Jakarta, Kowantaranews.com -Jakarta, ibu kota yang tak pernah tidur, kini sedang menghadapi badai ekonomi di sektor perhotelan dan restoran. Industri yang biasanya menjadi tulang punggung pariwisata dan perekonomian kota ini sedang megap-megap, seperti kapal yang kehabisan bahan bakar di tengah lautan. Okupansi hotel anjlok, biaya operasional melambung, dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal mengintai. Namun, krisis ini tak hanya mengguncang hotel-hotel berbintang, tetapi juga menjalar ke warteg—warung tegal—yang selama ini jadi penyelamat perut warga Jakarta. Bagaimana krisis ini bisa membuat warteg ikut kepanasan? Mari kita ulas dalam kisah panjang berikut.
Gelombang Krisis di Industri Perhotelan
Data dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta, yang dikutip Kompas dan Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta, menggambarkan situasi yang mengkhawatirkan. Pada triwulan pertama 2025, 96,7% hotel dan restoran di Jakarta melaporkan penurunan drastis jumlah pengunjung. Bayangkan, hampir seluruh pelaku industri ini merasakan sepinya tamu, seperti ballroom megah yang hanya diisi suara gaung. Penyebab utama? Pemotongan anggaran perjalanan dinas pemerintah, yang disebut oleh 66,7% responden sebagai biang keladi berkurangnya tamu korporat.
Tamu korporat, yang biasanya mengisi kamar hotel untuk rapat, seminar, atau kunjungan kerja, adalah tulang punggung pendapatan hotel di Jakarta. Ketika anggaran dinas dipangkas, kamar-kamar hotel yang biasanya ramai kini sepi, hanya dihuni debu dan harapan. Ditambah lagi, kontribusi wisatawan mancanegara (wisman) ke Jakarta sangat kecil, hanya 1,98% per tahun antara 2019 hingga 2023. Artinya, industri ini sangat bergantung pada pasar domestik, yang kini juga tertekan oleh kondisi ekonomi.
Sementara itu, biaya operasional hotel justru melonjak bak roket. Tarif air PDAM naik 71%, harga gas industri meroket 20%, dan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta meningkat 9% di 2025. Ini seperti menabur garam di luka: pendapatan turun, tapi pengeluaran malah membengkak. Banyak hotel kini terjebak dalam situasi sulit, di mana mereka harus memilih antara bertahan dengan merugi atau memangkas tenaga kerja untuk mengurangi beban.
Ancaman PHK Massal
Krisis ini bukan cuma soal angka, tapi juga nasib ribuan pekerja. PHRI melaporkan bahwa 70% pemilik hotel di Jakarta berencana memangkas 10–30% karyawan mereka. Angka ini bukan main-main, mengingat sektor perhotelan dan restoran menyerap 603.000 tenaga kerja di Jakarta. Selain itu, 90% pelaku usaha sudah mengurangi pekerja harian, dan 37,7% berencana memotong staf tetap. Bayangkan, karyawan yang sudah bertahun-tahun bekerja, mulai dari petugas kebersihan hingga manajer restoran, kini terancam kehilangan pekerjaan.
Bukan cuma itu, tekanan finansial juga mendorong banyak hotel untuk menjual aset mereka. Di platform seperti OLX, listing hotel dijual mulai bermunculan, dari guest house sederhana hingga properti bintang tiga. Ini seperti kapal yang mulai menjual sekoci demi bertahan di badai. Namun, meski properti dijual, pasar properti sendiri sedang lesu, sehingga banyak aset ini hanya numpang tayang tanpa pembeli.
Warteg Ikut Kepanasan
Lalu, bagaimana krisis ini membuat warteg ikut kepanasan? Warteg, sebagai ikon kuliner rakyat Jakarta, sebenarnya adalah penutup celah ekonomi. Ketika hotel dan restoran kelas atas sepi, banyak orang beralih ke warteg untuk makan murah meriah. Namun, ironisnya, krisis perhotelan justru membawa efek domino yang menyengat warteg.
Pertama, banyak pekerja hotel dan restoran yang terkena PHK beralih menjadi pelanggan warteg. Ini seharusnya jadi kabar baik, tapi kenyataannya, daya beli mereka menurun drastis. Karyawan yang dulu bisa jajan di restoran hotel kini hanya mampu beli nasi, sayur kol, dan telur di warteg. Akibatnya, omzet warteg tidak naik signifikan, meski jumlah pelanggan bertambah.
Kedua, warteg juga terdampak kenaikan biaya operasional. Harga gas, yang naik 20%, langsung mengerek biaya memasak. Tarif air PDAM yang melonjak 71% juga memukul warteg, yang mengandalkan air untuk memasak dan kebersihan. Belum lagi kenaikan harga bahan pokok seperti beras, minyak goreng, dan sayuran, yang membuat pemilik warteg harus berpikir dua kali sebelum menaikkan harga menu. “Kalau naik harga, pelanggan kabur. Kalau enggak naik, saya yang tekor,” keluh seorang pemilik warteg di Tanah Abang, yang enggan disebut namanya.
Ketiga, warteg juga terkena imbas dari rantai pasok yang terganggu. Banyak warteg mengandalkan pemasok sayuran, daging, dan bahan makanan lain yang juga melayani hotel dan restoran. Ketika hotel mengurangi pesanan, pemasok ini kehilangan pasar besar, sehingga mereka menaikkan harga untuk warteg demi menutup kerugian. Akibatnya, warteg harus membayar lebih untuk bahan baku, padahal pelanggan mereka menuntut harga tetap murah.
Dampak Luas ke Perekonomian Jakarta
Krisis ini bukan cuma soal hotel dan warteg, tapi juga perekonomian Jakarta secara keseluruhan. Sektor perhotelan dan restoran menyumbang 13% Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jakarta, angka yang tidak kecil untuk kota sebesar ini. Jika industri ini ambruk, pajak yang masuk ke kas daerah akan menyusut, memengaruhi pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan program sosial.
Selain itu, krisis ini juga mengancam ekosistem yang bergantung pada pariwisata. UMKM, seperti pengrajin suvenir atau penyedia jasa laundry, kehilangan pelanggan dari hotel. Petani dan nelayan, yang biasanya memasok bahan makanan ke restoran, juga terkena imbas karena permintaan menurun. Bahkan pelaku seni dan budaya, yang sering tampil di acara hotel, kini kehilangan panggung. Bayangkan penari tradisional atau band akustik yang biasanya menghibur tamu hotel kini harus mencari pekerjaan lain.
Warteg, sebagai bagian dari ekosistem kuliner rakyat, juga jadi penutup lubang bagi pekerja yang terkena PHK. Banyak mantan karyawan hotel yang membuka warteg atau bekerja sebagai pelayan di warteg untuk bertahan hidup. Namun, dengan persaingan ketat dan margin keuntungan yang tipis, tidak semua warteg baru ini bisa bertahan lama.
Baca juga : Warteg sampai UMKM: Investor Asing Naksir Akar Rumput Indonesia!
Baca juga : Bunga BI Turun ke 5,5%, Saham & Obligasi Senyum Lebar, Deposito Cuma Bisa Makan di Warteg!
Baca juga : Umrah: Mesin Ekonomi Mekkah dan Peluang Warung Makan Kowantara
Teriakan PHRI ke Pemerintah
Melihat situasi yang kian kritis, PHRI Jakarta tak tinggal diam. Mereka mengajukan sejumlah permintaan kepada pemerintah untuk menyelamatkan industri perhotelan, yang pada akhirnya juga akan membantu warteg dan sektor terkait. Pertama, PHRI meminta pelonggaran anggaran perjalanan dinas pemerintah. Jika anggaran ini dilonggarkan, tamu korporat bisa kembali mengisi kamar hotel, yang otomatis meningkatkan okupansi.
Kedua, PHRI mendesak pemerintah untuk gencar mempromosikan pariwisata Jakarta, baik domestik maupun internasional. Selain itu, mereka juga meminta penertiban akomodasi ilegal, seperti penginapan tak berizin yang sering menawarkan harga lebih murah, tapi tidak mematuhi standar pajak atau keamanan. Ketiga, PHRI meminta peninjauan ulang kenaikan tarif air, gas, dan UMP, yang dianggap terlalu membebani pelaku usaha. Terakhir, mereka meminta penyederhanaan perizinan, seperti izin lingkungan, sertifikat laik fungsi, atau izin minuman beralkohol, agar lebih cepat dan transparan.
Proyeksi ke Depan
Tanpa intervensi cepat dari pemerintah, krisis ini berisiko menjadi bom waktu ekonomi. PHK massal akan meningkatkan angka pengangguran, yang pada 2025 diperkirakan sudah mencapai 7% di Jakarta. Warteg, meski dikenal tangguh, juga bisa mulai tumbang jika daya beli pelanggan terus menurun dan biaya operasional tak terkendali. Perekonomian Jakarta, yang sangat bergantung pada sektor jasa, bisa terpuruk lebih dalam, memengaruhi semua lapisan masyarakat, dari pekerja hotel hingga penjual gorengan di pinggir jalan.
Namun, ada secercah harapan. Jika pemerintah segera bertindak, misalnya dengan menggelontorkan stimulus untuk pariwisata atau menunda kenaikan tarif utilitas, industri perhotelan bisa perlahan pulih. Warteg, sebagai simbol ketangguhan kuliner rakyat, juga bisa bertahan jika pemerintah membantu menstabilkan harga bahan pokok. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat jadi kunci untuk mengatasi krisis ini.
Jakarta sedang menghadapi ujian berat. Hotel-hotel yang dulu megah kini megap-megap mencari jalan keluar, sementara warteg, sang penyelamat perut rakyat, ikut kepanasan di tengah badai ekonomi. Krisis ini adalah pengingat bahwa setiap sektor ekonomi, dari hotel bintang lima hingga warteg di gang sempit, saling terhubung. Jika satu jatuh, yang lain ikut terbawa. Maka, saatnya semua pihak—pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat—bergotong royong agar Jakarta kembali bergelora, bukan cuma megap-megap. By Mukroni
- Berita Terkait
Warteg sampai UMKM: Investor Asing Naksir Akar Rumput Indonesia!
Bunga BI Turun ke 5,5%, Saham & Obligasi Senyum Lebar, Deposito Cuma Bisa Makan di Warteg!
Minyak AS Datang, Rupiah Melorot, Mafia Migas Ngamuk: Warteg Tetap Jaya!
Fiskal 2026 Ngegas, Badai Global Mengintai: CoreTax Bikin Deg-degan, Warteg Jadi Andalan!
Ojol Demo, Tarif Ngegas, BPJS Masih Cuma Impian: Jakarta Macet, Warteg Jadi Penyelamat!
Ojol Offbid, Jakarta Macet, Makanan Nyangkut: Drama Tarif di Jalanan, Warteg Jadi Penutup!
Saham Anjlok, Obligasi Meledak, Dolar Lesu: Utang AS Bikin Panik, Warteg Santai Tak Berdampak!
IKN: Kota Baru, Warteg Ditolak, Swasta Harus Cepu!
Sarjana Nganggur, SMK Juara Menganggur: Ekonomi Loyo, Lulusan Cuma Nongkrong di Warteg!
AS-China Tarif Damai Sementara, Indonesia Siap Cetak Cuan dari Warteg ke Pasar Global!
Deregulasi Bikin Impor Melaju, Industri Lokal Teriak: ‘Warteg Aja Lebih Terlindungi!’
Preman Ngepet di Warteg, Pengangguran Ngetem: Jabodetabek Jadi Ring Tinju Ormas!
The Fed Bikin BI Pusing, Rupiah Ngegas, Warteg Tetap Ramai!
Ojol Belum BPJS, Aplikator Bilang ‘Gaspol!’, Warteg Jadi Penutup Perut!
PHK Bikin Kantoran Jadi Penutup Warteg: Prabowo Geleng-Geleng, Orek Tempe Tetap Sold Out!
Jobless Jadi Trend, Dompet Ikut Send: BPS vs IMF Panas, Warteg Tetap Menang!
Ekonomi Loyo, Pengangguran Melejit: Warteg Tetap Ramai, Tapi Dompet Makin Sepi!
Ekonomi Indonesia 2025: Konsumsi Loyo, Rupiah Goyang, Warteg Tetap Jaya!
PMI Anjlok, IKI Goyang, Warteg Tetap Jaya: Industri Indonesia Lawan Badai Tarif Trump!
PHK Mengintai, Tarif Trump Menghantui, Warteg: Tenang, Ada Telor Dadar!
Warteg Halal Harap-Harap Cemas: UMKM Indonesia Lawan Tarif Trump dan Gempuran Impor China!
Prabowo Jalan-jalan ke China, ASEAN Cuma Dapat Senyum dari
GPN & QRIS: Warteg Go Digital, Transaksi Nusantara Gaspol, AS Cuma Bisa Cemas!
Indonesia vs AS: Tarif Impor Bikin Heboh, Warteg Jagokan Dompet Digital!
Utang Rp 250 Triliun Numpuk, Pemerintah Frontloading Biar Warteg Tetep Jualan Tempe!
Indonesia ke AS: ‘Tarif Dikurangin Dong, Kami Beli Energi, Kedelai, Sekalian Stok Warteg!’
TikTok Tawar Tarif: AS-China Ribut, Indonesia Santai di Warteg!
Kelapa Meroket, Warteg Meratap: Drama Harga di Pasar Negeri Sawit!
Trump Tarik Tarif, Rupiah Rontok, Warteg pun Waswas: Drama Ekonomi 2025!
Danantara dan Dolar: Prabowo Bikin Warteg Nusantara atau Kebingungan?
Warteg Lawan Tarif Trump: Nasi Oreg Tempe Bikin Dunia Ketagihan!
Gempuran Koperasi Desa Merah Putih: 70.000 Pusat Ekonomi Baru Siap Mengubah Indonesia!
1 Juta Mimpi Terhambat: UMKM Berjuang Melawan Kredit Macet
Warteg Jadi Garda Terdepan Revolusi Gizi Nasional!
Skema Makan Bergizi Gratis: Asa Besar yang Membebani UMKM
Revolusi Gizi: Makan Gratis untuk Selamatkan Jutaan Jiwa dari Kelaparan
Gebrakan Sejarah: Revolusi Makan Bergizi Gratis, Ekonomi Lokal Bangkit!
PPN 12 Persen: Harapan atau Ancaman Bagi Ekonomi Rakyat?
Menuju Indonesia Tanpa Impor: Mimpi Besar atau Bom Waktu?
Gebrakan PPN 12 Persen: Strategi Berani yang Tak Menjamin Kas Negara Melejit!
Rupiah di Ujung Tanduk: Bank Indonesia Siapkan “Senjata Pamungkas” untuk Lawan Gejolak Dolar AS!
PPN Naik, Dompet Rakyat Tercekik: Ancaman Ekonomi 2025 di Depan Mata!
12% PPN: Bom Waktu untuk Ekonomi Rakyat Kecil
Rapat Elite Kabinet! Bahlil Pimpin Pertemuan Akbar Subsidi Energi demi Masa Depan Indonesia
Ekonomi Indonesia Terancam ‘Macet’, Target Pertumbuhan 8% Jadi Mimpi?
Janji Pemutihan Utang Petani: Kesejahteraan atau Jurang Ketergantungan Baru?
Indonesia Timur Terabaikan: Kekayaan Alam Melimpah, Warganya Tetap Miskin!
Menuju Swasembada Pangan: Misi Mustahil atau Harapan yang Tertunda?
QRIS dan Uang Tunai: Dua Sisi dari Evolusi Pembayaran di Indonesia
Ledakan Ekonomi Pedas: Sambal Indonesia Mengguncang Dunia!
Keanekaragaman Hayati di Ujung Tanduk: Lenyapnya Satwa dan Habitat Indonesia!
Indonesia Menuju 2045: Berhasil Naik Kelas, Tapi Kemiskinan Semakin Mengancam?
Food Estate: Ilusi Ketahanan Pangan yang Berujung Malapetaka ?
Menjelang Akhir Jabatan, Jokowi Tinggalkan PR Besar: Pembebasan Lahan IKN Tersendat!
Pangan Indonesia di Ujung Tanduk: Fase Krusial Beras dan Gula Menuju Krisis!
Tambang Pasir Laut: Ancaman Mematikan bagi Ekosistem dan Kehidupan Pesisir Indonesia!
Duel Menteri Jokowi: Ekspor Pasir Laut atau Hancurkan Lautan Indonesia?
Lonjakan Konsumsi di Tengah Tekanan Ekonomi: Masyarakat Indonesia Bertahan dengan Tabungan!
Hilirisasi Tambang: Mesin Pertumbuhan Ekonomi yang Tak Kunjung Menyala
Impor Lagi? Karena Produksi Pangan Lokal Terlalu Mewah untuk Rakyat!
Stop! Impor Makanan Mengancam! Ketahanan Pangan Indonesia di Ujung Tanduk!
Selamat Datang di Kawasan Lindung: Hutan Hilang Dijamin!
Kongsi Gula Raksasa: Kuasai Tanah, Singkirkan Hutan di Merauke!
Ekspor Pasir Laut Dibuka: Keuntungan Instan, Kerusakan Lingkungan Mengancam Masa Depan!
APBN 2025: Anggaran Jumbo, Stimulus Mini untuk Ekonomi
“Investasi di IKN Melonjak, Tapi Pesawatnya Masih Cari Parkir”
Mandeknya Pengembalian Aset BLBI: Ujian Nyali dan Komitmen Pemerintah
Jeratan Hukum Fify Mulyani dalam Kasus Poligami dan Tindak Pidana Pencucian Uang
Skandal Kuota Haji Khusus: Dugaan Penyelewengan di Balik Penyelenggaraan Haji 2024
IKN di Persimpangan: Anggaran Menyusut, Investasi Swasta Diharapkan
Warteg Menolak IKN, Apa Warteg Menolak IKAN ?
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal
Kowartami Resmikan Warteg Republik Bahari Cabang Ke-4 Di Salemba Jakarta Pusat
Natal Di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) Salah Satu Makanan Favorit
Pedagang Warteg Semakin Sulit Harga Beras Naik
Yabie Cafe Tempat Bersantai Kekinian di Kranji Bekasi
Nongkrong Sambil Mencicip Surabi dengan Beragam Topping di Bandung