlebar defisit neraca perdagangan. “Kami kesulitan mengekspor tekstil karena tarif AS naik, tapi bahan baku impor justru lebih mahal karena rupiah lemah,” keluh Budi, seorang pengusaha tekstil di Bandung.

Namun, di tengah guncangan nilai tukar, warteg tetap menjadi penyelamat bagi masyarakat kelas menengah bawah. Harga makanan di warteg relatif stabil, dengan porsi nasi, lauk, dan sayur masih bisa didapat dengan Rp15.000–Rp20.000. “Kalau di kafe, sekali makan bisa Rp50.000. Di warteg, saya bisa makan dua kali dengan uang segitu,” ujar Andi, seorang karyawan swasta di Jakarta.

Struktur Pelemahan Jangka Menengah

Laporan LPEM FEB UI menyoroti bahwa perlambatan ini bukan sekadar fenomena sementara, melainkan gejala pelemahan struktural jangka menengah. Beberapa tantangan utama meliputi:

  1. Daya Beli Menurun: Kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan energi menggerus pendapatan riil masyarakat.
  2. Kelas Menengah Menyusut: Kelas menengah, yang selama ini menjadi tulang punggung konsumsi, mulai terhimpit inflasi dan ketidakpastian ekonomi.
  3. Produktivitas Stagnan: Kurangnya investasi di sektor produktif seperti manufaktur dan teknologi menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
  4. Tekanan Global: Ketidakpastian geopolitik dan perubahan iklim global menambah risiko eksternal.

Meski demikian, perekonomian Indonesia belum sepenuhnya berada di zona bahaya. Pertumbuhan 4,95 persen masih menunjukkan resiliensi dibandingkan banyak negara lain yang terancam resesi. Namun, tanpa intervensi kebijakan yang tepat, risiko perlambatan lebih dalam tetap mengintai.

Baca juga : PHK Mengintai, Tarif Trump Menghantui, Warteg: Tenang, Ada Telor Dadar!

Baca juga : PMI Anjlok, IKI Goyang, Warteg Tetap Jaya: Industri Indonesia Lawan Badai Tarif Trump!

Baca juga : Warteg Halal Harap-Harap Cemas: UMKM Indonesia Lawan Tarif Trump dan Gempuran Impor China!

Warteg: Simbol Ketahanan Ekonomi Rakyat

Di tengah kelesuan ekonomi, warteg muncul sebagai simbol ketahanan ekonomi rakyat. Warung-warung ini, yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, menawarkan solusi praktis bagi masyarakat yang berjuang dengan anggaran terbatas. Dengan menu sederhana seperti nasi, ayam goreng, tempe, dan sayur kolplay, warteg mampu mempertahankan pelanggan setia dari berbagai kalangan—mulai dari pekerja kantoran hingga mahasiswa.

“Warteg itu seperti penutup lubang di ekonomi kita. Orang tetap harus makan, dan warteg kasih solusi murah tapi tetap enak,” kata Dr. Lina Mulyani, sosiolog ekonomi dari Universitas Indonesia. Menurutnya, warteg tidak hanya berfungsi sebagai penyedia makanan, tetapi juga sebagai ruang sosial yang mempertahankan kohesi masyarakat di tengah tekanan ekonomi.

Solusi dan Harapan ke Depan

Untuk mengatasi perlambatan ini, pemerintah perlu mengambil langkah strategis. Pertama, stimulus konsumsi seperti insentif pajak atau bantuan langsung tunai dapat membantu mengembalikan daya beli masyarakat. Kedua, kebijakan moneter yang mendukung pertumbuhan kredit dan likuiditas perbankan perlu diperkuat untuk menjaga roda ekonomi berputar. Ketiga, diversifikasi ekonomi melalui investasi di sektor manufaktur, teknologi, dan energi terbarukan dapat mengurangi ketergantungan pada konsumsi dan faktor musiman.

Di sisi lain, pelaku usaha mikro seperti warteg juga perlu mendapat perhatian. Program pelatihan, akses kredit murah, dan digitalisasi usaha kecil dapat membantu warteg dan UMKM lainnya tetap kompetitif. “Kalau warteg bisa pakai QRIS atau ikut platform pesan antar, omzet bisa naik tanpa harus naikkan harga,” saran Pak Slamet, yang kini mulai melirik pembayaran digital untuk wartegnya.

Perekonomian Indonesia pada 2025 memang menghadapi tantangan berat: konsumsi loyo, rupiah goyang, dan tekanan global yang kian meningkat. Namun, di tengah ketidakpastian, warteg tetap jaya sebagai simbol ketangguhan rakyat. Dengan kebijakan yang tepat dan semangat gotong royong, Indonesia masih memiliki peluang untuk keluar dari fase moderasi ini dan kembali ke jalur pertumbuhan yang lebih kuat. Untuk saat ini, mari nikmati semangkuk sop dan sepiring nasi di warteg terdekat—karena di sana, harapan dan rasa tetap terjaga. By Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait

PMI Anjlok, IKI Goyang, Warteg Tetap Jaya: Industri Indonesia Lawan Badai Tarif Trump!

PHK Mengintai, Tarif Trump Menghantui, Warteg: Tenang, Ada Telor Dadar!

Warteg Halal Harap-Harap Cemas: UMKM Indonesia Lawan Tarif Trump dan Gempuran Impor China!

Prabowo Jalan-jalan ke China, ASEAN Cuma Dapat Senyum dari

GPN & QRIS: Warteg Go Digital, Transaksi Nusantara Gaspol, AS Cuma Bisa Cemas!

Indonesia vs AS: Tarif Impor Bikin Heboh, Warteg Jagokan Dompet Digital!

Utang Rp 250 Triliun Numpuk, Pemerintah Frontloading Biar Warteg Tetep Jualan Tempe!

Indonesia ke AS: ‘Tarif Dikurangin Dong, Kami Beli Energi, Kedelai, Sekalian Stok Warteg!’

TikTok Tawar Tarif: AS-China Ribut, Indonesia Santai di Warteg!

Kelapa Meroket, Warteg Meratap: Drama Harga di Pasar Negeri Sawit!

Trump Tarik Tarif, Rupiah Rontok, Warteg pun Waswas: Drama Ekonomi 2025!

Danantara dan Dolar: Prabowo Bikin Warteg Nusantara atau Kebingungan?

Warteg Lawan Tarif Trump: Nasi Oreg Tempe Bikin Dunia Ketagihan!

Perang Melawan Resesi: UMKM Indonesia Bersenjatakan E-Commerce & KUR, Pemerintah Salurkan Rp171 Triliun untuk Taklukkan Pasar ASEAN!

Gempuran Koperasi Desa Merah Putih: 70.000 Pusat Ekonomi Baru Siap Mengubah Indonesia!

1 Juta Mimpi Terhambat: UMKM Berjuang Melawan Kredit Macet

Warteg Jadi Garda Terdepan Revolusi Gizi Nasional!

Skema Makan Bergizi Gratis: Asa Besar yang Membebani UMKM

Revolusi Gizi: Makan Gratis untuk Selamatkan Jutaan Jiwa dari Kelaparan

Gebrakan Sejarah: Revolusi Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Lokal Bangkit!

PPN 12 Persen: Harapan atau Ancaman Bagi Ekonomi Rakyat?

Setengah Kekayaan Negeri dalam Genggaman Segelintir Orang: Potret Suram Kesenjangan Ekonomi Indonesia

Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?

Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!

Rupiah di Ujung Tanduk: Bank Indonesia Siapkan “Senjata Pamungkas” untuk Lawan Gejolak Dolar AS!

PPN Naik, Dompet Rakyat Tercekik: Ancaman Ekonomi 2025 di Depan Mata!

12% PPN: Bom Waktu untuk Ekonomi Rakyat Kecil

Prabowo Hadapi Warisan Beban Utang Raksasa: Misi Penyelamatan Anggaran di Tengah Tekanan Infrastruktur Jokowi

Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia

Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?

Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?

Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!

Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?

QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia

Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!

Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!

Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?

Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?

Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!

Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!

Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!

Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?

Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!

Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!

Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!

Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!

Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!

Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!

APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi

“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”

Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *