Jakarta, Kowantaranews.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menjadi salah satu unggulan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan gizi anak-anak dan mengurangi ketimpangan sosial, tengah menjadi sorotan. Dengan anggaran yang melonjak dari Rp71 triliun menjadi Rp171 triliun, program ini diharapkan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan sosial. Namun, laporan terbaru dari Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menunjukkan bahwa MBG belum mampu membuat ekonomi Indonesia berlari kencang. Bahkan, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) masih seperti pelari yang baru mulai latihan—lambat dan terengah-engah. Apa yang terjadi? Mengapa program yang digadang-gadang ini belum bisa mencetak “medali emas” untuk ekonomi nasional? Mari kita telusuri lebih dalam.
Awal Mula MBG: Ambisi Besar, Langkah Kecil
MBG dirancang untuk memberikan makanan bergizi kepada anak-anak sekolah, terutama dari keluarga kurang mampu, sebagai bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan mengurangi angka kemiskinan. Dengan anggaran Rp171 triliun untuk tahun 2025, program ini menargetkan jutaan anak sebagai penerima manfaat. Selain itu, MBG juga diharapkan menjadi stimulus ekonomi dengan meningkatkan permintaan di sektor pertanian, logistik, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terlibat dalam penyediaan makanan.
Namun, kenyataan di lapangan jauh dari harapan. Hingga 12 Maret 2025, laporan DEN mencatat bahwa hanya 0,42% dari anggaran MBG—atau sekitar Rp710,5 miliar—yang terserap. Angka ini sangat kecil dibandingkan dengan ambisi besar program tersebut. Dari target puluhan juta penerima manfaat, baru 2,05 juta anak yang tersentuh oleh program ini. Penyebabnya? Birokrasi yang berbelit-belit, tantangan logistik, dan kesiapan institusi pelaksana yang masih dipertanyakan.
Badan Gizi Nasional (BGN), yang ditunjuk sebagai pelaksana utama MBG, menjadi sorotan utama. Sebagai lembaga baru, BGN dinilai belum memiliki kapasitas operasional yang memadai untuk mengelola program sebesar ini. “BGN seperti pelari pemula yang langsung disuruh ikut maraton,” kata Arief Anshory Yusuf, anggota DEN, dalam sebuah wawancara. Ia menyoroti bahwa kurangnya koordinasi antarinstansi dan infrastruktur yang belum matang membuat program ini tersendat.
Dampak Ekonomi: Harapan Tinggi, Realitas Rendah
Salah satu tujuan MBG adalah memberikan dorongan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi. Pemerintah berharap bahwa aliran anggaran besar ke sektor pangan akan menciptakan efek domino: petani akan mendapat pasar baru, UMKM kuliner akan kebanjiran pesanan, dan lapangan kerja akan bermunculan. Namun, analisis DEN menggunakan model input-output menunjukkan bahwa dampak MBG terhadap PDB pada 2025 hanya berkisar antara 0,01% hingga 0,26%. Angka ini jauh dari ekspektasi awal yang menggambarkan MBG sebagai “pelari sprinter” yang akan langsung mendongkrak ekonomi.
Mengapa dampaknya begitu kecil? Pertama, penyerapan anggaran yang lambat menjadi hambatan utama. Dengan hanya 0,42% anggaran yang tersalurkan, stimulus ekonomi yang diharapkan belum terasa. “Uang yang tidak beredar sama saja seperti pelari yang masih di garis start,” ujar Ariyo Irhamna dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Ia menambahkan bahwa keterlambatan ini juga memengaruhi kepercayaan pelaku ekonomi, seperti petani dan UMKM, yang sudah bersiap untuk memenuhi permintaan MBG.
Kedua, realokasi anggaran yang besar untuk MBG memengaruhi sektor lain. DEN memperingatkan bahwa sektor jasa, yang selama ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi, berpotensi menyusut karena dana dialihkan ke MBG. Meski sektor pertanian mungkin mendapat angin segar, efek keseluruhan terhadap ekonomi tetap terbatas. “Ini seperti lari estafet: kalau satu pelari lambat, tim keseluruhan ikut terhambat,” ungkap Arief.
Di sisi lain, DEN juga menyoroti risiko jangka pendek yang lebih luas. Dengan pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan sulit bertahan di atas 5% pada 2025, tekanan untuk menjaga stabilitas makroekonomi semakin besar. MBG, yang awalnya diharapkan menjadi “pelari cadangan” untuk menyelamatkan pertumbuhan, justru belum mampu mengambil peran tersebut.
Jangka Panjang: Investasi SDM dan Pemerataan Sosial
Meski dampak jangka pendeknya minim, MBG memiliki potensi besar untuk jangka panjang. DEN memperkirakan bahwa program ini dapat meningkatkan kualitas SDM dengan mengatasi masalah gizi buruk dan stunting, yang selama ini menjadi penghambat produktivitas tenaga kerja Indonesia. Selain itu, MBG juga diproyeksikan mampu mengurangi kesenjangan pendapatan, terutama di kalangan rumah tangga miskin, dengan potensi peningkatan pendapatan sebesar 8–10%.
Efek lainnya adalah penciptaan lapangan kerja. DEN memperkirakan MBG dapat menghasilkan 900.000 hingga 1,9 juta lapangan kerja baru, terutama di sektor pertanian, logistik, dan UMKM. “Ini seperti menanam benih: hasilnya tidak langsung terlihat, tapi kalau dirawat dengan baik, pohonnya akan tumbuh besar,” kata Suahasil Nazara, Mantan Wakil Menteri Keuangan, dalam sebuah pernyataan resmi. Ia juga menambahkan bahwa 726.000 Satuan Pelayanan Gizi (SPPG) telah beroperasi, dengan rencana ekspansi bertahap hingga akhir 2025.
Namun, potensi jangka panjang ini bergantung pada eksekusi yang lebih baik. Jika tantangan kelembagaan dan logistik tidak segera diatasi, manfaat MBG bisa tergerus. “Program ini bukan sekadar soal memberi makan, tapi juga soal membangun masa depan. Tapi kalau fondasinya rapuh, gedungnya bisa ambruk,” ujar Ariyo.
Baca juga : Trump Tarif Bikin Panik? Indonesia dan UMKM Punya Jurus Anti-Guncang Ekonomi!
Baca juga : Trump Tarik Tarif, Rupiah Nangis, Swasembada Pangan Indonesia: Beras Impor atau Petani Bikin TikTok?
Baca juga : Trump Tarifkan Dunia, Turis Kabur ke Bali ? HIDUP BALI !
Tantangan Kelembagaan: BGN di Persimpangan
BGN, sebagai pelaksana MBG, menjadi titik kritis dalam keberhasilan program ini. Sebagai lembaga baru, BGN menghadapi tantangan besar dalam mengoordinasikan distribusi makanan bergizi ke seluruh Indonesia, yang memiliki geografi dan infrastruktur yang sangat beragam. Mulai dari pengadaan bahan pangan, pengolahan, hingga distribusi, setiap langkah dipenuhi hambatan. Misalnya, di daerah terpencil, logistik menjadi masalah utama karena minimnya akses transportasi dan penyimpanan yang memadai.
Para ahli menyarankan agar BGN diintegrasikan dengan Kementerian Kesehatan, yang sudah memiliki jaringan puskesmas di seluruh Indonesia. “Puskesmas bisa menjadi tulang punggung distribusi MBG. Infrastrukturnya sudah ada, tinggal dimanfaatkan,” kata Ariyo. Integrasi ini juga diharapkan dapat mengurangi birokrasi dan mempercepat penyaluran anggaran.
Selain itu, koordinasi dengan pemerintah daerah juga perlu diperkuat. Saat ini, banyak daerah yang masih bingung dengan mekanisme pelaksanaan MBG, mulai dari seleksi penerima manfaat hingga pelaporan. “Tanpa sinergi yang kuat antara pusat dan daerah, MBG akan terus berjalan pincang,” tambah Arief.
Menyeimbangkan Ambisi dan Realitas
Untuk memaksimalkan manfaat MBG, DEN dan para ahli memberikan sejumlah rekomendasi. Pertama, realokasi anggaran sebaiknya dilakukan secara bertahap untuk menghindari tekanan pada sektor lain. “Jangan taruh semua telur dalam satu keranjang. MBG penting, tapi stabilitas ekonomi juga harus dijaga,” ujar Arief.
Kedua, pemerintah perlu memprioritaskan MBG sebagai alat pemerataan sosial, bukan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Dengan menurunkan ekspektasi pertumbuhan instan, pemerintah bisa fokus pada perbaikan desain dan eksekusi program. “MBG bukan pelari sprinter, tapi pelari maraton. Kesabaran adalah kuncinya,” kata Ariyo.
Ketiga, reformasi kelembagaan harus segera dilakukan. Selain integrasi dengan Kementerian Kesehatan, BGN perlu diperkuat dengan sumber daya manusia dan teknologi yang memadai. Sistem digital untuk pelaporan dan pemantauan juga bisa membantu meningkatkan transparansi dan efisiensi.
MBG, Pelari yang Masih Pemanasan
Program Makan Bergizi Gratis adalah langkah ambisius pemerintah untuk memperbaiki gizi anak-anak dan mengurangi ketimpangan sosial. Namun, seperti pelari yang masih dalam tahap pemanasan, MBG belum mampu berlari kencang di lintasan ekonomi. Dengan penyerapan anggaran yang lambat, tantangan kelembagaan, dan dampak makroekonomi yang minim, program ini masih jauh dari garis finis.
Namun, harapan belum pupus. Dengan potensi jangka panjang untuk meningkatkan SDM, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kesenjangan, MBG tetap menjadi investasi berharga bagi masa depan Indonesia. Yang dibutuhkan sekarang adalah langkah konkret untuk memperbaiki eksekusi, memperkuat kelembagaan, dan menyeimbangkan ekspektasi. Seperti kata pepatah, “Lari maraton bukan soal kecepatan, tapi soal ketahanan.” MBG mungkin belum membuat GDP berlari kencang, tapi dengan perbaikan yang tepat, ia bisa membawa Indonesia menuju garis kemenangan di masa depan. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Trump Tarif Bikin Panik? Indonesia dan UMKM Punya Jurus Anti-Guncang Ekonomi!
Trump Tarik Tarif, Rupiah Nangis, Swasembada Pangan Indonesia: Beras Impor atau Petani Bikin TikTok?
Trump Tarifkan Dunia, Turis Kabur ke Bali ? HIDUP BALI !
Rupiah Jatuh, Bankir Berlatih Yoga: Tetap Tenang di Tengah Badai Dollar
Negeri Kaya SDA, Tapi Cintanya Nggak Pasti
Skandal Emas Antam: Korupsi Rp 3,3 Triliun Guncang Keuangan Negara!
Maraknya Penembakan! Indonesia Dibayangi Krisis Keamanan
Mengapa Amnesti untuk Koruptor Bukan Solusi?
Skandal Abad Ini: Jokowi Masuk Daftar Elite Kejahatan Global 2024
Pengampunan Koruptor: Harapan Baru atau Titik Nol Pemberantasan Korupsi?
Koruptor Diampuni? Pengkhianatan Terbesar terhadap Keadilan!
Koruptor Bebas dengan Denda? Drama Pengampunan yang Gagal Total!
Korupsi: Kanker Mematikan yang Menggerogoti Indonesia!
Mary Jane Veloso: Dua Kutub Nasib dalam Satu Hidup
Darah Remaja di Ujung Peluru: Aksi Polisi yang Berujung Tragedi
Peluru Tajam di Jalanan: Tragedi di Tangan Penegak Hukum
Pelajar Tertembak: Nyawa Melayang di Tengah Tuduhan Tawuran yang Sarat Kontroversi
Guru Pengabdi 16 Tahun Dibebaskan dari Jerat Kriminalisasi: Keadilan yang Akhirnya Datang
Era Baru HAM di Bawah Prabowo: Harapan Besar atau Ancaman Gelap?
Teriakan Keadilan: Perjuangan Tak Berujung untuk Sang Siswi yang Terlupakan!
Prabowo Gempur Korupsi: Bersihkan Indonesia Demi Ekonomi Sehat dan Masa Depan Cerah!
Jerat Hukum Mengerikan: Keluarga Rafael Alun Terancam Gulungan Besar Kasus Pencucian Uang!
Kementerian Komunikasi dan Digital Diguncang! Komplotan Pelindung Situs Judi Terbongkar
Skandal Judi Online: 11 Pegawai Komdigi Terlibat, Menteri Geram dan Bertindak Tegas!
Drama Penahanan Tom Lembong: Menguak Skandal Besar Impor Gula di Indonesia
Benteng Pemberantas Judi Daring Justru Jadi Sarang Perlindungan!
Putusan MK Guncang UU Cipta Kerja: Kluster Ketenagakerjaan Tumbang, Buruh Rayakan Kemenangan Besar!
Drama Korupsi Gula: Tom Lembong di Bawah Tembak Politik dan Hukum!
Skandal Manis Berujung Pahit: Misteri Korupsi Gula yang Terbongkar Setelah Sembilan Tahun
RUU Perampasan Aset: Harapan Terakhir Bangsa Mengakhiri Korupsi!
Supriyani: Guru yang Dituduh Memukul Anak Polisi, Terjebak dalam Jaring Hukum yang Tak Kunjung Lepas
Reformasi Total: Gaji Hakim Melambung, Integritas Pengadilan Terpuruk ?
Jerat Maut Korupsi: Sahbirin Noor dan Miliaran Rupiah Uang Suap yang Terkubur di Balik Proyek
Indonesia, Surga bagi Koruptor dengan Vonis Ringan yang Mengejutkan!
Pemecatan yang Menghancurkan Karier: Rudy Soik dan Sidang Tanpa Suara
Hutan Indonesia di Ujung Kehancuran: Jerat Impunitas Korporasi yang Tak Terbendung
Rudy Soik: Sang Penantang Mafia BBM yang Dikorbankan Demi Kekuasaan?
Skandal Korupsi Gubernur Kalsel: Sahbirin Noor Dicegah ke Luar Negeri, Terancam DPO!
MAKI Tantang Kejagung! Robert Bonosusatya Bebas dari Jerat Korupsi Timah?
Kejagung Bongkar Rekor! Uang Rp 372 Miliar Disembunyikan di Lemari Besi Kasus Duta Palma
Skandal Tambang Miliaran! Mantan Gubernur Kaltim Terjerat Korupsi Besar-Besaran ?
Tragedi Bekasi: Salah Prosedur Polisi ? , Tujuh Remaja Tewas di Kali!
Mengendalikan Triliunan Rupiah: Bos Narkoba Hendra Sabarudin dari Dalam Lapas
Relawan Tanam Pohon atau Tanam Konflik? PT MEG dan Drama Eco City di Pulau Rempang
Menjaga KPK: Ketatnya Pengawasan, Longgarnya Etika
Drama Kepemimpinan Kadin: Siapa Bos, Siapa ‘Bos’?
Drama Kadin: Aklamasi Sah, Kuorum Bisa Disanggah
300 Triliun Hilang, Hukuman Ditebus dengan Rp 5.000: Harga Keadilan di Tanah Timah
Munaslub: Ketika Kuorum Jadi Interpretasi Pribadi
Drama Munaslub: Ketika Kursi Ketua Kadin Jadi Rebutan, Hukum Cuma Penonton?
Anindya Bakrie Naik Tahta Kadin: Munaslub ala ‘Keluarga Besar’ yang Ditolak 20+ Provinsi
Tinjauan Pro dan Kontra Penempatan Komponen Cadangan di Ibu Kota Nusantara
Strategi Presiden Jokowi dalam Memilih Pimpinan KPK: Membaca Dinamika Politik dan Hukum di Indonesia
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi