• Sel. Jul 1st, 2025

KowantaraNews

Halal Gratis, Warteg Nge-Hits: Tanpa Drama, Cuma Solusi!

Saham Anjlok, Obligasi Meledak, Dolar Lesu: Utang AS Bikin Panik, Warteg Santai Tak Berdampak!

ByAdmin

Mei 19, 2025
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com – Dunia keuangan global diguncang badai hebat pada Senin pagi, ketika pasar saham, obligasi, dan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) mengalami guncangan serius. Indeks saham utama seperti S&P 500 merosot, imbal hasil obligasi pemerintah AS melonjak tajam, dan dolar AS melemah terhadap mata uang utama dunia. Di balik gejolak ini, kekhawatiran terhadap utang AS yang membengkak menjadi pemicu utama kepanikan investor. Namun, di tengah hiruk-pikuk pasar global, warteg—warung tegal, ikon kuliner rakyat Indonesia—tetap berdiri kokoh, tak tersentuh oleh drama ekonomi dunia.

Pasar Saham: Dari Optimisme ke Kepanikan

Pagi itu, bursa saham New York dibuka dengan suasana kelabu. Indeks S&P 500, barometer utama kesehatan pasar saham AS, anjlok sekitar 1% dalam beberapa jam pertama perdagangan. Data real-time menunjukkan harga SPY, ETF yang melacak S&P 500, turun dari penutupan sebelumnya di $594,2 menjadi $592,124, meskipun penurunan ini sedikit lebih kecil dari yang dilaporkan awalnya. Volatilitas ini mencerminkan sentimen investor yang berbalik dari optimisme pasca-pemilu AS menjadi ketidakpastian akibat isu fiskal yang membayangi.

Penurunan ini bukanlah kejutan total. Selama sebulan terakhir, S&P 500 menunjukkan kinerja impresif, naik dari $516,05 pada 21 April 2025. Namun, kenaikan tersebut tampaknya telah membentuk gelembung spekulatif yang kini pecah akibat berita buruk bertubi-tubi. Investor, yang sebelumnya bersorak atas janji kebijakan pro-bisnis, kini menghadapi kenyataan pahit: utang AS yang tak terkendali dan penurunan peringkat kredit negara tersebut.

Sektor teknologi, yang menjadi pendorong utama kenaikan pasar dalam setahun terakhir, menjadi salah satu yang terpukul paling keras. Saham raksasa seperti Apple dan Tesla merosot, mencerminkan kekhawatiran bahwa biaya pinjaman yang lebih tinggi akibat lonjakan imbal hasil obligasi akan menggerus margin keuntungan perusahaan. Di sisi lain, sektor energi dan bahan baku menunjukkan ketahanan relatif, didukung oleh harga komoditas yang tetap stabil.

Obligasi: Ledakan Imbal Hasil dan Ketakutan Investor

Pasar obligasi, yang sering dianggap sebagai cerminan kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi, mengalami guncangan yang tak kalah hebat. Harga obligasi pemerintah AS jatuh bebas, mendorong imbal hasil (yield) obligasi 10-tahun melonjak 0,1% menjadi 4,54%. Kenaikan ini, meskipun terlihat kecil dalam angka, adalah pergerakan signifikan untuk pasar obligasi yang biasanya stabil. Imbal hasil yang lebih tinggi menandakan bahwa investor kini menuntut premi risiko lebih besar untuk memegang utang AS, sebuah fenomena yang belum pernah terlihat dalam skala ini selama beberapa dekade.

Lonjakan imbal hasil ini dipicu oleh dua faktor utama. Pertama, keputusan Moody’s pada Jumat malam untuk mencabut peringkat kredit triple-A AS, menyusul langkah serupa oleh S&P dan Fitch di masa lalu. Dengan ini, AS kehilangan statusnya sebagai peminjam dengan risiko nol di mata ketiga lembaga pemeringkat utama dunia. Kedua, rencana kontroversial di Kongres AS untuk mempermanenkan pemotongan pajak era Trump tahun 2017, yang diperkirakan akan menambah triliunan dolar ke utang federal. Komite DPR telah menyetujui rancangan undang-undang tersebut pada Minggu malam, namun perdebatan sengit di Senat diperkirakan akan memperpanjang ketidakpastian.

Implikasi dari kenaikan imbal hasil obligasi ini sangat luas. Bagi pemerintah AS, biaya pinjaman yang lebih tinggi berarti beban bunga utang yang semakin berat, yang pada gilirannya dapat memperburuk defisit fiskal. Bagi bisnis dan konsumen, lonjakan ini mengindikasikan kenaikan suku bunga pinjaman, yang berpotensi memperlambat investasi dan konsumsi. Dalam jangka panjang, jika kepercayaan terhadap obligasi AS sebagai aset safe-haven terus terkikis, investor global mungkin beralih ke alternatif seperti obligasi Jerman atau Jepang, yang meskipun menawarkan imbal hasil lebih rendah, dianggap lebih stabil.

Dolar AS: Kehilangan Kilau sebagai Mata Uang Aman

Dolar AS, yang selama dekade terakhir menjadi simbol kekuatan ekonomi global, juga tak luput dari tekanan. Indeks dolar, yang mengukur nilai dolar terhadap mata uang utama seperti euro, yen, dan poundsterling, turun 0,8% pada Senin pagi. Penurunan ini mencerminkan eksodus investor dari aset denominasi dolar menuju mata uang safe-haven lain seperti yen Jepang dan franc Swiss, serta aset non-tradisional seperti emas.

Melemahnya dolar ini bukan hanya soal dinamika pasar, tetapi juga sinyal perubahan persepsi global terhadap AS. Selama ini, dolar dianggap sebagai mata uang cadangan dunia karena didukung oleh ekonomi terbesar dan sistem keuangan yang kuat. Namun, dengan utang federal AS yang kini mendekati $35 triliun dan defisit fiskal yang terus membengkak, kepercayaan terhadap dolar mulai goyah. Jika tren ini berlanjut, negara-negara seperti China dan India, yang menyimpan cadangan devisa besar dalam dolar, mungkin mulai mendiversifikasi portofolio mereka, mempercepat pergeseran tatanan moneter global.

Pemicu Utama: Utang AS dan Kebijakan Fiskal yang Kontroversial

Di balik gejolak pasar ini, utang AS menjadi pusat perhatian. Dengan rasio utang terhadap PDB yang kini melebihi 120%, AS berada di wilayah yang belum pernah dilalui sejak Perang Dunia II. Rencana untuk mempermanenkan pemotongan pajak Trump, yang awalnya diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi, kini dilihat sebagai langkah sembrono yang akan memperburuk situasi fiskal. Analis memperkirakan bahwa kebijakan ini bisa menambah $4-5 triliun ke utang federal dalam dekade mendatang, tanpa jaminan bahwa pertumbuhan ekonomi akan cukup kuat untuk mengimbanginya.

Penurunan peringkat kredit oleh Moody’s menjadi pukulan telak. Dalam laporannya, Moody’s menyoroti “defisit fiskal yang tidak berkelanjutan” dan “polarisasi politik yang menghambat reformasi” sebagai alasan utama. Keputusan ini memperkuat kekhawatiran bahwa AS sedang menuju jurang fiskal, di mana biaya bunga utang bisa melampaui anggaran untuk program sosial atau pertahanan dalam beberapa tahun ke depan.

Selain itu, ancaman terhadap status obligasi AS sebagai aset safe-haven menambah kompleksitas. Obligasi pemerintah AS selama ini menjadi tulang punggung sistem keuangan global, digunakan oleh bank sentral, dana pensiun, dan investor swasta sebagai penyimpan nilai yang aman. Namun, jika investor mulai mempertanyakan solvabilitas AS, mereka mungkin menuntut imbal hasil yang lebih tinggi atau bahkan beralih ke aset lain, memicu krisis kepercayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Implikasi Global: Dari Wall Street ke Pasar Asia

Gejolak di pasar AS dengan cepat menyebar ke pasar global. Di Asia, indeks Nikkei Jepang dan Hang Seng Hong Kong juga turun, meskipun tidak se tajam S&P 500. Investor di kawasan ini, yang memiliki eksposur besar terhadap obligasi dan saham AS, mulai mencari peluang di aset lokal atau komoditas seperti emas dan minyak. Di Eropa, bursa seperti FTSE 100 dan DAX mengalami tekanan serupa, dengan investor khawatir bahwa perlambatan ekonomi AS akan berdampak pada ekspor mereka.

Namun, di tengah kepanikan global ini, satu entitas tetap tak tergoyahkan: warteg. Di sudut-sudut kota di Indonesia, warung tegal terus melayani pelanggan dengan menu sederhana namun andal—nasi, sayur kolplay, tempe goreng, orek tempe dan jengkol balado. Tidak ada investor Wall Street atau analis Moody’s di sini, hanya pelanggan setia yang menikmati makan siang dengan harga terjangkau. Warteg, dengan model bisnisnya yang tangguh dan berbasis kebutuhan dasar, tampak kebal terhadap gejolak imbal hasil obligasi atau fluktuasi dolar. “Mau dolar naik atau turun, orang tetap harus makan,” ujar Pak Slamet, pemilik warteg di Jakarta Selatan, sambil menyendok sambal ke piring pelanggan.

Baca juga : Kredit TPT: Baju Baru Industri, Tapi Bank Masih Pilih-Pilih, Beda Sama Warteg yang Selalu Ramah ke Dompet!

Baca juga : IKN: Kota Baru, Warteg Ditolak, Swasta Harus Cepu!

Baca juga : Sarjana Nganggur, SMK Juara Menganggur: Ekonomi Loyo, Lulusan Cuma Nongkrong di Warteg!

Konteks Politik: Polarisasi dan Ketidakpastian

Di AS, gejolak pasar ini diperparah oleh dinamika politik yang kian memanas. Pemerintahan Trump, yang kembali berkuasa dengan janji kebijakan pro-pertumbuhan, kini menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan ambisi ekonomi dengan realitas fiskal. Penundaan tarif impor, yang awalnya menenangkan pasar, kini Overshadowed oleh perdebatan sengit atas RUU pemotongan pajak. Partai Republik bersikeras bahwa pemotongan pajak akan memacu investasi dan lapangan kerja, sementara Partai Demokrat memperingatkan bahwa kebijakan ini akan “menghipotek masa depan AS.”

Polarisasi ini membuat investor semakin gelisah. Tanpa konsensus politik untuk mengatasi defisit, pasar khawatir bahwa AS akan terus bergantung pada pencetakan uang atau pinjaman untuk membiayai pengeluarannya, sebuah resep untuk inflasi dan ketidakstabilan jangka panjang.

Menuju “Normal Baru”?

Gejolak pasar pada 19 Mei 2025 adalah peringatan keras bahwa kepercayaan terhadap ekonomi AS tidak lagi tak tergoyahkan. Penurunan peringkat kredit, utang yang tak terkendali, dan kebijakan fiskal yang berisiko telah mengguncang fondasi pasar global. Jika pemerintah AS gagal merumuskan rencana pengurangan defisit yang kredibel, Anggota DPR dan Senat mungkin harus membayar harga mahal: gejolak pasar yang lebih parah dan biaya utang yang melonjak. Namun, di tengah kekacauan ini, warteg di Indonesia tetap menjadi simbol ketahanan. Sementara Wall Street bergoyang, warteg terus menyajikan nasi dan lauk dengan harga yang ramah di kantong, membuktikan bahwa dalam badai ekonomi global, kebutuhan dasar manusia tetap tak tergoyahkan.

Dengan kata lain, dunia mungkin sedang panik, tetapi warteg? Santai, tak berdampak! hehehehe By Mukroni

Foto Kowantaranews

Sumber www.nytimes.com

  • Berita Terkait

Kredit TPT: Baju Baru Industri, Tapi Bank Masih Pilih-Pilih, Beda Sama Warteg yang Selalu Ramah ke Dompet!

IKN: Kota Baru, Warteg Ditolak, Swasta Harus Cepu!

Sarjana Nganggur, SMK Juara Menganggur: Ekonomi Loyo, Lulusan Cuma Nongkrong di Warteg!

AS-China Tarif Damai Sementara, Indonesia Siap Cetak Cuan dari Warteg ke Pasar Global!

Deregulasi Bikin Impor Melaju, Industri Lokal Teriak: ‘Warteg Aja Lebih Terlindungi!’

Preman Ngepet di Warteg, Pengangguran Ngetem: Jabodetabek Jadi Ring Tinju Ormas!

The Fed Bikin BI Pusing, Rupiah Ngegas, Warteg Tetap Ramai!

Ojol Belum BPJS, Aplikator Bilang ‘Gaspol!’, Warteg Jadi Penutup Perut!

PHK Bikin Kantoran Jadi Penutup Warteg: Prabowo Geleng-Geleng, Orek Tempe Tetap Sold Out!

Jobless Jadi Trend, Dompet Ikut Send: BPS vs IMF Panas, Warteg Tetap Menang!

Ekonomi Loyo, Pengangguran Melejit: Warteg Tetap Ramai, Tapi Dompet Makin Sepi!

Ekonomi Indonesia 2025: Konsumsi Loyo, Rupiah Goyang, Warteg Tetap Jaya!

PMI Anjlok, IKI Goyang, Warteg Tetap Jaya: Industri Indonesia Lawan Badai Tarif Trump!

PHK Mengintai, Tarif Trump Menghantui, Warteg: Tenang, Ada Telor Dadar!

Warteg Halal Harap-Harap Cemas: UMKM Indonesia Lawan Tarif Trump dan Gempuran Impor China!

Prabowo Jalan-jalan ke China, ASEAN Cuma Dapat Senyum dari

GPN & QRIS: Warteg Go Digital, Transaksi Nusantara Gaspol, AS Cuma Bisa Cemas!

Indonesia vs AS: Tarif Impor Bikin Heboh, Warteg Jagokan Dompet Digital!

Utang Rp 250 Triliun Numpuk, Pemerintah Frontloading Biar Warteg Tetep Jualan Tempe!

Indonesia ke AS: ‘Tarif Dikurangin Dong, Kami Beli Energi, Kedelai, Sekalian Stok Warteg!’

TikTok Tawar Tarif: AS-China Ribut, Indonesia Santai di Warteg!

Kelapa Meroket, Warteg Meratap: Drama Harga di Pasar Negeri Sawit!

Trump Tarik Tarif, Rupiah Rontok, Warteg pun Waswas: Drama Ekonomi 2025!

Danantara dan Dolar: Prabowo Bikin Warteg Nusantara atau Kebingungan?

Warteg Lawan Tarif Trump: Nasi Oreg Tempe Bikin Dunia Ketagihan!

Perang Melawan Resesi: UMKM Indonesia Bersenjatakan E-Commerce & KUR, Pemerintah Salurkan Rp171 Triliun untuk Taklukkan Pasar ASEAN!

Gempuran Koperasi Desa Merah Putih: 70.000 Pusat Ekonomi Baru Siap Mengubah Indonesia!

1 Juta Mimpi Terhambat: UMKM Berjuang Melawan Kredit Macet

Warteg Jadi Garda Terdepan Revolusi Gizi Nasional!

Skema Makan Bergizi Gratis: Asa Besar yang Membebani UMKM

Revolusi Gizi: Makan Gratis untuk Selamatkan Jutaan Jiwa dari Kelaparan

Gebrakan Sejarah: Revolusi Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Lokal Bangkit!

PPN 12 Persen: Harapan atau Ancaman Bagi Ekonomi Rakyat?

Setengah Kekayaan Negeri dalam Genggaman Segelintir Orang: Potret Suram Kesenjangan Ekonomi Indonesia

Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?

Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!

Rupiah di Ujung Tanduk: Bank Indonesia Siapkan “Senjata Pamungkas” untuk Lawan Gejolak Dolar AS!

PPN Naik, Dompet Rakyat Tercekik: Ancaman Ekonomi 2025 di Depan Mata!

12% PPN: Bom Waktu untuk Ekonomi Rakyat Kecil

Prabowo Hadapi Warisan Beban Utang Raksasa: Misi Penyelamatan Anggaran di Tengah Tekanan Infrastruktur Jokowi

Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia

Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?

Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?

Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!

Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?

QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia

Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!

Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!

Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?

Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?

Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!

Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!

Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!

Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?

Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!

Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala

Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!

Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!

Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!

Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!

Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!

APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi

“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”

Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah

Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang

Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024

IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan

Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?

Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang

Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online

Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani

Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu

Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi

Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya

Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan

Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.

Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang

KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat

Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?

Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka 

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis

Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi

Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik

Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama

Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal

Kowartami  Resmikan  Warteg  Republik  Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat

Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit

Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik

Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi

Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *