Jakarta, Kowantaranews.com – Bank Indonesia (BI) kembali mengguncang pasar keuangan dengan keputusan berani memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Mei 2025. Langkah ini melanjutkan tren penurunan dari puncak 6,25% pada 2024, mencerminkan kebijakan moneter akomodatif untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah proyeksi perlambatan. Keputusan ini langsung memicu gelombang optimisme di pasar saham dan obligasi, sementara deposito bank, dengan imbal hasil yang semakin tipis, seolah hanya bisa “menghela napas” di pinggir jalan—atau lebih tepatnya, “makan di warteg” saking minimnya daya tarik. Apa saja dampak kebijakan ini, dan bagaimana investor bisa memanfaatkan peluang di tengah risiko yang mengintai? Mari kita ulas secara mendalam.
Pasar Saham: IHSG Joget, Sektor Siklikal Jadi Primadona
Keputusan BI memangkas suku bunga langsung disambut meriah oleh pasar saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melonjak 0,7% ke level 7.142 sehari setelah pengumuman, ditopang oleh arus masuk modal asing senilai Rp960 miliar. Sentimen positif ini tidaklah mengejutkan. Suku bunga yang lebih rendah berarti biaya pinjaman menurun, memberikan ruang napas bagi perusahaan, terutama yang bergantung pada utang untuk ekspansi. Selain itu, daya beli masyarakat diperkirakan meningkat, terutama untuk sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga, seperti perbankan, properti, dan konsumer.
Sektor Perbankan: Margin Stabil, Kredit Mengalir
Sektor perbankan menjadi salah satu penerima manfaat utama dari penurunan BI Rate. Bank-bank besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) langsung mencuri perhatian investor. Penurunan suku bunga kredit membuat pinjaman lebih terjangkau, mendorong pertumbuhan kredit, terutama di segmen ritel dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Net Interest Margin (NIM) perbankan juga diperkirakan tetap stabil, karena bank dapat menyesuaikan bunga deposito lebih cepat dibandingkan bunga kredit.
Menurut analis dari PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, sektor perbankan masih menawarkan valuasi menarik dengan proyeksi pertumbuhan laba bersih rata-rata 8-10% pada 2025. “BBRI dan BMRI tetap jadi top pick karena fundamental yang kuat dan eksposur besar ke segmen UMKM yang diuntungkan oleh suku bunga rendah,” ujar seorang analis dalam laporan terbaru.
Sektor Properti: KPR Murah dan Insentif Pemerintah
Sektor properti juga ikut berpesta. Penurunan suku bunga KPR (Kredit Pemilikan Rumah) membuat rumah lebih terjangkau, terutama untuk segmen menengah-bawah. Ditambah lagi, insentif pemerintah berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTN) 0% untuk rumah di bawah Rp2 miliar memperkuat permintaan. Emiten seperti PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) diperkirakan akan menikmati kenaikan penjualan properti residensial dan komersial.
“Penurunan suku bunga ini seperti angin segar bagi properti. Kami melihat potensi pertumbuhan pendapatan BSDE hingga 12% pada 2025, didorong oleh proyek-proyek baru di BSD City,” kata seorang analis dari PT Mandiri Sekuritas. Selain itu, pengembang seperti PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang memiliki portofolio properti terdiversifikasi juga patut dilirik.
Sektor Konsumer: Daya Beli Meningkat
Sektor barang konsumer (FMCG) dan ritel juga tak ketinggalan menikmati manfaat. Dengan suku bunga rendah, masyarakat memiliki lebih banyak disposable income untuk belanja, yang berdampak positif pada emiten seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR). “Penurunan BI Rate bisa mendorong penjualan produk konsumer harian hingga 5-7% pada paruh kedua 2025,” ujar seorang ekonom dari Bank DBS Indonesia.
Sektor Konstruksi: Infrastruktur Kembali Bergairah
Sektor konstruksi, khususnya emiten BUMN seperti PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT PP Tbk (PTPP), dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI), juga diuntungkan. Suku bunga rendah mempermudah pendanaan proyek infrastruktur, baik dari pinjaman bank maupun penerbitan obligasi. Proyek-proyek strategis nasional, seperti pembangunan ibu kota baru (IKN), diperkirakan akan semakin bergairah, memberikan katalis positif bagi saham-saham konstruksi.
Proyeksi dan Risiko
Meski jangka pendek terlihat cerah, investor perlu waspada. Mirae Asset mempertahankan target IHSG akhir tahun di level 6.900, lebih rendah dari level saat ini, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi melambat ke 4,75% pada 2025 (dari 5,03% pada 2024). Risiko utama adalah potensi kenaikan inflasi, terutama jika harga komoditas global seperti minyak atau pangan melonjak. Selain itu, ketegangan geopolitik, seperti kebijakan proteksionis The Fed atau konflik dagang AS-China, bisa memicu outflow modal asing dari pasar Indonesia.
Pasar Obligasi: Capital Gain dan Imbal Hasil Menggoda
Sementara saham berpesta, pasar obligasi juga tak kalah menarik. Penurunan suku bunga BI membuat obligasi lama dengan kupon tinggi, seperti Surat Utang Negara (SUN) seri FR0096 dengan kupon 7%, melonjak harganya di pasar sekunder. Ini karena yield obligasi baru cenderung lebih rendah, sehingga obligasi lama menjadi lebih atraktif. Investor yang membeli obligasi ini sebelum pengumuman BI Rate berpotensi meraup capital gain dari kenaikan harga.
Obligasi vs. Deposito: Pilihan yang Jelas
Dengan suku bunga deposito yang diperkirakan turun mengikuti BI Rate (rata-rata 4-4,5% untuk tenor 1 tahun), obligasi menawarkan imbal hasil yang jauh lebih kompetitif. Obligasi korporasi dari BUMN dengan rating AAA, seperti PT PLN (Persero) atau PT Pertamina (Persero), menjadi pilihan utama karena kombinasi risiko rendah dan kupon menarik. Alternatifnya, investor ritel bisa memilih Surat Berharga Negara (SBN) ritel seperti ORI atau SBR, yang menawarkan keamanan tinggi dengan imbal hasil di atas deposito.
“Obligasi tenor menengah-panjang, misalnya 5-10 tahun, adalah pilihan terbaik untuk mengunci yield sebelum BI memotong bunga lagi,” kata seorang manajer investasi dari PT Ashmore Asset Management Indonesia. Proyeksi BI menurunkan suku bunga lagi sebesar 50-75 bps pada 2025 makin memperkuat daya tarik obligasi.
Strategi Obligasi
Investor disarankan untuk:
- Membeli obligasi lama berkupon tinggi di pasar sekunder untuk memanfaatkan capital gain.
- Memilih obligasi korporasi BUMN atau SUN/SBR untuk risiko lebih rendah.
- Diversifikasi melalui reksa dana pendapatan tetap untuk mengurangi volatilitas harga obligasi.
Namun, investor perlu mewaspadai risiko kenaikan yield obligasi global, terutama US Treasury, yang bisa menekan harga obligasi domestik jika The Fed mempertahankan sikap hawkish.
Baca juga : Umrah: Mesin Ekonomi Mekkah dan Peluang Warung Makan Kowantara
Baca juga : Minyak AS Datang, Rupiah Melorot, Mafia Migas Ngamuk: Warteg Tetap Jaya!
Baca juga : Fiskal 2026 Ngegas, Badai Global Mengintai: CoreTax Bikin Deg-degan, Warteg Jadi Andalan!
Strategi Investasi: Menangkap Peluang, Mengelola Risiko
Untuk Saham
- Fokus: Prioritaskan saham blue-chip di sektor siklikal seperti perbankan (BBRI, BMRI), properti (BSDE, PWON), konsumer (ICBP, MYOR), dan konstruksi (WIKA, PTPP). Pertimbangkan juga saham energi terbarukan seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) untuk potensi jangka panjang.
- Taktik: Gunakan dollar-cost averaging untuk mengurangi risiko volatilitas. Pantau laporan keuangan Q1 2025 untuk memastikan fundamental emiten kuat.
- Hindari: Saham defensif seperti telekomunikasi (TLKM) atau healthcare (KLBF), yang kurang sensitif terhadap suku bunga rendah.
Untuk Obligasi
- Fokus: Obligasi korporasi BUMN atau SUN/SBR tenor 5-10 tahun.
- Taktik: Beli di pasar sekunder sebelum harga naik lebih jauh, atau pilih reksa dana pendapatan tetap untuk diversifikasi.
- Pantau: Pergerakan yield obligasi global dan inflasi domestik.
Manajemen Risiko
- Diversifikasi portofolio: 60-70% saham, 20-30% obligasi, 10% instrumen likuid seperti reksa dana pasar uang.
- Gunakan stop-loss untuk saham (5-10% dari harga beli) untuk mengantisipasi koreksi.
- Pantau indikator makro seperti inflasi, nilai tukar rupiah, dan kebijakan moneter global.
Momentum Emas dengan Catatan
Penurunan BI Rate ke 5,5% adalah sinyal positif bagi pasar saham dan obligasi. Sektor siklikal seperti perbankan, properti, dan konsumer menjadi primadona di pasar saham, sementara obligasi lama berkupon tinggi menawarkan capital gain dan imbal hasil menggiurkan. Namun, seperti makan di warteg, investor harus “pilih-pilih” dengan cermat—manfaatkan momentum, tapi jangan lengah terhadap risiko inflasi, perlambatan ekonomi, dan ketegangan geopolitik. Dengan strategi yang tepat, seperti akumulasi saham blue-chip dan obligasi berkualitas, investor bisa menikmati “pesta” pasar tanpa harus terjebak di “meja warteg” bersama deposito yang kian merana. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait
Minyak AS Datang, Rupiah Melorot, Mafia Migas Ngamuk: Warteg Tetap Jaya!
Fiskal 2026 Ngegas, Badai Global Mengintai: CoreTax Bikin Deg-degan, Warteg Jadi Andalan!
Ojol Demo, Tarif Ngegas, BPJS Masih Cuma Impian: Jakarta Macet, Warteg Jadi Penyelamat!
Ojol Offbid, Jakarta Macet, Makanan Nyangkut: Drama Tarif di Jalanan, Warteg Jadi Penutup!
Saham Anjlok, Obligasi Meledak, Dolar Lesu: Utang AS Bikin Panik, Warteg Santai Tak Berdampak!
IKN: Kota Baru, Warteg Ditolak, Swasta Harus Cepu!
Sarjana Nganggur, SMK Juara Menganggur: Ekonomi Loyo, Lulusan Cuma Nongkrong di Warteg!
AS-China Tarif Damai Sementara, Indonesia Siap Cetak Cuan dari Warteg ke Pasar Global!
Deregulasi Bikin Impor Melaju, Industri Lokal Teriak: ‘Warteg Aja Lebih Terlindungi!’
Preman Ngepet di Warteg, Pengangguran Ngetem: Jabodetabek Jadi Ring Tinju Ormas!
The Fed Bikin BI Pusing, Rupiah Ngegas, Warteg Tetap Ramai!
Ojol Belum BPJS, Aplikator Bilang ‘Gaspol!’, Warteg Jadi Penutup Perut!
PHK Bikin Kantoran Jadi Penutup Warteg: Prabowo Geleng-Geleng, Orek Tempe Tetap Sold Out!
Jobless Jadi Trend, Dompet Ikut Send: BPS vs IMF Panas, Warteg Tetap Menang!
Ekonomi Loyo, Pengangguran Melejit: Warteg Tetap Ramai, Tapi Dompet Makin Sepi!
Ekonomi Indonesia 2025: Konsumsi Loyo, Rupiah Goyang, Warteg Tetap Jaya!
PMI Anjlok, IKI Goyang, Warteg Tetap Jaya: Industri Indonesia Lawan Badai Tarif Trump!
PHK Mengintai, Tarif Trump Menghantui, Warteg: Tenang, Ada Telor Dadar!
Warteg Halal Harap-Harap Cemas: UMKM Indonesia Lawan Tarif Trump dan Gempuran Impor China!
Prabowo Jalan-jalan ke China, ASEAN Cuma Dapat Senyum dari
GPN & QRIS: Warteg Go Digital, Transaksi Nusantara Gaspol, AS Cuma Bisa Cemas!
Indonesia vs AS: Tarif Impor Bikin Heboh, Warteg Jagokan Dompet Digital!
Utang Rp 250 Triliun Numpuk, Pemerintah Frontloading Biar Warteg Tetep Jualan Tempe!
Indonesia ke AS: ‘Tarif Dikurangin Dong, Kami Beli Energi, Kedelai, Sekalian Stok Warteg!’
TikTok Tawar Tarif: AS-China Ribut, Indonesia Santai di Warteg!
Kelapa Meroket, Warteg Meratap: Drama Harga di Pasar Negeri Sawit!
Trump Tarik Tarif, Rupiah Rontok, Warteg pun Waswas: Drama Ekonomi 2025!
Danantara dan Dolar: Prabowo Bikin Warteg Nusantara atau Kebingungan?
Warteg Lawan Tarif Trump: Nasi Oreg Tempe Bikin Dunia Ketagihan!
Gempuran Koperasi Desa Merah Putih: 70.000 Pusat Ekonomi Baru Siap Mengubah Indonesia!
1 Juta Mimpi Terhambat: UMKM Berjuang Melawan Kredit Macet
Warteg Jadi Garda Terdepan Revolusi Gizi Nasional!
Skema Makan Bergizi Gratis: Asa Besar yang Membebani UMKM
Revolusi Gizi: Makan Gratis untuk Selamatkan Jutaan Jiwa dari Kelaparan
Gebrakan Sejarah: Revolusi Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Lokal Bangkit!
PPN 12 Persen: Harapan atau Ancaman Bagi Ekonomi Rakyat?
Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?
Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!
Rupiah di Ujung Tanduk: Bank Indonesia Siapkan “Senjata Pamungkas” untuk Lawan Gejolak Dolar AS!
PPN Naik, Dompet Rakyat Tercekik: Ancaman Ekonomi 2025 di Depan Mata!
12% PPN: Bom Waktu untuk Ekonomi Rakyat Kecil
Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia
Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?
Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?
Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!
Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?
QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia
Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!
Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!
Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?
Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?
Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!
Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung