Jakarta, Kowantaranews.com -Dalam upaya memberantas korupsi yang menjadi salah satu isu paling mendesak di Indonesia, usulan pemberian amnesti kepada koruptor menjadi salah satu kebijakan yang mengundang kontroversi besar. Gagasan ini, yang sempat mencuat di berbagai perdebatan publik, memberikan syarat kepada para pelaku korupsi untuk mengembalikan uang hasil kejahatannya sebagai imbalan atas pengampunan hukum. Namun, pendekatan ini dinilai kontraproduktif terhadap semangat pemberantasan korupsi, merusak kepercayaan publik terhadap supremasi hukum, serta menciptakan preseden buruk yang dapat memperburuk budaya impunitas di masa depan.
Kontradiksi dengan Prinsip Antikorupsi
Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Convention Against Corruption/UNCAC), yang telah diratifikasi Indonesia, menekankan pentingnya penerapan hukuman yang proporsional terhadap pelaku korupsi. Pasal 30 UNCAC menyerukan agar negara-negara pihak menjatuhkan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan, bukan malah memberikan keringanan, apalagi pengampunan penuh.
Dengan memberikan amnesti, negara berpotensi melanggar amanat UNCAC karena langkah tersebut melemahkan pesan moral dan efek jera yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat. Korupsi bukanlah pelanggaran biasa; ini adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang merugikan rakyat secara langsung, melemahkan tata kelola pemerintahan, dan merusak perekonomian negara.
Preseden Buruk bagi Masa Depan
Kebijakan amnesti, meskipun dimaksudkan untuk mendorong pengembalian aset negara, dapat menciptakan preseden buruk. Pelaku kejahatan ekonomi di masa depan mungkin akan memandang korupsi sebagai tindakan yang risiko hukumnya dapat diminimalkan melalui pengembalian aset, sehingga efek jera tidak tercapai.
Selain itu, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap institusi hukum jika pelaku korupsi yang merampok uang rakyat justru diampuni. Hal ini juga berpotensi menciptakan ketidakadilan di mata masyarakat karena hukum terlihat berpihak kepada mereka yang memiliki kekuasaan atau kekayaan.
Baca juga : Skandal Abad Ini: Jokowi Masuk Daftar Elite Kejahatan Global 2024
Baca juga : Pengampunan Koruptor: Harapan Baru atau Titik Nol Pemberantasan Korupsi?
Baca juga : Koruptor Diampuni? Pengkhianatan Terbesar terhadap Keadilan!
Pengalaman Negara Lain
Beberapa negara telah mencoba menerapkan kebijakan amnesti terhadap pelaku korupsi, namun hasilnya seringkali menimbulkan protes publik dan kontroversi politik.
- Romania (2017): Pemerintah menerbitkan dekrit darurat untuk mendekriminalisasi kejahatan korupsi dengan kerugian negara di bawah 34.000 euro. Langkah ini diklaim sebagai solusi atas masalah kelebihan kapasitas penjara. Namun, dekrit tersebut memicu demonstrasi besar-besaran dan akhirnya dicabut.
- Tunisia (2017): Di bawah kepemimpinan Presiden Zine El Abidine Ben Ali, amnesti diberikan kepada pejabat dengan syarat mereka tidak menggunakan hasil korupsi untuk keuntungan pribadi. Kebijakan ini dinilai sarat dengan konflik kepentingan dan dianggap sebagai bentuk balas budi kepada elite yang mendukung rezim.
- Korea Selatan (2022): Mantan Presiden Yoon Suk Yeol memberikan pengampunan kepada sejumlah chaebol (konglomerat besar), termasuk pemimpin Samsung, Lee Jae-yong, dengan alasan mendorong pemulihan ekonomi. Langkah ini memicu kecaman karena dianggap melemahkan prinsip akuntabilitas hukum.
- Filipina: Amnesti diberikan kepada mantan Presiden Joseph Estrada pada 2007 setelah ia terbukti bersalah menyalahgunakan dana publik. Keputusan ini memunculkan spekulasi adanya kesepakatan politik antara Estrada dan pemerintahan penggantinya.
Dari kasus-kasus ini, jelas bahwa amnesti untuk pelaku korupsi lebih sering menimbulkan masalah baru daripada menyelesaikan masalah lama.
Potensi Bahaya Amnesti Koruptor
- Melemahkan Efek Jera: Amnesti memberikan sinyal kepada pelaku kejahatan bahwa korupsi dapat “dinegosiasikan.” Ini mengurangi rasa takut terhadap hukuman, yang seharusnya menjadi instrumen utama pencegahan korupsi.
- Meningkatkan Impunitas: Dengan memberikan amnesti, negara secara tidak langsung melegitimasi tindakan korupsi sebagai kejahatan yang dapat dimaafkan. Hal ini memperkuat budaya impunitas di kalangan elite politik dan ekonomi.
- Menyuburkan Pasar Gelap Hukum: Amnesti berpotensi menciptakan ruang bagi manipulasi politik dan transaksi gelap, di mana elite yang memiliki akses ke kekuasaan dapat menggunakan amnesti sebagai alat tawar-menawar.
- Merusak Kepercayaan Publik: Masyarakat yang telah lama dirugikan oleh praktik korupsi akan merasa pengampunan ini sebagai bentuk pengkhianatan atas perjuangan melawan korupsi. Kepercayaan publik terhadap pemerintah dan penegakan hukum akan menurun drastis.
Alternatif Kebijakan: Memperkuat Penegakan Hukum
Daripada memberikan amnesti, langkah-langkah berikut dapat lebih efektif dalam memberantas korupsi:
- Memperkuat KPK: Kembalikan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga utama dalam pemberantasan korupsi. Pengawasan yang lebih ketat terhadap proses penegakan hukum harus dilakukan agar tidak ada celah bagi pelaku untuk lolos.
- Amendemen RUU Perampasan Aset: Segera sahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang lebih komprehensif. Undang-undang ini akan memungkinkan negara untuk menyita aset hasil korupsi tanpa bergantung pada pemberian amnesti.
- Transparansi dan Reformasi Politik: Reformasi sistem politik dan pendanaan pemilu harus dilakukan untuk mengurangi potensi korupsi di tingkat struktural. Dengan transparansi yang lebih baik, peluang korupsi dapat diminimalkan.
- Hukuman yang Lebih Tegas: Tingkatkan hukuman untuk pelaku korupsi, termasuk sanksi pidana badan yang lebih berat dan larangan seumur hidup untuk menduduki jabatan publik.
- Edukasi Publik: Peningkatan kesadaran masyarakat tentang bahaya korupsi dapat menciptakan tekanan sosial yang lebih besar terhadap pelaku korupsi dan mendorong budaya antikorupsi.
Amnesti bagi koruptor bukanlah solusi untuk memberantas korupsi di Indonesia. Sebaliknya, langkah ini berisiko menciptakan dampak negatif yang jauh lebih besar, mulai dari melemahkan supremasi hukum hingga menciptakan budaya impunitas yang sulit diberantas. Pengalaman dari negara lain menunjukkan bahwa kebijakan semacam ini sering kali gagal mencapai tujuan yang diinginkan dan justru memperburuk masalah.
Indonesia membutuhkan pendekatan yang lebih tegas dan terukur dalam pemberantasan korupsi. Dengan memperkuat institusi penegak hukum, memperketat regulasi perampasan aset, serta mengatasi akar penyebab korupsi, negara dapat membangun sistem yang lebih transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Hanya dengan cara ini, visi Indonesia bebas dari korupsi dapat benar-benar terwujud. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Skandal Abad Ini: Jokowi Masuk Daftar Elite Kejahatan Global 2024
Pengampunan Koruptor: Harapan Baru atau Titik Nol Pemberantasan Korupsi?
Koruptor Diampuni? Pengkhianatan Terbesar terhadap Keadilan!
Koruptor Bebas dengan Denda? Drama Pengampunan yang Gagal Total!
Korupsi: Kanker Mematikan yang Menggerogoti Indonesia!
Mary Jane Veloso: Dua Kutub Nasib dalam Satu Hidup
Darah Remaja di Ujung Peluru: Aksi Polisi yang Berujung Tragedi
Peluru Tajam di Jalanan: Tragedi di Tangan Penegak Hukum
Pelajar Tertembak: Nyawa Melayang di Tengah Tuduhan Tawuran yang Sarat Kontroversi
Guru Pengabdi 16 Tahun Dibebaskan dari Jerat Kriminalisasi: Keadilan yang Akhirnya Datang
Era Baru HAM di Bawah Prabowo: Harapan Besar atau Ancaman Gelap?
Teriakan Keadilan: Perjuangan Tak Berujung untuk Sang Siswi yang Terlupakan!
Prabowo Gempur Korupsi: Bersihkan Indonesia Demi Ekonomi Sehat dan Masa Depan Cerah!
Jerat Hukum Mengerikan: Keluarga Rafael Alun Terancam Gulungan Besar Kasus Pencucian Uang!
Kementerian Komunikasi dan Digital Diguncang! Komplotan Pelindung Situs Judi Terbongkar
Skandal Judi Online: 11 Pegawai Komdigi Terlibat, Menteri Geram dan Bertindak Tegas!
Drama Penahanan Tom Lembong: Menguak Skandal Besar Impor Gula di Indonesia
Benteng Pemberantas Judi Daring Justru Jadi Sarang Perlindungan!
Putusan MK Guncang UU Cipta Kerja: Kluster Ketenagakerjaan Tumbang, Buruh Rayakan Kemenangan Besar!
Drama Korupsi Gula: Tom Lembong di Bawah Tembak Politik dan Hukum!
Skandal Manis Berujung Pahit: Misteri Korupsi Gula yang Terbongkar Setelah Sembilan Tahun
RUU Perampasan Aset: Harapan Terakhir Bangsa Mengakhiri Korupsi!
Supriyani: Guru yang Dituduh Memukul Anak Polisi, Terjebak dalam Jaring Hukum yang Tak Kunjung Lepas
Reformasi Total: Gaji Hakim Melambung, Integritas Pengadilan Terpuruk ?
Jerat Maut Korupsi: Sahbirin Noor dan Miliaran Rupiah Uang Suap yang Terkubur di Balik Proyek
Indonesia, Surga bagi Koruptor dengan Vonis Ringan yang Mengejutkan!
Pemecatan yang Menghancurkan Karier: Rudy Soik dan Sidang Tanpa Suara
Hutan Indonesia di Ujung Kehancuran: Jerat Impunitas Korporasi yang Tak Terbendung
Rudy Soik: Sang Penantang Mafia BBM yang Dikorbankan Demi Kekuasaan?
Skandal Korupsi Gubernur Kalsel: Sahbirin Noor Dicegah ke Luar Negeri, Terancam DPO!
MAKI Tantang Kejagung! Robert Bonosusatya Bebas dari Jerat Korupsi Timah?
Kejagung Bongkar Rekor! Uang Rp 372 Miliar Disembunyikan di Lemari Besi Kasus Duta Palma
Skandal Tambang Miliaran! Mantan Gubernur Kaltim Terjerat Korupsi Besar-Besaran ?
Tragedi Bekasi: Salah Prosedur Polisi ? , Tujuh Remaja Tewas di Kali!
Mengendalikan Triliunan Rupiah: Bos Narkoba Hendra Sabarudin dari Dalam Lapas
Relawan Tanam Pohon atau Tanam Konflik? PT MEG dan Drama Eco City di Pulau Rempang
Menjaga KPK: Ketatnya Pengawasan, Longgarnya Etika
Drama Kepemimpinan Kadin: Siapa Bos, Siapa ‘Bos’?
Drama Kadin: Aklamasi Sah, Kuorum Bisa Disanggah
300 Triliun Hilang, Hukuman Ditebus dengan Rp 5.000: Harga Keadilan di Tanah Timah
Munaslub: Ketika Kuorum Jadi Interpretasi Pribadi
Drama Munaslub: Ketika Kursi Ketua Kadin Jadi Rebutan, Hukum Cuma Penonton?
Anindya Bakrie Naik Tahta Kadin: Munaslub ala ‘Keluarga Besar’ yang Ditolak 20+ Provinsi
Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara
Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi