Jakarta, Kowantaranews.com — Bayangkan ini: Anda duduk di tepi kasur, memandangi dompet yang semakin tipis, sementara nilai tukar rupiah di layar ponsel Anda menunjukkan angka Rp 16.943 per dolar AS. Anda menghela napas, tapi di sudut lain kota, para bankir sedang melakukan pose “downward dog” dalam sesi yoga darurat. Ya, rupiah jatuh lagi, dan industri perbankan Indonesia tampaknya sedang mencari zen di tengah badai ekonomi yang tak kunjung reda. Apa yang terjadi? Mari kita ulas dengan santai, tapi tetap serius—lagipula, ini soal uang kita semua.
Rupiah dalam Mode Survival
Hari ini, Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) mencatat nilai tukar rupiah menembus Rp 16.943 per dolar AS pada penutupan perdagangan, Rabu (9/4/2025). Angka ini adalah yang terburuk sepanjang tahun, dengan depresiasi 4,86% dibandingkan akhir 2024. Kalau rupiah adalah pelari marathon, dia sudah kehabisan napas di kilometer terakhir—dan penyebabnya? Campuran drama global dan lokal yang lebih rumit dari sinetron prime time.
Di panggung internasional, Presiden AS Donald Trump kembali jadi penutup berita utama dengan kebijakan tarif impor barunya. Indonesia kena getahnya dengan tarif bea masuk 32%, tertinggi keenam di ASEAN. “Selamat datang di klub eksklusif,” mungkin kata Trump sambil tersenyum, tapi bagi eksportir Indonesia, ini seperti tamparan di tengah muka. Ketegangan geopolitik juga tak kalah seru: konflik Rusia-Ukraina, Israel-Hamas, dan intervensi AS di Yaman membuat investor global panik, lalu kabur ke pelukan dolar AS yang hangat dan aman.
Sementara itu, di dalam negeri, pemerintah sibuk dengan program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (anggaran Rp 171 triliun) dan pembentukan super holding BUMN Danantara. Investor lokal dan asing memandang ini dengan alis terangkat: “Bagus sih, tapi duitnya dari mana?” Ketidakpastian fiskal ini seperti bensin yang dituang ke api, membuat rupiah semakin terpuruk. “Kami baik-baik saja,” kata rupiah dalam hati, tapi wajahnya pucat pasi.
Bankir: Yoga, Stres Test, dan Kopi Pahit
Di tengah kekacauan ini, para bankir tak tinggal diam. Mereka tak hanya duduk di ruang rapat dengan kening berkerut, tapi juga mulai menggelar tikar yoga untuk menjaga ketenangan. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan Bank Mandiri, dua raksasa perbankan, jadi contoh bagaimana industri ini mencoba bertahan.
Hera F Haryn, Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility BCA, tampaknya punya mantra sendiri. “Kami mencermati dinamika makro-ekonomi domestik dan global,” katanya dalam keterangan tertulis. Dalam bahasa awam: “Kami tahu dunia sedang kacau, tapi kami tetap santai.” BCA menjaga rasio Posisi Devisa Neto (PDN) di angka 0,3%, jauh di bawah batas maksimum 20%. Ini seperti seseorang yang membawa payung kecil di tengah hujan badai—cukup untuk bertahan, tapi jangan tanya kalau angin kencang datang.
BCA juga rajin melakukan stress test, atau uji stres, untuk melihat seberapa kuat mereka menghadapi guncangan nilai tukar dan suku bunga. “Kami siap,” kata Hera, mungkin sambil menyesap teh hijau setelah sesi meditasi. Likuiditas dan permodalan yang solid jadi senjata utama BCA, ditambah pendekatan prudent yang terdengar seperti jargon bankir untuk “kami tak mau ambil risiko gila-gilaan.”
Di sisi lain, Bank Mandiri punya pendekatan yang sedikit lebih agresif—tapi tetap dengan senyum tenang. Corporate Secretary Bank Mandiri, M Ashidiq Iswara, bilang kredit valas mereka naik 10,12% per Desember 2024, mendukung nasabah global yang haus dolar. Dana Pihak Ketiga (DPK) valas juga tumbuh 5,92%, terutama dari aktivitas trade finance dan treasury. “Kami punya rencana cadangan,” ujar Ashidiq, menyebut opsi pendanaan seperti transaksi bilateral, club deal, hingga penerbitan surat utang. Baru-baru ini, mereka menerbitkan Euro Medium Term Note (EMTN) senilai USD 800 juta pada 24 Maret 2025—langkah yang terasa seperti bankir bilang, “Kami tak cuma bertahan, kami ekspansi!”
Baca juga : Negeri Kaya SDA, Tapi Cintanya Nggak Pasti
Baca juga : Skandal Emas Antam: Korupsi Rp 3,3 Triliun Guncang Keuangan Negara!
Baca juga : Maraknya Penembakan! Indonesia Dibayangi Krisis Keamanan
Risiko: Ketika Dompet dan Jiwa Sama-Sama Tertekan
Tapi, tak ada cerita heroik tanpa musuh bebuyutan. Perbankan menghadapi tiga monster besar: kredit valas, capital outflow, dan likuiditas yang makin ketat. Kredit valas per Februari 2025 mencapai Rp 1.217 triliun, atau 15,33% dari total kredit. Bayangkan kalau suku bunga global naik—debitur yang pinjam dolar bisa megap-megap bayar cicilan, dan bank harus siap dengan tisu untuk kredit macet.
Lalu ada capital outflow. Investor asing, melihat suku bunga AS menggoda dan rupiah yang limbung, mulai menarik dana mereka. “Maaf ya, Indonesia, aku ke Amerika dulu,” kata mereka sambil membawa koper penuh dolar. Rasio Loan-to-Deposit (LDR) yang naik ke 87,7% juga jadi alarm: likuiditas domestik seperti air di musim kemarau—ada, tapi tak cukup untuk semua.
Pengamat perbankan Paul Sutaryono ikut angkat bicara. “Risikonya besar? Tidak juga,” katanya dari Jakarta. “Tapi bank harus lebih hati-hati.” Menurutnya, Bank Indonesia (BI) harus terus intervensi pasar untuk stabilkan rupiah, meski itu seperti minum obat: efektif, tapi cadangan devisa bisa ikut terkuras.
Domino Ekonomi: Dari Tahu-Tempe sampai APBN
Efeknya tak cuma di menara bank ber-AC. Di pasar, harga kedelai impor melonjak ke Rp 9.000–10.000 per kg. Produsen tahu-tempe mulai mengeluh, “Mau naikkan harga, takut pelanggan kabur.” Produksi turun, PHK mengintai, dan daya beli rakyat ikut lesu. Inflasi pun mengintip dari balik pintu, didorong biaya impor yang naik dan utang luar negeri yang makin mahal. Defisit APBN? Jangan tanya—dia sudah pusing sendiri.
Kajian Office of Chief Economist Bank Mandiri menyebut kebijakan tarif Trump bisa picu stagflasi global. Ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pun sirna, membuat pasar keuangan bergetar. “Ini bukan cuma soal perdagangan,” tulis mereka. “Sektor keuangan juga kena getahnya.”
Solusi: Yoga Kolektif atau Kebijakan Nyata?
Lalu, apa yang bisa dilakukan? BI mungkin harus turun tangan lebih sering, meski cadangan devisa jadi taruhannya. Bank disarankan diversifikasi portofolio ke sektor domestik—konsumsi, infrastruktur, kesehatan—daripada bergantung pada ekspor yang lagi tersendat. Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga diminta bangun sistem peringatan dini yang lebih canggih, seperti alarm kebakaran di tengah hutan kering.
Proyeksi? Rupiah mungkin menemukan “keseimbangan baru” di Rp 16.500–17.000 per dolar kalau situasi tak membaik. Tapi Paul Sutaryono optimis ringan: “Bankir Indonesia tangguh. Mereka sudah biasa main di lapangan sulit.”
Tetap Tenang, Tapi Siap Berlari
Jadi, sementara rupiah jatuh dan dunia bergejolak, para bankir memilih berlatih yoga—secara harfiah atau kiasan. Mereka tetap tenang, tapi tak lengah. BCA dan Bank Mandiri menunjukkan bahwa dengan likuiditas prudent, stress test, dan sedikit kreativitas, badai dolar bisa dilalui. Tapi, stabilitas sejati butuh lebih dari pose “warrior”—kebijakan fiskal yang masuk akal dan kerja sama semua pihak jadi kunci.
Bagi kita, rakyat biasa? Mungkin saatnya ikut yoga juga. Atau paling tidak, simpan recehan di bawah bantal—siapa tahu besok rupiah butuh semangat lebih. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Negeri Kaya SDA, Tapi Cintanya Nggak Pasti
Skandal Emas Antam: Korupsi Rp 3,3 Triliun Guncang Keuangan Negara!
Maraknya Penembakan! Indonesia Dibayangi Krisis Keamanan
Mengapa Amnesti untuk Koruptor Bukan Solusi?
Skandal Abad Ini: Jokowi Masuk Daftar Elite Kejahatan Global 2024
Pengampunan Koruptor: Harapan Baru atau Titik Nol Pemberantasan Korupsi?
Koruptor Diampuni? Pengkhianatan Terbesar terhadap Keadilan!
Koruptor Bebas dengan Denda? Drama Pengampunan yang Gagal Total!
Korupsi: Kanker Mematikan yang Menggerogoti Indonesia!
Mary Jane Veloso: Dua Kutub Nasib dalam Satu Hidup
Darah Remaja di Ujung Peluru: Aksi Polisi yang Berujung Tragedi
Peluru Tajam di Jalanan: Tragedi di Tangan Penegak Hukum
Pelajar Tertembak: Nyawa Melayang di Tengah Tuduhan Tawuran yang Sarat Kontroversi
Guru Pengabdi 16 Tahun Dibebaskan dari Jerat Kriminalisasi: Keadilan yang Akhirnya Datang
Era Baru HAM di Bawah Prabowo: Harapan Besar atau Ancaman Gelap?
Teriakan Keadilan: Perjuangan Tak Berujung untuk Sang Siswi yang Terlupakan!
Prabowo Gempur Korupsi: Bersihkan Indonesia Demi Ekonomi Sehat dan Masa Depan Cerah!
Jerat Hukum Mengerikan: Keluarga Rafael Alun Terancam Gulungan Besar Kasus Pencucian Uang!
Kementerian Komunikasi dan Digital Diguncang! Komplotan Pelindung Situs Judi Terbongkar
Skandal Judi Online: 11 Pegawai Komdigi Terlibat, Menteri Geram dan Bertindak Tegas!
Drama Penahanan Tom Lembong: Menguak Skandal Besar Impor Gula di Indonesia
Benteng Pemberantas Judi Daring Justru Jadi Sarang Perlindungan!
Putusan MK Guncang UU Cipta Kerja: Kluster Ketenagakerjaan Tumbang, Buruh Rayakan Kemenangan Besar!
Drama Korupsi Gula: Tom Lembong di Bawah Tembak Politik dan Hukum!
Skandal Manis Berujung Pahit: Misteri Korupsi Gula yang Terbongkar Setelah Sembilan Tahun
RUU Perampasan Aset: Harapan Terakhir Bangsa Mengakhiri Korupsi!
Supriyani: Guru yang Dituduh Memukul Anak Polisi, Terjebak dalam Jaring Hukum yang Tak Kunjung Lepas
Reformasi Total: Gaji Hakim Melambung, Integritas Pengadilan Terpuruk ?
Jerat Maut Korupsi: Sahbirin Noor dan Miliaran Rupiah Uang Suap yang Terkubur di Balik Proyek
Indonesia, Surga bagi Koruptor dengan Vonis Ringan yang Mengejutkan!
Pemecatan yang Menghancurkan Karier: Rudy Soik dan Sidang Tanpa Suara
Hutan Indonesia di Ujung Kehancuran: Jerat Impunitas Korporasi yang Tak Terbendung
Rudy Soik: Sang Penantang Mafia BBM yang Dikorbankan Demi Kekuasaan?
Skandal Korupsi Gubernur Kalsel: Sahbirin Noor Dicegah ke Luar Negeri, Terancam DPO!
MAKI Tantang Kejagung! Robert Bonosusatya Bebas dari Jerat Korupsi Timah?
Kejagung Bongkar Rekor! Uang Rp 372 Miliar Disembunyikan di Lemari Besi Kasus Duta Palma
Skandal Tambang Miliaran! Mantan Gubernur Kaltim Terjerat Korupsi Besar-Besaran ?
Tragedi Bekasi: Salah Prosedur Polisi ? , Tujuh Remaja Tewas di Kali!
Mengendalikan Triliunan Rupiah: Bos Narkoba Hendra Sabarudin dari Dalam Lapas
Relawan Tanam Pohon atau Tanam Konflik? PT MEG dan Drama Eco City di Pulau Rempang
Menjaga KPK: Ketatnya Pengawasan, Longgarnya Etika
Drama Kepemimpinan Kadin: Siapa Bos, Siapa ‘Bos’?
Drama Kadin: Aklamasi Sah, Kuorum Bisa Disanggah
300 Triliun Hilang, Hukuman Ditebus dengan Rp 5.000: Harga Keadilan di Tanah Timah
Munaslub: Ketika Kuorum Jadi Interpretasi Pribadi
Drama Munaslub: Ketika Kursi Ketua Kadin Jadi Rebutan, Hukum Cuma Penonton?
Anindya Bakrie Naik Tahta Kadin: Munaslub ala ‘Keluarga Besar’ yang Ditolak 20+ Provinsi
Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara
Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi