Jakarta, Kowantaranews.com -Indonesia adalah negeri yang dikaruniai kekayaan alam luar biasa. Dari tambang emas di Papua, batu bara di Kalimantan, sampai nikel dan timah di Sulawesi dan Bangka Belitung, semuanya ada. Belum lagi hutan tropis yang luas, lautan yang kaya hasil tangkapan, dan tanah yang subur sepanjang garis khatulistiwa. Jika kekayaan sumber daya alam bisa menjamin kemakmuran, seharusnya Indonesia sudah jadi negara superpower. Tapi kenyataannya, investor asing sering kali hanya mampir sebentar sebelum akhirnya pergi tanpa pamit. Kenapa bisa begitu? Jawabannya: karena cintanya—baca: kepastian hukum dan iklim investasi—nggak pasti.
Dalam dunia percintaan, komitmen dan kejelasan arah hubungan adalah segalanya. Hal serupa berlaku dalam dunia investasi. Investor butuh kepastian hukum, kejelasan regulasi, dan birokrasi yang tidak berbelit-belit. Namun di Indonesia, justru hal-hal inilah yang jadi batu sandungan. Sumber daya alam memang menggoda, tapi jika dibarengi dengan peraturan yang berubah-ubah, proses perizinan yang panjang dan mahal, serta pungutan liar di sana-sini, siapa yang betah?
Menurut laporan UNCTAD 2024, Indonesia berada di peringkat kedua penerima investasi asing langsung (FDI) di Asia Tenggara, di bawah Singapura dan sedikit di atas Vietnam. Namun angka tersebut belum mencerminkan potensi riil yang dimiliki Indonesia. Sebab, jika dilihat dari sisi kemudahan berbisnis dan kelancaran investasi, Indonesia masih kalah telak dari Vietnam, yang menjadi primadona baru di mata investor global.
“Masalah utama kita itu bukan kekurangan daya tarik, tapi terlalu banyak drama,” ujar Bhima Yudhistira, Direktur Celios. Ia menyebutkan bahwa biaya produksi di Indonesia membengkak karena adanya biaya siluman dan ketidakefisienan birokrasi. Di atas kertas, upah buruh Indonesia memang rendah, tapi produktivitas juga rendah. Ditambah dengan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) Indonesia yang mencapai 6,33—artinya untuk menghasilkan satu unit output, diperlukan lebih dari enam unit modal—membuat Indonesia tidak kompetitif.
Baca juga : Skandal Emas Antam: Korupsi Rp 3,3 Triliun Guncang Keuangan Negara!
Baca juga : Maraknya Penembakan! Indonesia Dibayangi Krisis Keamanan
Baca juga : Mengapa Amnesti untuk Koruptor Bukan Solusi?
Sementara itu, di Vietnam, Malaysia, dan Thailand, ICOR hanya berkisar 4–5. Artinya, mereka bisa menghasilkan barang dengan modal lebih kecil. Bagi investor, tentu ini jadi pertimbangan penting. Mereka tidak sekadar melihat berapa besar upah, tapi seberapa besar hasil yang bisa diperoleh dari setiap rupiah yang ditanamkan.
Tak hanya itu, inkonsistensi kebijakan juga menjadi momok. Tahun 2024, pemerintah sempat mengusulkan kenaikan tarif PPN jadi 12 persen, lalu membatalkannya tanpa kejelasan. Februari 2025, muncul revisi UU BUMN yang mengubah banyak aturan fundamental. Kebijakan yang berubah-ubah seperti ini membuat investor bingung dan cenderung menunda atau bahkan membatalkan rencana investasinya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia, Shinta Kamdani, menambahkan bahwa koordinasi antar-lembaga pemerintahan masih lemah. Kebijakan di pusat tidak selalu sinkron dengan implementasi di daerah. Akibatnya, izin usaha bisa terhambat hanya karena interpretasi aturan yang berbeda antarinstansi. Ini belum termasuk praktik korupsi, pungli, dan premanisme yang kerap membayangi dunia usaha di lapangan.
“Investor juga manusia, mereka punya perasaan. Kalau terus dikecewakan, ya mereka cari yang lain,” ujar Shinta dengan nada setengah berseloroh.
Masalah lain yang kerap luput dari perhatian adalah transparansi dan akuntabilitas. Menurut Heber Simbolon dari Asosiasi Produktivitas Indonesia, investor tidak hanya takut pada korupsi, tetapi juga pada ketidakpastian sosial dan politik. Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, maka stabilitas negara pun dipertanyakan. Dan bagi investor, stabilitas adalah pondasi.
Ada juga aspek pasar domestik. Sering kali pemerintah mengandalkan besarnya jumlah penduduk sebagai daya tarik pasar. Tapi realitanya, daya beli masyarakat menurun. Kelas menengah turun 16 persen dalam lima tahun terakhir. Jumlah penduduk memang besar, tapi tanpa daya beli yang kuat, pasar hanya jadi angka tanpa makna.
Meski demikian, Indonesia masih punya harapan. Bonus demografi, transformasi digital, dan potensi hilirisasi industri masih menjadi kartu truf jika dikelola dengan baik. Untuk itu, pemerintah perlu fokus pada pembenahan birokrasi, penyederhanaan regulasi, pemberantasan korupsi, serta pembangunan SDM yang kompeten dan produktif.
Sebagaimana dalam hubungan asmara, jika Indonesia ingin mempertahankan investor, maka harus bisa memberi kepastian. Kepastian hukum, kepastian kebijakan, dan kepastian perlakuan. Jangan sampai Indonesia hanya jadi tempat singgah, bukan tempat berlabuh.
Cinta sejati butuh komitmen dan kejujuran. Dan dalam dunia investasi, komitmen itu bernama regulasi yang jelas, birokrasi yang efisien, serta hukum yang ditegakkan secara adil dan konsisten. Jika semua itu bisa diwujudkan, maka kekayaan alam Indonesia tidak lagi hanya jadi pujian kosong, tetapi jadi magnet kuat yang mengundang investor untuk datang dan tinggal.
Karena di ujung hari, siapa pun bisa jatuh cinta pada keelokan alam Indonesia. Tapi yang bertahan hanyalah mereka yang diberi kepastian. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Skandal Emas Antam: Korupsi Rp 3,3 Triliun Guncang Keuangan Negara!
Maraknya Penembakan! Indonesia Dibayangi Krisis Keamanan
Mengapa Amnesti untuk Koruptor Bukan Solusi?
Skandal Abad Ini: Jokowi Masuk Daftar Elite Kejahatan Global 2024
Pengampunan Koruptor: Harapan Baru atau Titik Nol Pemberantasan Korupsi?
Koruptor Diampuni? Pengkhianatan Terbesar terhadap Keadilan!
Koruptor Bebas dengan Denda? Drama Pengampunan yang Gagal Total!
Korupsi: Kanker Mematikan yang Menggerogoti Indonesia!
Mary Jane Veloso: Dua Kutub Nasib dalam Satu Hidup
Darah Remaja di Ujung Peluru: Aksi Polisi yang Berujung Tragedi
Peluru Tajam di Jalanan: Tragedi di Tangan Penegak Hukum
Pelajar Tertembak: Nyawa Melayang di Tengah Tuduhan Tawuran yang Sarat Kontroversi
Guru Pengabdi 16 Tahun Dibebaskan dari Jerat Kriminalisasi: Keadilan yang Akhirnya Datang
Era Baru HAM di Bawah Prabowo: Harapan Besar atau Ancaman Gelap?
Teriakan Keadilan: Perjuangan Tak Berujung untuk Sang Siswi yang Terlupakan!
Prabowo Gempur Korupsi: Bersihkan Indonesia Demi Ekonomi Sehat dan Masa Depan Cerah!
Jerat Hukum Mengerikan: Keluarga Rafael Alun Terancam Gulungan Besar Kasus Pencucian Uang!
Kementerian Komunikasi dan Digital Diguncang! Komplotan Pelindung Situs Judi Terbongkar
Skandal Judi Online: 11 Pegawai Komdigi Terlibat, Menteri Geram dan Bertindak Tegas!
Drama Penahanan Tom Lembong: Menguak Skandal Besar Impor Gula di Indonesia
Benteng Pemberantas Judi Daring Justru Jadi Sarang Perlindungan!
Putusan MK Guncang UU Cipta Kerja: Kluster Ketenagakerjaan Tumbang, Buruh Rayakan Kemenangan Besar!
Drama Korupsi Gula: Tom Lembong di Bawah Tembak Politik dan Hukum!
Skandal Manis Berujung Pahit: Misteri Korupsi Gula yang Terbongkar Setelah Sembilan Tahun
RUU Perampasan Aset: Harapan Terakhir Bangsa Mengakhiri Korupsi!
Supriyani: Guru yang Dituduh Memukul Anak Polisi, Terjebak dalam Jaring Hukum yang Tak Kunjung Lepas
Reformasi Total: Gaji Hakim Melambung, Integritas Pengadilan Terpuruk ?
Jerat Maut Korupsi: Sahbirin Noor dan Miliaran Rupiah Uang Suap yang Terkubur di Balik Proyek
Indonesia, Surga bagi Koruptor dengan Vonis Ringan yang Mengejutkan!
Pemecatan yang Menghancurkan Karier: Rudy Soik dan Sidang Tanpa Suara
Hutan Indonesia di Ujung Kehancuran: Jerat Impunitas Korporasi yang Tak Terbendung
Rudy Soik: Sang Penantang Mafia BBM yang Dikorbankan Demi Kekuasaan?
Skandal Korupsi Gubernur Kalsel: Sahbirin Noor Dicegah ke Luar Negeri, Terancam DPO!
MAKI Tantang Kejagung! Robert Bonosusatya Bebas dari Jerat Korupsi Timah?
Kejagung Bongkar Rekor! Uang Rp 372 Miliar Disembunyikan di Lemari Besi Kasus Duta Palma
Skandal Tambang Miliaran! Mantan Gubernur Kaltim Terjerat Korupsi Besar-Besaran ?
Tragedi Bekasi: Salah Prosedur Polisi ? , Tujuh Remaja Tewas di Kali!
Mengendalikan Triliunan Rupiah: Bos Narkoba Hendra Sabarudin dari Dalam Lapas
Relawan Tanam Pohon atau Tanam Konflik? PT MEG dan Drama Eco City di Pulau Rempang
Menjaga KPK: Ketatnya Pengawasan, Longgarnya Etika
Drama Kepemimpinan Kadin: Siapa Bos, Siapa ‘Bos’?
Drama Kadin: Aklamasi Sah, Kuorum Bisa Disanggah
300 Triliun Hilang, Hukuman Ditebus dengan Rp 5.000: Harga Keadilan di Tanah Timah
Munaslub: Ketika Kuorum Jadi Interpretasi Pribadi
Drama Munaslub: Ketika Kursi Ketua Kadin Jadi Rebutan, Hukum Cuma Penonton?
Anindya Bakrie Naik Tahta Kadin: Munaslub ala ‘Keluarga Besar’ yang Ditolak 20+ Provinsi
Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara
Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi