• Rab. Jul 2nd, 2025

KowantaraNews

Halal Gratis, Warteg Nge-Hits: Tanpa Drama, Cuma Solusi!

Deregulasi Bikin Impor Melaju, Industri Lokal Teriak: ‘Warteg Aja Lebih Terlindungi!’

ByAdmin

Mei 13, 2025
Sharing is caring

Jakarta, Kowantarnews.com – Dunia perdagangan Indonesia sedang berada di persimpangan yang menarik sekaligus menantang. Di satu sisi, kunjungan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ke Amerika Serikat (AS) baru-baru ini membuka peluang emas untuk kerja sama di sektor alas kaki, garmen, elektronik, hingga mineral kritis. Di sisi lain, ambisi memperluas akses pasar ini memunculkan dilema klasik: bagaimana menyeimbangkan deregulasi untuk memperlancar perdagangan dengan proteksi untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan impor? Pelaku industri lokal bahkan mulai bergurau, “Warteg aja lebih terlindungi dari persaingan ketimbang kita!” Artikel ini mengupas tuntas dinamika tersebut dengan sedikit bumbu humor, tapi tetap berpijak pada fakta.

Deregulasi: Jalan Tol untuk Impor atau Jebakan Birokrasi?

Hambatan nontarif (NTB) selama ini menjadi duri dalam hubungan dagang Indonesia-AS. Pelaku usaha AS mengeluhkan proses birokrasi yang berbelit-belit, mulai dari asesmen produk susu yang bisa memakan waktu hingga tiga tahun, sertifikasi halal untuk daging yang bikin pusing, hingga aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang membuat raksasa teknologi seperti Apple mengernyitkan dahi. “Bayangkan, untuk masuk pasar Indonesia, kami harus lulus ujian birokrasi yang lebih sulit daripada tes masuk Harvard,” keluh seorang pengusaha AS dalam forum bisnis di Washington, seperti dikutip dari laporan Kadin.

Menjawab keluhan ini, pemerintah Indonesia membentuk Satgas Deregulasi, sebuah tim superhero birokrasi yang bertugas menyapu bersih aturan tumpang tindih dan mempercepat perizinan. Langkah konkretnya termasuk audit regulasi di sektor perdagangan dan penghapusan kuota impor untuk komoditas strategis seperti daging. Hasilnya? Proses perizinan yang dulu terasa seperti maraton kini mulai menyerupai lari estafet—masih melelahkan, tapi setidaknya lebih cepat.

Namun, deregulasi ini ibarat membuka pintu tol untuk impor. Produk asing kini melaju kencang ke pasar domestik, mulai dari elektronik canggih hingga tekstil murah. Pelaku industri lokal, terutama di sektor tekstil dan baja, mulai gelisah. “Kami mendukung kemudahan berusaha, tapi kalau impor bebas begini, industri lokal cuma jadi penonton,” ujar Budi, seorang pengusaha tekstil dari Bandung, sambil menyeruput kopi di sela rapat asosiasi. Ia menambahkan dengan nada bercanda, “Warteg di kampungku saja lebih terlindungi dari saingan, karena pelanggan setia sama nasi rames!”

Proteksi Industri: Warteg Lokal vs. Restoran Cepat Saji Global

Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia ternyata cukup “polos” dalam urusan proteksi industri. Data menunjukkan Indonesia hanya memiliki 370 NTB/NTM (Non-Tariff Barriers/Measures), jauh di bawah Tiongkok (2.800), India (2.500), atau bahkan Malaysia dan Thailand yang masing-masing punya lebih dari 1.000. Ketimpangan ini membuat pasar domestik Indonesia bagaikan warteg yang ramah tamu: semua boleh masuk, tapi pelaku lokal kesulitan bersaing dengan “restoran cepat saji global” yang punya modal besar dan teknologi canggih.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya menutup celah ini dengan memperkuat NTB di sektor strategis seperti tekstil, kimia, baja, elektronik, dan otomotif. Tujuannya mulia: melindungi tenaga kerja lokal dan mengurangi ketergantungan pada impor. Namun, upaya ini tidak boleh melanggar aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang ibarat wasit ketat di lapangan perdagangan global. “Kami ingin industri lokal kuat, tapi kalau proteksi kebablasan, nanti kami yang kena kartu merah dari WTO,” ujar seorang pejabat Kemenperin, sambil tersenyum kecut.

Pelajaran dari masa lalu juga jadi pengingat. Pada era 2000-an, proteksi beras yang berlebihan tanpa disertai peningkatan produktivitas justru menciptakan distorsi pasar, membuat harga melambung dan petani tetap merana. “Jangan sampai kebijakan proteksi kita kayak warteg yang cuma kasih porsi kecil dengan harga selangit,” canda Tauhid Ahmad, ekonom dari Indef, dalam sebuah diskusi daring.

Tantangan: Birokrasi Berantakan, Industri Lokal Keteteran

Di balik ambisi besar perdagangan dua arah senilai US$80–120 miliar dengan AS dalam 2–4 tahun, ada tantangan besar: sistem NTB Indonesia masih amburadul. Regulasi tidak terintegrasi, dengan proses perizinan yang melibatkan banyak kementerian—mulai dari lisensi impor, sertifikasi halal, hingga standar sanitasi dan fitosanitasi (SPS). “Ini seperti memesan makanan di warteg, tapi harus antre di lima loket berbeda untuk nasi, lauk, sayur, sambal, dan teh manis,” keluh seorang eksportir elektronik.

Implementasi yang tidak konsisten juga jadi masalah. Dibandingkan Vietnam atau Thailand, yang punya NTB lebih terstruktur, Indonesia masih tertinggal. Vietnam, misalnya, berhasil menerapkan standar teknis yang ketat untuk melindungi industri lokal sambil tetap menarik investasi asing. “Kami butuh sistem single window yang transparan, bukan single window yang cuma bikin kami pusing,” tegas Tauhid.

Strategi: Dari Warteg Lokal ke Restoran Bintang Lima

Untuk menyeimbangkan deregulasi dan proteksi, Indonesia perlu strategi jitu. Pertama, kolaborasi lintas sektor harus digalakkan. Satgas Deregulasi tidak bisa jalan sendiri; mereka harus menggandeng kementerian, pelaku usaha, dan akademisi untuk merumuskan kebijakan yang realistis. “Jangan sampai deregulasi cuma jadi slogan, tapi di lapangan masih macet,” ujar seorang pengamat perdagangan.

Kedua, diplomasi ekonomi harus diperkuat. Kerja sama dengan AS di sektor energi terbarukan, mineral kritis, dan transfer teknologi bisa menjadi pintu masuk untuk memperluas akses pasar. Misalnya, Indonesia bisa memanfaatkan kebutuhan AS akan nikel untuk baterai kendaraan listrik sebagai bargaining chip. “Kalau AS mau nikel kami, ya mereka harus buka pasar untuk elektronik dan garmen kami,” ujar seorang diplomat senior, setengah bercanda.

Ketiga, diversifikasi ekspor adalah kunci. Indonesia harus berhenti bergantung pada komoditas mentah dan beralih ke produk manufaktur bernilai tambah tinggi, seperti elektronik dan farmasi. “Warteg kami harus upgrade menu, dari nasi rames biasa jadi fusion cuisine yang mendunia,” canda seorang eksportir.

Baca juga : Preman Ngepet di Warteg, Pengangguran Ngetem: Jabodetabek Jadi Ring Tinju Ormas!

Baca juga : The Fed Bikin BI Pusing, Rupiah Ngegas, Warteg Tetap Ramai!

Baca juga : Ojol Belum BPJS, Aplikator Bilang ‘Gaspol!’, Warteg Jadi Penutup Perut!

Implikasi Global: Warteg Indonesia di Panggung Dunia

Di tengah tekanan proteksionisme AS dan dinamika WTO, Indonesia harus cerdas bermain. Kebijakan proteksi selektif untuk industri strategis perlu disertai insentif inovasi, agar industri lokal tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang. Pemberdayaan UMKM juga krusial. Dengan deregulasi prosedur ekspor dan pelatihan berbasis teknologi, UMKM bisa jadi “warteg kecil” yang go international, bersaing di platform seperti Amazon atau Alibaba.

Digitalisasi birokrasi adalah keharusan. Platform terintegrasi untuk perizinan bisa memangkas inefisiensi, seperti yang sudah dilakukan Singapura dengan TradeNet-nya. “Kalau Singapura bisa, masa warteg kita kalah canggih?” tanya seorang pelaku startup logistik.

Warteg yang Tangguh di Era Global

Deregulasi dan proteksi industri bukanlah musuh, melainkan dua sisi mata uang untuk membangun daya saing. Indonesia harus pintar menyederhanakan regulasi tanpa membiarkan pasar domestik jadi “jajahan” impor. Di saat yang sama, proteksi harus dilakukan dengan cerdas, fokus pada industri strategis dan disertai inovasi. Momentum kerja sama dengan AS adalah kesempatan emas untuk mentransformasi industri lokal, dari “warteg sederhana” menjadi “restoran bintang lima” di panggung global.

Sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan diplomasi ekonomi akan menentukan apakah Indonesia bisa jadi pemain kunci dalam perdagangan internasional tanpa mengorbankan industri dalam negeri. Seperti kata seorang pengusaha lokal sambil tertawa, “Kalau warteg saja bisa bertahan dari gempuran kafe kekinian, masa industri kita nggak bisa bersaing dengan impor? Ayo, kasih bumbu inovasi dan kita rebut pasar dunia!” By Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait

Preman Ngepet di Warteg, Pengangguran Ngetem: Jabodetabek Jadi Ring Tinju Ormas!

The Fed Bikin BI Pusing, Rupiah Ngegas, Warteg Tetap Ramai!

Ojol Belum BPJS, Aplikator Bilang ‘Gaspol!’, Warteg Jadi Penutup Perut!

PHK Bikin Kantoran Jadi Penutup Warteg: Prabowo Geleng-Geleng, Orek Tempe Tetap Sold Out!

Jobless Jadi Trend, Dompet Ikut Send: BPS vs IMF Panas, Warteg Tetap Menang!

Ekonomi Loyo, Pengangguran Melejit: Warteg Tetap Ramai, Tapi Dompet Makin Sepi!

Ekonomi Indonesia 2025: Konsumsi Loyo, Rupiah Goyang, Warteg Tetap Jaya!

PMI Anjlok, IKI Goyang, Warteg Tetap Jaya: Industri Indonesia Lawan Badai Tarif Trump!

PHK Mengintai, Tarif Trump Menghantui, Warteg: Tenang, Ada Telor Dadar!

Warteg Halal Harap-Harap Cemas: UMKM Indonesia Lawan Tarif Trump dan Gempuran Impor China!

Prabowo Jalan-jalan ke China, ASEAN Cuma Dapat Senyum dari

GPN & QRIS: Warteg Go Digital, Transaksi Nusantara Gaspol, AS Cuma Bisa Cemas!

Indonesia vs AS: Tarif Impor Bikin Heboh, Warteg Jagokan Dompet Digital!

Utang Rp 250 Triliun Numpuk, Pemerintah Frontloading Biar Warteg Tetep Jualan Tempe!

Indonesia ke AS: ‘Tarif Dikurangin Dong, Kami Beli Energi, Kedelai, Sekalian Stok Warteg!’

TikTok Tawar Tarif: AS-China Ribut, Indonesia Santai di Warteg!

Kelapa Meroket, Warteg Meratap: Drama Harga di Pasar Negeri Sawit!

Trump Tarik Tarif, Rupiah Rontok, Warteg pun Waswas: Drama Ekonomi 2025!

Danantara dan Dolar: Prabowo Bikin Warteg Nusantara atau Kebingungan?

Warteg Lawan Tarif Trump: Nasi Oreg Tempe Bikin Dunia Ketagihan!

Perang Melawan Resesi: UMKM Indonesia Bersenjatakan E-Commerce & KUR, Pemerintah Salurkan Rp171 Triliun untuk Taklukkan Pasar ASEAN!

Gempuran Koperasi Desa Merah Putih: 70.000 Pusat Ekonomi Baru Siap Mengubah Indonesia!

1 Juta Mimpi Terhambat: UMKM Berjuang Melawan Kredit Macet

Warteg Jadi Garda Terdepan Revolusi Gizi Nasional!

Skema Makan Bergizi Gratis: Asa Besar yang Membebani UMKM

Revolusi Gizi: Makan Gratis untuk Selamatkan Jutaan Jiwa dari Kelaparan

Gebrakan Sejarah: Revolusi Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Lokal Bangkit!

PPN 12 Persen: Harapan atau Ancaman Bagi Ekonomi Rakyat?

Setengah Kekayaan Negeri dalam Genggaman Segelintir Orang: Potret Suram Kesenjangan Ekonomi Indonesia

Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?

Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!

Rupiah di Ujung Tanduk: Bank Indonesia Siapkan “Senjata Pamungkas” untuk Lawan Gejolak Dolar AS!

PPN Naik, Dompet Rakyat Tercekik: Ancaman Ekonomi 2025 di Depan Mata!

12% PPN: Bom Waktu untuk Ekonomi Rakyat Kecil

Prabowo Hadapi Warisan Beban Utang Raksasa: Misi Penyelamatan Anggaran di Tengah Tekanan Infrastruktur Jokowi

Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia

Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?

Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?

Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!

Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?

QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia

Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!

Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!

Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?

Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?

Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!

Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!

Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!

Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?

Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!

Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!

Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!

Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!

Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!

Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!

APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi

“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”

Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *