Jakarta, Kowantaranews.com -Pagi di Wall Street pada Jumat, 11 April 2025, terasa seperti adegan dari film drama ekonomi: layar-layar perdagangan memerah, pedagang saham berteriak, dan telepon berdering tanpa henti. Di balik kekacauan ini, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menjadi pusat perhatian dunia. Dengan satu keputusan berani—atau mungkin gegabah—ia menaikkan tarif impor untuk produk China hingga 145 persen, memicu perang dagang yang mengguncang pasar global. Tak cukup sampai di situ, tarif 25 persen untuk produk Kanada dan retorika politik yang tajam membuat AS, yang selama ini menjadi magnet wisata dunia, kini ditinggalkan. Wisatawan internasional, dari Eropa hingga Asia, memilih untuk menutup koper mereka dan terbang ke destinasi yang lebih ramah—salah satunya Bali, pulau kecil di Indonesia yang tiba-tiba menjadi bintang baru di panggung pariwisata global.
Gelombang Pembatalan: AS Kehilangan Pesona
Kisah dimulai dengan individu-individu yang kecewa. Olja Ivanic, seorang CEO startup kesehatan dari Austria, awalnya bersemangat merencanakan reuni keluarga di AS. Ia ingin mengajak sepupu-sepupunya dari Swedia untuk hiking di Colorado, lalu menjelajahi kemegahan Los Angeles dan San Francisco pada Juni 2025. Namun, kebijakan tarif Trump dan nada agresifnya terhadap dunia internasional membuat rencana itu ambruk. “Sepupu saya bilang mereka tak mau ambil risiko di AS sekarang,” kata Ivanic. Alih-alih ke Denver, mereka memesan tiket ke Paris dan Roma, sementara Ivanic mendengar kabar bahwa Bali menjadi opsi lain yang menggoda dengan pantai-pantainya yang memesona.
Di Perancis, David Pereira, seorang penggemar budaya AS berusia 53 tahun, juga membatalkan impian masa kecilnya. Dengan koleksi mobil Mustang antik dan truk GMC 1970-an, Pereira tumbuh besar dengan menonton The A-Team dan Happy Days, menjadikan AS sebagai tanah suci baginya. Ia telah belasan kali mengunjungi AS, tetapi Taman Nasional Yellowstone tetap menjadi destinasi yang belum tercapai. Rencana untuk ke sana pada 2025 batal setelah ia muak dengan retorika Trump yang dianggap memusuhi dunia. “Saya ingin melihat Yellowstone, tapi bukan di bawah bayang-bayang kebencian,” ujarnya. Pereira akhirnya memesan liburan ke Bali, tertarik dengan janji ketenangan Ubud dan ombak Kuta.
Sementara itu, di Kanada, Ian Urquhart, seorang akademisi dari Universitas Alberta, memilih memboikot AS dengan cara yang lebih tegas. Ia membatalkan perjalanan ke Las Vegas untuk menonton konser Coldplay, rela kehilangan deposit 500 dolar AS (sekitar Rp8,3 juta). Candaan Trump tentang menjadikan Kanada “negara bagian ke-51” menjadi pemicu utama. “Ini soal harga diri,” katanya. Urquhart dan keluarganya kini merencanakan liburan ke Bali, terpikat oleh budaya lokal dan spa mewah di Seminyak. “Bali terdengar seperti tempat untuk menyegarkan jiwa, bukan menambah stres,” tambahnya.
Baca juga : Rupiah Jatuh, Bankir Berlatih Yoga: Tetap Tenang di Tengah Badai Dollar
Baca juga : Negeri Kaya SDA, Tapi Cintanya Nggak Pasti
Baca juga : Skandal Emas Antam: Korupsi Rp 3,3 Triliun Guncang Keuangan Negara!
Pasar Bereaksi: Dari Wall Street ke Bali
Keputusan Trump untuk menaikkan tarif impor bukan hanya mengguncang bursa saham, tetapi juga industri pariwisata AS, yang menyumbang 1,3 triliun dolar AS pada 2024. Indeks S&P 500 anjlok 3,5 persen, dan Dow Jones turun 2,5 persen pada Jumat itu, mencerminkan kepanikan investor. Data real-time menunjukkan S&P 500 ETF (SPY) sempat jatuh ke level terendah intraday $520,447 sebelum pulih ke $533,94, sementara Dow Jones ETF (DIA) menyentuh $392,784 sebelum ditutup di $401,91. Volatilitas ini bukan hanya soal angka, tetapi juga sinyal bahwa kepercayaan terhadap AS sebagai destinasi aman dan menarik mulai luntur.
Laporan Tourism Economics per Maret 2025 memperkirakan kunjungan wisatawan internasional ke AS akan turun 5,5 persen pada 2025, berbanding terbalik dengan proyeksi awal pertumbuhan 9 persen. Kerugian belanja wisatawan diperkirakan mencapai 18 miliar dolar AS. Penurunan terbesar datang dari Asia, dengan wisatawan China turun 24 persen dan Korea Selatan 20 persen, sebagian besar akibat peringatan risiko perjalanan dari Beijing. Eropa Barat juga terpukul, dengan Jerman (-56 persen), Swiss (-45 persen), dan Belgia (-38 persen) mencatatkan penurunan tajam. Kanada, sumber wisatawan terbesar dengan 20,4 juta kunjungan pada 2024, melihat penurunan 45 persen hanya dalam hitungan hari setelah tarif 25 persen diumumkan. Pengecualian kecil terjadi di Inggris (+7 persen) dan Timur Tengah (+3-5 persen), tetapi tidak cukup untuk menyelamatkan situasi.
Sementara pasar saham AS bergoyang, Bali justru bersinar. Pulau ini, yang dikenal dengan sawah hijau, pura kuno, dan pantai berpasir putih, melaporkan lonjakan reservasi hotel sebesar 25 persen dari wisatawan Eropa dan Kanada sejak awal 2025. Data dari Kementerian Pariwisata Indonesia menunjukkan kunjungan wisatawan asing ke Bali naik 15 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dengan banyak wisatawan menyebutkan “ketidaknyamanan dengan AS” sebagai alasan. Hotel-hotel di Nusa Dua dan Ubud melaporkan okupansi mendekati 90 persen untuk musim panas 2025, didorong oleh wisatawan yang membatalkan rencana ke New York atau California.
Mengapa AS Ditinggalkan?
Ada tiga pilar utama yang membuat AS kehilangan daya tariknya:
- Tarif dan Perang Dagang: Kenaikan tarif 145 persen untuk China dan 25 persen untuk Kanada bukan hanya mengganggu perdagangan, tetapi juga menciptakan persepsi bahwa AS sedang menutup diri. China membalas dengan tarif 125 persen, sementara Kanada melihat candaan Trump sebagai penghinaan. Wisatawan seperti Pereira merasa bahwa “AS tidak lagi menyambut dunia.”
- Retorika Politik: Pernyataan Trump yang kontroversial—mulai dari ancaman terhadap mitra dagang hingga komentar yang dianggap anti-LGBTQ+—memicu kemarahan global. Survei YouGov per Maret 2025 menunjukkan 74 persen warga Denmark dan 63 persen Swedia kini memandang AS secara negatif, angka terendah dalam sejarah survei sejak 2016. Bahkan di Indonesia, media lokal mulai menyebut AS sebagai “destinasi yang bikin was-was.”
- Kebijakan Diskriminatif: Aturan visa yang mewajibkan deklarasi jenis kelamin biologis dan penghapusan penanda “X” untuk nonbiner membuat negara-negara seperti Jerman dan Norwegia mengeluarkan peringatan perjalanan untuk komunitas LGBTQ+. Insiden penahanan wisatawan di perbatasan—like seorang warga Inggris selama 10 hari—memperburuk citra AS sebagai negara yang rumit untuk dikunjungi.
Bali: Oase Baru Wisatawan
Sementara AS bergulat dengan krisis pariwisata, Bali muncul sebagai pemenang tak terduga. Pulau ini menawarkan kombinasi unik: budaya yang kaya, alam yang menakjubkan, dan keramahan yang sulit ditolak. Pepa Cuevas, seorang warga Madrid yang membatalkan rencana ski di Colorado, kini memesan vila di Canggu untuk musim panas. “Bali punya segalanya—pantai, yoga, dan makanan yang luar biasa. Mengapa harus ke AS yang penuh drama?” katanya.
Data dari Asosiasi Pariwisata Bali menunjukkan peningkatan 20 persen dalam pemesanan tur dari Kanada, yang sebelumnya mendominasi pasar AS. Wisatawan Asia, terutama dari China dan Korea Selatan, juga beralih ke Bali setelah peringatan risiko perjalanan ke AS. Kementerian Pariwisata China, yang menyebut AS sebagai destinasi “berisiko tinggi” pada April 2025, secara tidak langsung mendorong wisatawan ke negara-negara tetangga seperti Indonesia. Bahkan, Bali mulai menarik perhatian sebagai lokasi acara bisnis dan pernikahan, dengan hotel seperti The Apurva Kempinski melaporkan kenaikan pendapatan 18 persen dari pasar internasional.
Dampak Ekonomi dan Krisis Identitas
Bagi AS, penurunan pariwisata bukan hanya soal kehilangan dolar. Asosiasi Perjalanan AS memperkirakan bahwa penurunan 10 persen wisatawan Kanada saja dapat menghapus 14.000 pekerjaan dan 2,1 miliar dolar AS dalam pendapatan. California, yang meraup 24 miliar dolar AS dari wisatawan internasional pada 2023, kini menghadapi ancaman penurunan reservasi hingga 30 persen. New York, dengan Broadway dan Times Square yang biasanya ramai, melaporkan penurunan pencarian daring untuk akomodasi.
Namun, dampak terbesar mungkin adalah krisis identitas. Neri Karra Sillaman, pakar dari Universitas Oxford, memperingatkan bahwa AS berisiko menjadi “masyarakat tertutup” yang kehilangan daya saing. Pariwisata, sebagai pilar soft power, memungkinkan AS untuk memamerkan budaya dan nilai-nilainya. Ketika wisatawan memilih Bali daripada New York, AS kehilangan kesempatan untuk membentuk persepsi global yang positif. “Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi tentang hilangnya kepercayaan dunia,” kata Sillaman.
Indonesia: Memanfaatkan Peluang
Di tengah kekacauan global, Indonesia, khususnya Bali, berada di posisi strategis. Pemerintah Indonesia telah meluncurkan kampanye “Wonderful Indonesia” yang menargetkan wisatawan Eropa dan Amerika Utara, dengan fokus pada keberlanjutan dan budaya lokal. Para pengamat pariwisata memberi masukan bahwa Bali bisa menjadi “pelarian sempurna” bagi wisatawan yang mencari ketenangan di tengah gejolak politik global. Namun, tantangan seperti infrastruktur dan pelemahan rupiah (Rp17.217 per dolar AS) perlu diatasi untuk memaksimalkan peluang ini.
Dunia Memilih Bali
Keputusan Trump untuk “menarifkan dunia” telah mengubah peta pariwisata global. AS, yang dulu menjadi simbol kebebasan dan petualangan, kini dianggap sebagai destinasi yang penuh risiko dan ketidakpastian. Sementara saham-saham di Wall Street terpuruk dan hotel-hotel di New York sepi, Bali menari dalam sorotan dunia. Dari pura di Uluwatu hingga sunset di Jimbaran, pulau ini menawarkan apa yang kini dicari wisatawan: kedamaian, keindahan, dan keramahan. Pesan dari wisatawan global jelas—jika AS terus menutup pintu, dunia akan menemukan pintu lain, dan untuk saat ini, pintu itu bertuliskan “Selamat Datang di Bali!” HIDUP BALI ! By Mukroni
Foto Kementerian Pariwisata
- Berita Terkait :
Rupiah Jatuh, Bankir Berlatih Yoga: Tetap Tenang di Tengah Badai Dollar
Negeri Kaya SDA, Tapi Cintanya Nggak Pasti
Skandal Emas Antam: Korupsi Rp 3,3 Triliun Guncang Keuangan Negara!
Maraknya Penembakan! Indonesia Dibayangi Krisis Keamanan
Mengapa Amnesti untuk Koruptor Bukan Solusi?
Skandal Abad Ini: Jokowi Masuk Daftar Elite Kejahatan Global 2024
Pengampunan Koruptor: Harapan Baru atau Titik Nol Pemberantasan Korupsi?
Koruptor Diampuni? Pengkhianatan Terbesar terhadap Keadilan!
Koruptor Bebas dengan Denda? Drama Pengampunan yang Gagal Total!
Korupsi: Kanker Mematikan yang Menggerogoti Indonesia!
Mary Jane Veloso: Dua Kutub Nasib dalam Satu Hidup
Darah Remaja di Ujung Peluru: Aksi Polisi yang Berujung Tragedi
Peluru Tajam di Jalanan: Tragedi di Tangan Penegak Hukum
Pelajar Tertembak: Nyawa Melayang di Tengah Tuduhan Tawuran yang Sarat Kontroversi
Guru Pengabdi 16 Tahun Dibebaskan dari Jerat Kriminalisasi: Keadilan yang Akhirnya Datang
Era Baru HAM di Bawah Prabowo: Harapan Besar atau Ancaman Gelap?
Teriakan Keadilan: Perjuangan Tak Berujung untuk Sang Siswi yang Terlupakan!
Prabowo Gempur Korupsi: Bersihkan Indonesia Demi Ekonomi Sehat dan Masa Depan Cerah!
Jerat Hukum Mengerikan: Keluarga Rafael Alun Terancam Gulungan Besar Kasus Pencucian Uang!
Kementerian Komunikasi dan Digital Diguncang! Komplotan Pelindung Situs Judi Terbongkar
Skandal Judi Online: 11 Pegawai Komdigi Terlibat, Menteri Geram dan Bertindak Tegas!
Drama Penahanan Tom Lembong: Menguak Skandal Besar Impor Gula di Indonesia
Benteng Pemberantas Judi Daring Justru Jadi Sarang Perlindungan!
Putusan MK Guncang UU Cipta Kerja: Kluster Ketenagakerjaan Tumbang, Buruh Rayakan Kemenangan Besar!
Drama Korupsi Gula: Tom Lembong di Bawah Tembak Politik dan Hukum!
Skandal Manis Berujung Pahit: Misteri Korupsi Gula yang Terbongkar Setelah Sembilan Tahun
RUU Perampasan Aset: Harapan Terakhir Bangsa Mengakhiri Korupsi!
Supriyani: Guru yang Dituduh Memukul Anak Polisi, Terjebak dalam Jaring Hukum yang Tak Kunjung Lepas
Reformasi Total: Gaji Hakim Melambung, Integritas Pengadilan Terpuruk ?
Jerat Maut Korupsi: Sahbirin Noor dan Miliaran Rupiah Uang Suap yang Terkubur di Balik Proyek
Indonesia, Surga bagi Koruptor dengan Vonis Ringan yang Mengejutkan!
Pemecatan yang Menghancurkan Karier: Rudy Soik dan Sidang Tanpa Suara
Hutan Indonesia di Ujung Kehancuran: Jerat Impunitas Korporasi yang Tak Terbendung
Rudy Soik: Sang Penantang Mafia BBM yang Dikorbankan Demi Kekuasaan?
Skandal Korupsi Gubernur Kalsel: Sahbirin Noor Dicegah ke Luar Negeri, Terancam DPO!
MAKI Tantang Kejagung! Robert Bonosusatya Bebas dari Jerat Korupsi Timah?
Kejagung Bongkar Rekor! Uang Rp 372 Miliar Disembunyikan di Lemari Besi Kasus Duta Palma
Skandal Tambang Miliaran! Mantan Gubernur Kaltim Terjerat Korupsi Besar-Besaran ?
Tragedi Bekasi: Salah Prosedur Polisi ? , Tujuh Remaja Tewas di Kali!
Mengendalikan Triliunan Rupiah: Bos Narkoba Hendra Sabarudin dari Dalam Lapas
Relawan Tanam Pohon atau Tanam Konflik? PT MEG dan Drama Eco City di Pulau Rempang
Menjaga KPK: Ketatnya Pengawasan, Longgarnya Etika
Drama Kepemimpinan Kadin: Siapa Bos, Siapa ‘Bos’?
Drama Kadin: Aklamasi Sah, Kuorum Bisa Disanggah
300 Triliun Hilang, Hukuman Ditebus dengan Rp 5.000: Harga Keadilan di Tanah Timah
Munaslub: Ketika Kuorum Jadi Interpretasi Pribadi
Drama Munaslub: Ketika Kursi Ketua Kadin Jadi Rebutan, Hukum Cuma Penonton?
Anindya Bakrie Naik Tahta Kadin: Munaslub ala ‘Keluarga Besar’ yang Ditolak 20+ Provinsi
Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara
Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi