• Jum. Jun 20th, 2025

KowantaraNews

Halal Gratis, Warteg Nge-Hits: Tanpa Drama, Cuma Solusi!

Negeri Kaya SDA, Tapi Cintanya Nggak Pasti

ByAdmin

Apr 6, 2025
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Indonesia adalah negeri yang dikaruniai kekayaan alam luar biasa. Dari tambang emas di Papua, batu bara di Kalimantan, sampai nikel dan timah di Sulawesi dan Bangka Belitung, semuanya ada. Belum lagi hutan tropis yang luas, lautan yang kaya hasil tangkapan, dan tanah yang subur sepanjang garis khatulistiwa. Jika kekayaan sumber daya alam bisa menjamin kemakmuran, seharusnya Indonesia sudah jadi negara superpower. Tapi kenyataannya, investor asing sering kali hanya mampir sebentar sebelum akhirnya pergi tanpa pamit. Kenapa bisa begitu? Jawabannya: karena cintanya—baca: kepastian hukum dan iklim investasi—nggak pasti.

Dalam dunia percintaan, komitmen dan kejelasan arah hubungan adalah segalanya. Hal serupa berlaku dalam dunia investasi. Investor butuh kepastian hukum, kejelasan regulasi, dan birokrasi yang tidak berbelit-belit. Namun di Indonesia, justru hal-hal inilah yang jadi batu sandungan. Sumber daya alam memang menggoda, tapi jika dibarengi dengan peraturan yang berubah-ubah, proses perizinan yang panjang dan mahal, serta pungutan liar di sana-sini, siapa yang betah?

Menurut laporan UNCTAD 2024, Indonesia berada di peringkat kedua penerima investasi asing langsung (FDI) di Asia Tenggara, di bawah Singapura dan sedikit di atas Vietnam. Namun angka tersebut belum mencerminkan potensi riil yang dimiliki Indonesia. Sebab, jika dilihat dari sisi kemudahan berbisnis dan kelancaran investasi, Indonesia masih kalah telak dari Vietnam, yang menjadi primadona baru di mata investor global.

“Masalah utama kita itu bukan kekurangan daya tarik, tapi terlalu banyak drama,” ujar Bhima Yudhistira, Direktur Celios. Ia menyebutkan bahwa biaya produksi di Indonesia membengkak karena adanya biaya siluman dan ketidakefisienan birokrasi. Di atas kertas, upah buruh Indonesia memang rendah, tapi produktivitas juga rendah. Ditambah dengan ICOR (Incremental Capital Output Ratio) Indonesia yang mencapai 6,33—artinya untuk menghasilkan satu unit output, diperlukan lebih dari enam unit modal—membuat Indonesia tidak kompetitif.

Baca juga : Skandal Emas Antam: Korupsi Rp 3,3 Triliun Guncang Keuangan Negara!

Baca juga : Maraknya Penembakan! Indonesia Dibayangi Krisis Keamanan

Baca juga : Mengapa Amnesti untuk Koruptor Bukan Solusi?

Sementara itu, di Vietnam, Malaysia, dan Thailand, ICOR hanya berkisar 4–5. Artinya, mereka bisa menghasilkan barang dengan modal lebih kecil. Bagi investor, tentu ini jadi pertimbangan penting. Mereka tidak sekadar melihat berapa besar upah, tapi seberapa besar hasil yang bisa diperoleh dari setiap rupiah yang ditanamkan.

Tak hanya itu, inkonsistensi kebijakan juga menjadi momok. Tahun 2024, pemerintah sempat mengusulkan kenaikan tarif PPN jadi 12 persen, lalu membatalkannya tanpa kejelasan. Februari 2025, muncul revisi UU BUMN yang mengubah banyak aturan fundamental. Kebijakan yang berubah-ubah seperti ini membuat investor bingung dan cenderung menunda atau bahkan membatalkan rencana investasinya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia, Shinta Kamdani, menambahkan bahwa koordinasi antar-lembaga pemerintahan masih lemah. Kebijakan di pusat tidak selalu sinkron dengan implementasi di daerah. Akibatnya, izin usaha bisa terhambat hanya karena interpretasi aturan yang berbeda antarinstansi. Ini belum termasuk praktik korupsi, pungli, dan premanisme yang kerap membayangi dunia usaha di lapangan.

“Investor juga manusia, mereka punya perasaan. Kalau terus dikecewakan, ya mereka cari yang lain,” ujar Shinta dengan nada setengah berseloroh.

Masalah lain yang kerap luput dari perhatian adalah transparansi dan akuntabilitas. Menurut Heber Simbolon dari Asosiasi Produktivitas Indonesia, investor tidak hanya takut pada korupsi, tetapi juga pada ketidakpastian sosial dan politik. Ketika masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, maka stabilitas negara pun dipertanyakan. Dan bagi investor, stabilitas adalah pondasi.

Ada juga aspek pasar domestik. Sering kali pemerintah mengandalkan besarnya jumlah penduduk sebagai daya tarik pasar. Tapi realitanya, daya beli masyarakat menurun. Kelas menengah turun 16 persen dalam lima tahun terakhir. Jumlah penduduk memang besar, tapi tanpa daya beli yang kuat, pasar hanya jadi angka tanpa makna.

Meski demikian, Indonesia masih punya harapan. Bonus demografi, transformasi digital, dan potensi hilirisasi industri masih menjadi kartu truf jika dikelola dengan baik. Untuk itu, pemerintah perlu fokus pada pembenahan birokrasi, penyederhanaan regulasi, pemberantasan korupsi, serta pembangunan SDM yang kompeten dan produktif.

Sebagaimana dalam hubungan asmara, jika Indonesia ingin mempertahankan investor, maka harus bisa memberi kepastian. Kepastian hukum, kepastian kebijakan, dan kepastian perlakuan. Jangan sampai Indonesia hanya jadi tempat singgah, bukan tempat berlabuh.

Cinta sejati butuh komitmen dan kejujuran. Dan dalam dunia investasi, komitmen itu bernama regulasi yang jelas, birokrasi yang efisien, serta hukum yang ditegakkan secara adil dan konsisten. Jika semua itu bisa diwujudkan, maka kekayaan alam Indonesia tidak lagi hanya jadi pujian kosong, tetapi jadi magnet kuat yang mengundang investor untuk datang dan tinggal.

Karena di ujung hari, siapa pun bisa jatuh cinta pada keelokan alam Indonesia. Tapi yang bertahan hanyalah mereka yang diberi kepastian. By Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait :

Skandal Emas Antam: Korupsi Rp 3,3 Triliun Guncang Keuangan Negara!

Maraknya Penembakan! Indonesia Dibayangi Krisis Keamanan

Mengapa Amnesti untuk Koruptor Bukan Solusi?

Skandal Abad Ini: Jokowi Masuk Daftar Elite Kejahatan Global 2024

Pengampunan Koruptor: Harapan Baru atau Titik Nol Pemberantasan Korupsi?

Koruptor Diampuni? Pengkhianatan Terbesar terhadap Keadilan!

Koruptor Bebas dengan Denda? Drama Pengampunan yang Gagal Total!

Korupsi: Kanker Mematikan yang Menggerogoti Indonesia!

Mary Jane Veloso: Dua Kutub Nasib dalam Satu Hidup

Darah Remaja di Ujung Peluru: Aksi Polisi yang Berujung Tragedi

Peluru Tajam di Jalanan: Tragedi di Tangan Penegak Hukum

Pelajar Tertembak: Nyawa Melayang di Tengah Tuduhan Tawuran yang Sarat Kontroversi

Guru Pengabdi 16 Tahun Dibebaskan dari Jerat Kriminalisasi: Keadilan yang Akhirnya Datang

Era Baru HAM di Bawah Prabowo: Harapan Besar atau Ancaman Gelap?

Teriakan Keadilan: Perjuangan Tak Berujung untuk Sang Siswi yang Terlupakan!

Prabowo Gempur Korupsi: Bersihkan Indonesia Demi Ekonomi Sehat dan Masa Depan Cerah!

Jerat Hukum Mengerikan: Keluarga Rafael Alun Terancam Gulungan Besar Kasus Pencucian Uang!

Kementerian Komunikasi dan Digital Diguncang! Komplotan Pelindung Situs Judi Terbongkar

Skandal Judi Online: 11 Pegawai Komdigi Terlibat, Menteri Geram dan Bertindak Tegas!

Drama Penahanan Tom Lembong: Menguak Skandal Besar Impor Gula di Indonesia

Benteng Pemberantas Judi Daring Justru Jadi Sarang Perlindungan!

Putusan MK Guncang UU Cipta Kerja: Kluster Ketenagakerjaan Tumbang, Buruh Rayakan Kemenangan Besar!

Drama Korupsi Gula: Tom Lembong di Bawah Tembak Politik dan Hukum!

Skandal Manis Berujung Pahit: Misteri Korupsi Gula yang Terbongkar Setelah Sembilan Tahun

RUU Perampasan Aset: Harapan Terakhir Bangsa Mengakhiri Korupsi!

Miliaran Rupiah dan Skandal di Balik Tirai Hukum: Terungkapnya Jaringan Makelar Kasus di Mahkamah Agung!

Supriyani: Guru yang Dituduh Memukul Anak Polisi, Terjebak dalam Jaring Hukum yang Tak Kunjung Lepas

Reformasi Total: Gaji Hakim Melambung, Integritas Pengadilan Terpuruk ?

Yones Douw dan Kekecewaannya terhadap Pernyataan Yusril Ihza Mahendra: Sebuah Pengkhianatan terhadap Penegakan HAM?

Jerat Maut Korupsi: Sahbirin Noor dan Miliaran Rupiah Uang Suap yang Terkubur di Balik Proyek

Indonesia, Surga bagi Koruptor dengan Vonis Ringan yang Mengejutkan!

Pemecatan yang Menghancurkan Karier: Rudy Soik dan Sidang Tanpa Suara

Hutan Indonesia di Ujung Kehancuran: Jerat Impunitas Korporasi yang Tak Terbendung

Rudy Soik: Sang Penantang Mafia BBM yang Dikorbankan Demi Kekuasaan?

Skandal Korupsi Gubernur Kalsel: Sahbirin Noor Dicegah ke Luar Negeri, Terancam DPO!

Polisi Bongkar Jaringan Judi Daring Raksasa: Perputaran Uang Capai Rp 685,5 Miliar, Libatkan WNA dan Aplikasi Ilegal!

MAKI Tantang Kejagung! Robert Bonosusatya Bebas dari Jerat Korupsi Timah?

Kejagung Bongkar Rekor! Uang Rp 372 Miliar Disembunyikan di Lemari Besi Kasus Duta Palma

Skandal Etik di Tubuh KPK: Wakil Ketua KPK Diduga Bertemu Tersangka Korupsi, Integritas Dipertaruhkan!

Skandal Tambang Miliaran! Mantan Gubernur Kaltim Terjerat Korupsi Besar-Besaran ?

Tragedi Bekasi: Salah Prosedur Polisi ? , Tujuh Remaja Tewas di Kali!

Mengendalikan Triliunan Rupiah: Bos Narkoba Hendra Sabarudin dari Dalam Lapas

Relawan Tanam Pohon atau Tanam Konflik? PT MEG dan Drama Eco City di Pulau Rempang

Menjaga KPK: Ketatnya Pengawasan, Longgarnya Etika

Drama Kepemimpinan Kadin: Siapa Bos, Siapa ‘Bos’?

Drama Kadin: Aklamasi Sah, Kuorum Bisa Disanggah

300 Triliun Hilang, Hukuman Ditebus dengan Rp 5.000: Harga Keadilan di Tanah Timah

Munaslub: Ketika Kuorum Jadi Interpretasi Pribadi

Drama Munaslub: Ketika Kursi Ketua Kadin Jadi Rebutan, Hukum Cuma Penonton?

Anindya Bakrie Naik Tahta Kadin: Munaslub ala ‘Keluarga Besar’ yang Ditolak 20+ Provinsi

Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara

Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *