Jakarta, Kowantaranews.com — Dunia perdagangan internasional sedang mengalami guncangan hebat yang tak kunjung reda. Lebih dari 50 negara kini berada dalam posisi sulit, berusaha mati-matian untuk bernegosiasi dengan Gedung Putih terkait kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dengan pendekatan yang disebut-sebut sebagai strategi “tarik ulur”, Trump tampaknya berhasil membuat banyak pihak kebingungan dan kewalahan, atau dalam bahasa sehari-hari, “pusing tujuh keliling”. Negara-negara ini berlomba mencari solusi yang saling menguntungkan, namun AS di bawah kepemimpinan Trump terlihat memegang kendali penuh, menunjukkan sikap tegas sekaligus fleksibel yang membingungkan lawan negosiasinya.
Kebijakan tarif ini bermula dari pengumuman pada 2 April 2025, ketika AS mengeluarkan tarif dasar dan bea masuk baru yang menggemparkan dunia. Dilansir dari Reuters pada Senin (7/4/2025), Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengungkapkan bahwa lebih dari 50 negara telah memulai pembicaraan dengan AS sejak saat itu. Meski begitu, Bessent memilih untuk tidak membeberkan daftar negara atau detail isi negosiasi tersebut. Dalam pernyataannya, ia menegaskan, “Praktik perdagangan yang tidak adil bukanlah sesuatu yang bisa diselesaikan dalam hitungan hari atau minggu. Kami harus melihat apa yang ditawarkan negara-negara tersebut dan apakah itu dapat dipercaya.” Pernyataan ini mencerminkan pendekatan hati-hati namun penuh percaya diri dari pemerintahan Trump.
Kebijakan Tarif yang Mengguncang Dunia
Pada 5 April 2025, AS resmi memberlakukan tarif universal sebesar 10 persen untuk seluruh negara di dunia. Tak berhenti di situ, pada 9 April, tarif “timbal balik” mulai diterapkan dengan kisaran 11-50 persen untuk sejumlah negara tertentu. Langkah ini langsung memicu gelombang reaksi di pasar global. Bursa saham AS menjadi salah satu yang paling terdampak. Pada Minggu malam (6/4), Dow Jones Industrial Average dan S&P 500 anjlok hampir 4 persen, sementara Nasdaq merosot hampir 5 persen. Bahkan harga bitcoin, yang sebelumnya relatif stabil, ikut terjun bebas hampir 6 persen. Efek domino ini juga terasa di bursa saham negara lain, yang mayoritas memerah dalam waktu singkat.
Namun, di tengah kepanikan pasar, Bessent tetap tenang. Ia menegaskan bahwa penurunan ini bukanlah pertanda resesi. “Tidak perlu ada resesi. Siapa yang tahu bagaimana pasar akan bereaksi dalam sehari atau seminggu? Yang kami fokuskan adalah membangun fundamental ekonomi jangka panjang untuk kemakmuran,” katanya. Sikap optimistis ini didukung oleh data pertumbuhan lapangan kerja AS yang ternyata lebih kuat dari perkiraan, menjadi salah satu alasan pemerintahan Trump yakin dengan kebijakan tarifnya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, memperkuat posisi Gedung Putih dengan menyatakan bahwa tidak ada rencana untuk menunda pemberlakuan tarif. Dalam wawancara di acara Face the Nation di CBS News, Lutnick tegas mengatakan, “Tarif akan tetap berlaku selama berhari-hari dan berminggu-minggu.” Pernyataan ini seolah menjadi sinyal bahwa AS tidak akan mundur, melainkan terus melangkah dengan strategi yang telah dirancang.
Baca juga : Trump-Musk Tag Team: Efisiensi atau Efek Ketawa?
Baca juga : Korupsi Membara, Elite Bertumbangan! Serbia dalam Cengkeraman Revolusi yang Tak Bisa Dihentikan!
Respons Beragam dari Dunia
Kebijakan tarif Trump memicu respons yang beragam dari berbagai negara. China, sebagai salah satu kekuatan ekonomi terbesar, langsung membalas dengan tarif resiprokal sebesar 34 persen terhadap barang-barang impor dari AS. Uni Eropa, di sisi lain, sedang mempersiapkan tarif balasan sambil berupaya memperluas kerja sama dengan negara-negara Asia Tengah untuk mengurangi dampak kebijakan AS. Namun, tidak semua negara memilih sikap konfrontatif. Australia, misalnya, memutuskan untuk tidak membalas tarif AS dan lebih memilih pendekatan diam untuk sementara waktu.
Penasihat ekonomi utama Gedung Putih, Kevin Hassett, mengakui adanya perbedaan respons ini. “Banyak negara marah dan membalas, tetapi ada juga yang bersedia berunding. Mereka mencari kompromi karena tahu mereka menanggung banyak tarif,” ujarnya. Hassett juga optimistis bahwa dampak kebijakan ini tidak akan terlalu terasa bagi konsumen di AS, sebuah pernyataan yang menuai pro dan kontra di kalangan analis.
Beberapa negara memilih jalur negosiasi aktif untuk meredam ketegangan. Vietnam, misalnya, langsung menghubungi Trump dan menawarkan pemangkasan tarif impor terhadap barang-barang AS sebagai bagian dari usaha mencapai kesepakatan. India juga mengambil langkah serupa. Seorang pejabat pemerintah India menyatakan bahwa New Delhi tidak berencana membalas tarif AS dan sedang fokus pada proses negosiasi. Di Asia Tenggara, Indonesia turut bergabung dalam pendekatan diplomasi. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa Jakarta memilih bernegosiasi untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan.
Taiwan bahkan melangkah lebih jauh. Presiden Lai Ching-te mengusulkan tarif nol, menghapus hambatan perdagangan, dan meningkatkan investasi sebagai tawaran kepada AS. Di Eropa, Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, menyatakan kesiapannya untuk menggunakan segala cara, baik melalui negosiasi maupun langkah ekonomi, untuk menghadapi situasi ini. Sementara itu, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dijadwalkan bertemu Trump pada Senin (7/4). Selain membahas isu Gaza, Netanyahu juga akan meminta penangguhan tarif 17 persen yang dikenakan terhadap Israel.
Strategi Tarik Ulur Trump
Apa yang dilakukan Trump dalam situasi ini sering disebut sebagai strategi “tarik ulur”. Di satu sisi, ia memberlakukan tarif tinggi dan menunjukkan sikap keras terhadap praktik perdagangan yang dianggap tidak adil. Di sisi lain, ia membuka pintu negosiasi, memberikan ruang bagi negara-negara untuk “merayu” AS dengan berbagai tawaran. Pendekatan ini menciptakan ketidakpastian yang membuat lebih dari 50 negara harus berpikir keras untuk menentukan langkah mereka.
Namun, tidak semua pihak setuju dengan pendekatan ini. Ekonom ternama dan mantan Menteri Keuangan AS, Lawrence Summers, mengkritik keras strategi Trump. Menurutnya, pemerintahan Trump mengirimkan sinyal yang bertentangan. “Mereka ingin menghidupkan kembali sektor manufaktur AS, tetapi di saat yang sama membuka ruang negosiasi dengan negara lain. Ini membingungkan dan berpotensi merugikan,” ujar Summers. Kritik ini menyoroti adanya ketidakpastian dalam arah kebijakan perdagangan AS, yang bisa menjadi bumerang bagi ekonomi global.
Dampak dan Ketidakpastian Global
Situasi ini mencerminkan dinamika perdagangan global yang kompleks dan penuh ketegangan. Lebih dari 50 negara kini berada dalam posisi sulit, berusaha mencari celah untuk mencapai kesepakatan dengan AS. Sementara itu, Gedung Putih tetap bersikukuh pada posisinya, didukung oleh keyakinan bahwa kekuatan ekonomi domestik AS mampu menahan guncangan yang terjadi. Pertumbuhan lapangan kerja yang kuat menjadi salah satu pilar kepercayaan diri Trump dan timnya.
Namun, dampak dari kebijakan ini jauh dari jelas. Penurunan tajam di pasar saham global menunjukkan bahwa investor tidak sepenuhnya yakin dengan langkah AS. Di sisi lain, respons beragam dari negara-negara—mulai dari pembalasan keras hingga diplomasi lunak—memperlihatkan bahwa dunia sedang berada dalam fase adaptasi terhadap kebijakan Trump. Apakah negosiasi ini akan menghasilkan solusi yang saling menguntungkan atau justru memicu perang dagang yang lebih luas masih menjadi tanda tanya besar.
Yang pasti, strategi tarik ulur Trump telah berhasil membuat dunia internasional waspada. Negara-negara kini harus bersiap menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, baik dari sisi ekonomi maupun politik. Proses negosiasi yang masih berlangsung ini akan menjadi penentu arah perdagangan global dalam beberapa bulan ke depan. Sementara itu, lebih dari 50 negara terus “pusing tujuh keliling” menghadapi permainan Trump, menanti langkah selanjutnya dari pemimpin yang dikenal tidak mudah ditebak ini. Hanya waktu yang akan menjawab apakah dunia akan menemukan keseimbangan baru atau tenggelam dalam konflik perdagangan yang lebih dalam. By Mukroni
Foto Kowantaranews.com
- Baca juga :
Trump-Musk Tag Team: Efisiensi atau Efek Ketawa?
Dunia Terguncang! Duterte Ditangkap dan Diterbangkan ke Den Haag untuk Menghadapi Keadilan!
Eropa sebagai Penyelamat: Zelenskyy Mencari Sekutu Baru Setelah Dikhianati AS
Zelenskyy Siap Korbankan Tahta Demi Perdamaian, Dunia di Ambang Titik Balik!
Donald Trump Resmi Dilantik sebagai Presiden ke-47 Amerika Serikat, Janji Era Keemasan
Harapan Damai di Ujung Tanduk: Gencatan Senjata Hamas-Israel Terancam Gagal
Uni Eropa Bersiap Guncang Dunia dengan Hentikan Hubungan dengan Israel!
Skandal Pemalsuan Catatan: Ajudan Netanyahu Diduga Ubah Fakta Penting di Tengah Krisis Nasional!
Jeritan Damai di Gaza: Harapan yang Hancur di Tengah Kobaran Api Perang
Agresi Israel terhadap Iran: Serangan Terencana dan Dampaknya di Timur Tengah
Kolonel Gugur, Perang Tak Berujung: Gaza Terbakar dalam Api Konflik Tanpa Akhir
Kejamnya Israel: Sebar Pamflet Jasad Sinwar, Picu Kecaman Dunia!
Netanyahu Terancam! Serangan Drone Mengguncang Rumahnya di Tengah Badai Perang Tanpa Akhir
Sanders Kritik Serangan Israel dan Serukan Penghentian Dukungan Senjata AS
Brutalitas Perang: Israel Gunakan Warga Sipil Palestina sebagai Tameng Hidup
Israel Serang Prajurit TNI di Lebanon: Arogansi di Atas Hukum, Dunia Terguncang!
Mahkamah Pidana Internasional Desak Penggunaan Istilah “Negara Palestina” oleh Institusi Global
Pertemuan Sejarah di Kairo: Fatah dan Hamas Bersatu Demi Masa Depan Gaza yang Tak Tergoyahkan
Kebiadaban Israel: Serangan Brutal Gaza Tewaskan 42.000 Warga Sipil Tak Berdosa
Khamenei: Serangan ke Israel Sah, Musuh Muslim Harus Bersatu Melawan Agresi
Kekejaman Israel: Serangan yang Memporak-porandakan Lebanon
Konspirasi Gelap Israel: Mossad Hancurkan Hezbollah dan Guncang Iran dari Dalam
Serangan Israel Tewaskan Nasrallah: Menabur Angin, Menuai Badai di Lebanon!
Politik Perang Netanyahu: Kekuasaan di Atas Penderitaan Rakyat!
Netanyahu Bicara Damai di PBB Sambil Kirim Bom ke Lebanon: Ironi di Tengah Perang
Semua Salah Kecuali Israel: Netanyahu Pidato di Depan Kursi Kosong PBB
Sidang Umum PBB 2024: Dunia di Ambang Kehancuran, Guterres Serukan Aksi Global!
Semangat Bandung Bangkit! Seruan Global untuk Akhiri Penindasan Palestina
Pembantaian di Lebanon: 274 Tewas dalam Serangan Israel yang Mengguncang Dunia
Pembelaan Buta Barat: Ribuan Serangan Israel Dibalas dengan Kebisuan Internasional
Serbuan Brutal Israel: Al Jazeera Dibungkam, Kebebasan Pers Terancam!
IDF Lempar Mayat Seperti Sampah: Kekejaman di Atas Atap Tepi Barat
Serangan Bom Pager Israel terhadap Hizbullah: Taktik, Dampak, dan Konteks Geopolitik
Israel Diminta ‘Pindah Kos’ dalam 12 Bulan, Dunia Menunggu Kunci Dikembalikan
Kisah Fiksi Terbaru dari Jewish Chronicle: Propaganda Hasbara Israel yang Tak Kunjung Usai
Jerman Hambat Ekspor Senjata ke Israel di Tengah Kekhawatiran Pelanggaran HAM di Gaza
“Genocide Joe” dan Klub Pecinta Perang: Drama Zionisme di Panggung Gaza 2024
Noa Argamani Klarifikasi: ‘Saya Tidak Pernah Dipukuli Hamas Selama Penahanan di Gaza’
Kamala Harris Kehilangan Dukungan Penting di Konvensi Demokrat Karena Isu Palestina
Konvensi Nasional Partai Demokrat 2024: Penetapan Kandidat, Pesan Kebebasan, dan Insiden Tak Terduga
Elon Musk Dipertimbangkan Masuk Kabinet Trump: Menguak Dinamika Politik dan Bisnis di AS
Pidato yang Tidak Pernah Ingin Disampaikan oleh Biden
Lampu Kuning dari Kelas Menengah RI: Menurunnya Daya Beli dan Dampak Sosial Ekonomi
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Daya Beli yang Melemah
Menjaga Stabilitas Ekonomi Indonesia di Tengah Tekanan Utang
Lonjakan Harga Kopi Robusta: Peluang dan Tantangan bagi Perkopian Indonesia
Mengintip Tingginya Biaya Hidup di Timor Leste: Air Mineral Rp 10 Ribu, Fenomena dan Faktor Penyebab
Sejarah Warteg: Evolusi dari Logistik Perang hingga Bisnis Kuliner Populer
Cerita Munculnya Warteg, Berawal untuk Logistik Prajurit Sultan Agung
Wajib Sertifikasi Halal UMKM Diundur ke 2026: Kebijakan dan Alasan Pemerintah
Teriak Pedagang Warteg Saat Harga Beras Dekati Rp 700 Ribu per Karung
Keren !, Sejumlah Alumni UB Mendirikan Koperasi dan Warteg Sahabat di Kota Malang
Ternyata Warteg Sahabat KOWATAMI Memakai Sistem Kasir Online
Ternyata Warteg Sahabat Berada di Bawah Naungan Koperasi Warung Sahabat Madani
Wow Keren !, Makan Gratis di Warteg Sahabat Untuk Penghafal Surat Kahfi di Hari Minggu
Warteg Sahabat Satu-Satunya Warteg Milenial di Kota Malang dengan Wifi
Warteg Sahabat Menawarkan Warteg Gaya Milenial untuk Kota Malang dan Sekitarnya
Republik Bahari Mengepakan Sayap Warteg ala Café di Cilandak Jakarta Selatan
Promo Gila Gilaan Di Grand Opening Rodjo Duren Cirendeu.
Pelanggan Warteg di Bekasi dan Bogor Kecewa, Menu Jengkol Hilang
KOWARTAMI Membuka Lagi Gerai Warteg Republik Bahari ke-5 di MABES Jakarta Barat
Ternyata Nasi Padang Ada yang Harganya Lebih Murah dari Warteg, Apa benar ?
Menikmati Menu Smoothies Buah Naga Di Laloma Cafe Majalengka
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ketika Pedagang Warteg Menanyakan Syarat Mendapatkan Satu Juta Kuota Sertifikasi Halal Gratis
Warteg Republik Bahari Di Bawah Kowartami Mulai Berkibar Di Penghujung Pandemi
Curhat Pemilik Warung Seafood Bekasi Ketika Omsetnya Belum Beranjak Naik
Trending Di Twitter, Ternyata Mixue Belum Mendapat Sertifikat Halal Dari BPJPH Kementerian Agama
Megenal Lebih Dekat Apapun Makanannya Teh Botol Sosro Minumannya, Cikal Bakalnya Dari Tegal