• Jum. Jun 20th, 2025

KowantaraNews

Halal Gratis, Warteg Nge-Hits: Tanpa Drama, Cuma Solusi!

Kredit TPT: Baju Baru Industri, Tapi Bank Masih Pilih-Pilih, Beda Sama Warteg yang Selalu Ramah ke Dompet!

ByAdmin

Mei 19, 2025
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com – Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ibarat pelanggan setia warteg: selalu hadir, punya potensi besar, tapi kadang cuma dilirik sekilas oleh perbankan yang “pilih-pilih” soal kredit. Sementara warteg dengan ramah membuka pintu untuk semua dompet, bank tampaknya masih memakai kacamata kritis, memilah-milah siapa yang layak dapat “porsi” kredit. Di tengah tantangan struktural, tekanan eksternal, dan peluang pasar yang menggiurkan, industri TPT berjuang untuk tetap jadi penutup kebutuhan sandang nasional, sekaligus penopang ekonomi inklusif. Apa yang membuat bank begitu “pelit”, dan bagaimana sektor ini bisa bangkit seperti warteg yang selalu ramai pelanggan? Mari kita ulas.

Kontribusi TPT: Lebih dari Sekadar Baju

Sektor TPT bukan cuma soal kain dan benang. Dengan pertumbuhan 4,64% per Maret 2025, industri ini menyumbang 1,02% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Angka ini mungkin terlihat kecil dibandingkan sektor raksasa seperti pertambangan atau jasa, tapi jangan salah: TPT adalah “warteg” ekonomi nasional, menyediakan lapangan kerja bagi 4 juta pekerja, atau 20% dari total tenaga kerja manufaktur. Dari penjahit di kampung hingga pekerja pabrik garmen besar, TPT adalah tulang punggung ekonomi inklusif, menyerap tenaga kerja dengan berbagai tingkat keterampilan.

Bayangkan: setiap helai baju yang kita pakai, setiap seragam sekolah, hingga kain dekorasi rumah, banyak yang lahir dari tangan pekerja TPT. Pasar domestiknya sendiri mencatatkan konsumsi sebesar $16 miliar pada 2022, dengan perputaran bisnis mencapai $35 miliar. Ini bukan angka kecil untuk industri yang kerap dianggap “tradisional”. Tapi, seperti pelanggan warteg yang setia meski menu sederhana, TPT terus bertahan di tengah badai ekonomi.

Tantangan: Dompet Bank yang Sulit Dibuka

Namun, seperti pelanggan warteg yang kadang kehabisan lauk favorit, industri TPT juga menghadapi kendala besar: kredit perbankan yang seret. Dari total kredit perbankan nasional, hanya 2,03% yang mengalir ke sektor ini. Padahal, kontribusinya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja jauh lebih signifikan. Mengapa bank begitu pelit, berbeda dengan warteg yang selalu menyambut hangat?

Pertama, ada risiko struktural yang membuat bank berpikir dua kali. Produktivitas TPT menurun akibat ketergantungan pada tenaga kerja tidak terampil, minimnya adopsi teknologi, dan rasio utang perusahaan yang tinggi. Kasus kebangkrutan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu raksasa tekstil Indonesia, menjadi contoh nyata. Dengan utang menumpuk dan pasar ekspor yang tertekan, Sritex jadi alarm bagi perbankan untuk lebih hati-hati.

Kedua, faktor eksternal menambah kerumitan. Volatilitas harga bahan baku global, seperti kapas dan serat sintetis, bikin biaya produksi sulit diprediksi. Pelemahan Rupiah memperparah situasi, membuat impor bahan baku makin mahal. Belum lagi kebijakan tarif proteksionis dari Amerika Serikat, pasar ekspor utama TPT Indonesia, yang menekan daya saing produk lokal.

Ketiga, regulasi impor yang seharusnya melindungi malah jadi bumerang. Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024, yang mengatur impor tekstil, gagal membendung banjir produk murah dari luar, terutama Tiongkok. Akibatnya, pasar domestik dikuasai barang impor, dan produsen lokal kesulitan bersaing. Ini seperti warteg yang tiba-tiba kebanjiran pelanggan dari restoran sebelah, tapi tanpa tambahan lauk untuk melayani semua orang.

Respons Perbankan: Pilih-Pilih seperti di Restoran Mewah

Di tengah tantangan ini, perbankan memilih bersikap seperti pelayan restoran mewah: selektif dan konservatif. Bank seperti CIMB Niaga, misalnya, lebih fokus pada analisis individu perusahaan ketimbang kinerja industri secara keseluruhan. Mereka menilai rekam jejak keuangan, kesehatan modal, strategi ekspor-impor, hingga apakah perusahaan punya captive market yang kuat. Hanya perusahaan dengan “CV kinclong” yang mendapat prioritas kredit.

Data menunjukkan kredit ke sektor manufaktur tumbuh 8,79% menjadi Rp1.227,75 triliun pada Triwulan I-2025. Namun, secara keseluruhan, pertumbuhan kredit melambat ke 9,16%, mencerminkan kehati-hatian bank di tengah ketidakpastian ekonomi. Ini kontras dengan semangat warteg, yang tak pernah pilih-pilih pelanggan, entah itu tukang ojek atau pekerja kantoran.

Sikap konservatif ini juga dipengaruhi oleh tingginya Non-Performing Loan (NPL) di sektor lain. Sektor listrik/gas mencatat NPL 2,93%, akomodasi 3,72%, dan perikanan bahkan 5,10%. Angka-angka ini membuat bank was-was, takut kredit macet bertambah jika terlalu “royal” ke TPT. Akibatnya, industri tekstil yang sebenarnya punya potensi besar sering kali hanya mendapat “sisa porsi” dari meja kredit perbankan.

Prospek: Warteg TPT yang Bisa Jadi Restoran Bintang Lima

Meski penuh tantangan, TPT punya peluang besar untuk bangkit, seperti warteg sederhana yang bisa naik kelas jadi restoran bintang lima. Pasar domestik yang bernilai $16 miliar adalah modal awal yang kuat. Ditambah potensi ekspor ke pasar non-tradisional seperti Afrika atau Asia Selatan, TPT bisa menjadi mesin ekonomi yang lebih tangguh.

Namun, revitalisasi adalah kunci. Industri ini perlu investasi besar dalam teknologi dan otomasi untuk meningkatkan produktivitas. Ketergantungan pada impor bahan baku juga harus dikurangi, misalnya dengan mengembangkan industri serat sintetis lokal. Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pelatihan teknis dan manajerial akan membantu TPT berinovasi, menciptakan produk yang lebih kompetitif di pasar global.

Baca juga : IKN: Kota Baru, Warteg Ditolak, Swasta Harus Cepu!

Baca juga : Sarjana Nganggur, SMK Juara Menganggur: Ekonomi Loyo, Lulusan Cuma Nongkrong di Warteg!

Baca juga : AS-China Tarif Damai Sementara, Indonesia Siap Cetak Cuan dari Warteg ke Pasar Global!

Sinergi untuk Membuka “Warteg” yang Lebih Besar

Untuk mewujudkan potensi ini, diperlukan sinergi ala warteg: ramah, inklusif, tapi tetap strategis. Berikut beberapa rekomendasi:

  1. Kebijakan Pemerintah yang Lebih Protektif
    Pemerintah perlu mengevaluasi Permendag No. 8/2024 agar lebih efektif melindungi pasar domestik dari banjir impor. Insentif seperti keringanan pajak untuk investasi teknologi, subsidi bahan baku, dan program pelatihan tenaga kerja juga krusial. Ini seperti menambah menu baru di warteg agar pelanggan makin betah.
  2. Peran Bank BUMN
    Bank pemerintah, seperti BRI atau Mandiri, bisa memimpin penyaluran kredit ke TPT dengan skema pembiayaan khusus, misalnya kredit investasi untuk modernisasi mesin. Tentu saja, ini harus diimbangi dengan manajemen risiko yang ketat agar NPL tetap terkendali. Bayangkan bank BUMN sebagai “koki warteg” yang siap menyajikan kredit dengan porsi pas untuk industri.
  3. Kolaborasi Industri dan Keuangan
    Perbankan perlu mengembangkan model penilaian risiko yang lebih fleksibel, tanpa mengorbankan kehati-hatian. Misalnya, skema kredit berbasis proyek untuk perusahaan yang ingin berekspansi ke pasar ekspor baru. Ini seperti warteg yang menawarkan menu spesial untuk pelanggan setia.
  4. Diversifikasi Pasar dan SDM
    Industri TPT harus mengejar pasar ekspor non-tradisional dan meningkatkan kualitas produk untuk bersaing dengan negara seperti Vietnam atau Bangladesh. Pelatihan SDM juga penting untuk mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja tidak terampil, seperti mengajarkan “resep” baru agar warteg TPT bisa bersaing dengan “restoran” global.

TPT, Warteg Ekonomi yang Pantang Menyerah

Industri TPT adalah warteg ekonomi Indonesia: sederhana, merakyat, tapi punya potensi besar. Meski menghadapi tantangan seperti kredit yang seret, regulasi impor yang lemah, dan tekanan global, sektor ini tetap vital dengan kontribusi PDB 1,02% dan penyerapan 4 juta pekerja. Berbeda dengan warteg yang selalu ramah ke dompet, perbankan masih pilih-pilih dalam menyalurkan kredit, terhambat oleh risiko struktural dan NPL sektor lain.

Namun, dengan pasar domestik yang bernilai miliaran dolar dan peluang ekspor yang luas, TPT bisa bangkit. Dibutuhkan sinergi antara kebijakan pemerintah yang protektif, perbankan yang progresif, dan inovasi industri untuk menjadikan TPT “restoran bintang lima” di kancah global. Seperti warteg yang tak pernah sepi, TPT harus terus berinovasi, menyajikan “menu” baru berupa produk berkualitas dan strategi pasar yang cerdas. Dengan begitu, industri ini tak hanya akan bertahan, tapi juga mengundang lebih banyak “pelanggan” dari dalam dan luar negeri. By Mukroni

Foto Kowantaranews

  • Berita Terkait

IKN: Kota Baru, Warteg Ditolak, Swasta Harus Cepu!

Sarjana Nganggur, SMK Juara Menganggur: Ekonomi Loyo, Lulusan Cuma Nongkrong di Warteg!

AS-China Tarif Damai Sementara, Indonesia Siap Cetak Cuan dari Warteg ke Pasar Global!

Deregulasi Bikin Impor Melaju, Industri Lokal Teriak: ‘Warteg Aja Lebih Terlindungi!’

Preman Ngepet di Warteg, Pengangguran Ngetem: Jabodetabek Jadi Ring Tinju Ormas!

The Fed Bikin BI Pusing, Rupiah Ngegas, Warteg Tetap Ramai!

Ojol Belum BPJS, Aplikator Bilang ‘Gaspol!’, Warteg Jadi Penutup Perut!

PHK Bikin Kantoran Jadi Penutup Warteg: Prabowo Geleng-Geleng, Orek Tempe Tetap Sold Out!

Jobless Jadi Trend, Dompet Ikut Send: BPS vs IMF Panas, Warteg Tetap Menang!

Ekonomi Loyo, Pengangguran Melejit: Warteg Tetap Ramai, Tapi Dompet Makin Sepi!

Ekonomi Indonesia 2025: Konsumsi Loyo, Rupiah Goyang, Warteg Tetap Jaya!

PMI Anjlok, IKI Goyang, Warteg Tetap Jaya: Industri Indonesia Lawan Badai Tarif Trump!

PHK Mengintai, Tarif Trump Menghantui, Warteg: Tenang, Ada Telor Dadar!

Warteg Halal Harap-Harap Cemas: UMKM Indonesia Lawan Tarif Trump dan Gempuran Impor China!

Prabowo Jalan-jalan ke China, ASEAN Cuma Dapat Senyum dari

GPN & QRIS: Warteg Go Digital, Transaksi Nusantara Gaspol, AS Cuma Bisa Cemas!

Indonesia vs AS: Tarif Impor Bikin Heboh, Warteg Jagokan Dompet Digital!

Utang Rp 250 Triliun Numpuk, Pemerintah Frontloading Biar Warteg Tetep Jualan Tempe!

Indonesia ke AS: ‘Tarif Dikurangin Dong, Kami Beli Energi, Kedelai, Sekalian Stok Warteg!’

TikTok Tawar Tarif: AS-China Ribut, Indonesia Santai di Warteg!

Kelapa Meroket, Warteg Meratap: Drama Harga di Pasar Negeri Sawit!

Trump Tarik Tarif, Rupiah Rontok, Warteg pun Waswas: Drama Ekonomi 2025!

Danantara dan Dolar: Prabowo Bikin Warteg Nusantara atau Kebingungan?

Warteg Lawan Tarif Trump: Nasi Oreg Tempe Bikin Dunia Ketagihan!

Perang Melawan Resesi: UMKM Indonesia Bersenjatakan E-Commerce & KUR, Pemerintah Salurkan Rp171 Triliun untuk Taklukkan Pasar ASEAN!

Gempuran Koperasi Desa Merah Putih: 70.000 Pusat Ekonomi Baru Siap Mengubah Indonesia!

1 Juta Mimpi Terhambat: UMKM Berjuang Melawan Kredit Macet

Warteg Jadi Garda Terdepan Revolusi Gizi Nasional!

Skema Makan Bergizi Gratis: Asa Besar yang Membebani UMKM

Revolusi Gizi: Makan Gratis untuk Selamatkan Jutaan Jiwa dari Kelaparan

Gebrakan Sejarah: Revolusi Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Lokal Bangkit!

PPN 12 Persen: Harapan atau Ancaman Bagi Ekonomi Rakyat?

Setengah Kekayaan Negeri dalam Genggaman Segelintir Orang: Potret Suram Kesenjangan Ekonomi Indonesia

Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?

Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!

Rupiah di Ujung Tanduk: Bank Indonesia Siapkan “Senjata Pamungkas” untuk Lawan Gejolak Dolar AS!

PPN Naik, Dompet Rakyat Tercekik: Ancaman Ekonomi 2025 di Depan Mata!

12% PPN: Bom Waktu untuk Ekonomi Rakyat Kecil

Prabowo Hadapi Warisan Beban Utang Raksasa: Misi Penyelamatan Anggaran di Tengah Tekanan Infrastruktur Jokowi

Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia

Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?

Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?

Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!

Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?

QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia

Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!

Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!

Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?

Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?

Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!

Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!

Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!

Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?

Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!

Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!

Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!

Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!

Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!

Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!

APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi

“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”

Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *