Jakarta, Kowantaranews.com -Pesisir Tangerang, yang dulunya menjadi sumber kehidupan bagi ribuan nelayan, kini berubah menjadi medan pertarungan antara kepentingan publik dan privatisasi laut yang meresahkan. Fenomena pagar bambu yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di perairan Desa Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, telah menjadi simbol ketidakadilan dan pelanggaran hukum. Pagar ini bukan sekadar pembatas fisik, melainkan juga representasi dari masa depan nelayan yang terancam, hak masyarakat atas laut yang dirampas, dan kegagalan tata kelola wilayah pesisir.
Awal Mula Pagar Bambu: Laut yang Dikapling
Pagar bambu ini muncul sebagai bagian dari praktik privatisasi laut yang diduga ilegal. Wilayah perairan yang seharusnya menjadi milik bersama dan dikelola untuk kepentingan publik, tiba-tiba disertifikatkan dan dikapling oleh pihak-pihak tertentu. Tanpa melalui proses reklamasi fisik, laut langsung dipagari dengan bambu sebagai tanda batas kepemilikan. Praktik ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin laut, yang seharusnya menjadi ruang publik, bisa berubah menjadi properti pribadi?
Nelayan setempat, yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil tangkapan di perairan tersebut, merasa terpinggirkan. “Kami tidak bisa lagi melaut di sana. Pagar itu seperti mengurung kami,” kata salah seorang nelayan yang enggan disebutkan namanya. Bagi mereka, laut bukan sekadar sumber penghidupan, tetapi juga warisan leluhur yang harus dijaga untuk generasi mendatang.
Dampak Sosial: Nelayan yang Terjepit
Pagar bambu ini bukan hanya menghalangi akses nelayan ke laut, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup mereka. Sebelum pagar ini berdiri, nelayan bisa dengan bebas melaut dan mencari ikan di perairan tersebut. Kini, mereka harus berjuang melawan batas-batas yang seolah memenjarakan mereka. “Kami sudah melaut di sini turun-temurun. Tiba-tiba, ada yang mengklaim laut ini milik mereka. Ini tidak adil,” ujar nelayan lainnya.
Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh nelayan, tetapi juga oleh masyarakat pesisir secara keseluruhan. Banyak keluarga yang kehilangan sumber pendapatan utama mereka. Anak-anak nelayan terancam putus sekolah karena orang tua mereka tidak lagi mampu membiayai pendidikan. “Kalau tidak ada ikan, tidak ada uang. Kalau tidak ada uang, bagaimana kami bisa hidup?” tanya seorang ibu nelayan dengan nada putus asa.
Baca juga : Isra Miraj: Langkah Kosmik Menuju Harmoni Multikultural
Baca juga : Retakan Tanah Mengintai: Perlombaan Melawan Waktu di Tengah Ancaman Longsor Pekalongan
Baca juga : Di Balik Obsesi Swasembada Pangan: Lingkungan dan Masyarakat yang Terlupakan
Pelanggaran Hukum: Laut yang Diprivatisasi
Praktik privatisasi laut ini diduga melanggar sejumlah regulasi. Pertama, Undang-Undang No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah milik bersama dan pemanfaatannya harus melalui izin resmi. Kedua, Undang-Undang No 6/2023 tentang Cipta Kerja menegaskan pentingnya izin pemanfaatan ruang laut yang berbasis keberlanjutan. Ketiga, Peraturan Menteri ATR/BPN No 17/2021 melarang aktivitas yang membatasi akses masyarakat terhadap wilayah pesisir dan laut.
Namun, praktik kapling laut ini seolah mengabaikan semua aturan tersebut. Pihak-pihak tertentu diduga memanfaatkan celah regulasi untuk menguasai wilayah laut secara ilegal. Mereka mencoba mengasosiasikan diri dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) terkait kawasan pesisir, padahal tindakan mereka justru merusak tujuan utama PSN yang dirancang untuk kepentingan publik.
Penegakan Hukum: TNI AL dan Nelayan Bersatu
Menyikapi fenomena ini, TNI Angkatan Laut (AL) bersama nelayan setempat mengambil langkah tegas. Pada Sabtu, 18 Januari 2025, sebanyak 600 personel gabungan TNI AL dan nelayan melakukan operasi pembongkaran pagar bambu. Dengan menggunakan tali yang diikat ke bambu dan ditarik oleh perahu, mereka berhasil merobohkan pagar tersebut. Operasi ini tidak mudah karena dilakukan di perairan dangkal yang sulit dijangkau kapal besar. Namun, kerja sama antara TNI AL dan nelayan menunjukkan solidaritas yang kuat dalam mempertahankan hak masyarakat atas laut.
“Kami tidak akan membiarkan laut kami dirampas oleh siapa pun. Laut ini milik bersama, dan kami akan terus berjuang untuk itu,” tegas seorang nelayan yang terlibat dalam operasi tersebut. Pembongkaran pagar bambu ini menjadi simbol perlawanan terhadap praktik privatisasi laut yang merugikan masyarakat.
Reklamasi CPI: Kontras yang Mencolok
Sementara itu, di Makassar, proyek reklamasi Centre Point of Indonesia (CPI) menunjukkan bagaimana pengelolaan wilayah pesisir dapat dilakukan secara legal dan terencana. Proyek ini menciptakan daratan baru seluas 150 hektar, dengan lebih dari 50 hektar dialokasikan untuk kepentingan publik. Kawasan ini dirancang untuk mendukung pembangunan ruang terbuka hijau, fasilitas pemerintahan, pusat kebudayaan, dan pengembangan kawasan komersial yang memberikan manfaat ekonomi.
CPI merupakan bagian dari kawasan strategis Mamminasata (Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar) yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 2011. Proyek ini mematuhi sejumlah regulasi, seperti Peraturan Presiden No 122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, dan UU No 5/1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Bahkan, saat ini sudah berdiri rumah sakit tipe A paru dan jantung terbesar di kawasan timur Indonesia.
Perbedaan antara CPI dan privatisasi laut di Tangerang sangat mencolok. CPI memberikan manfaat nyata bagi masyarakat melalui alokasi untuk fasilitas publik, sementara privatisasi laut di Tangerang justru membatasi akses masyarakat dan merugikan nelayan.
Masa Depan Nelayan: Antara Harapan dan Ketidakpastian
Meskipun pagar bambu telah dirubuhkan, masa depan nelayan di pesisir Tangerang masih diliputi ketidakpastian. Mereka khawatir praktik privatisasi laut akan terulang kembali. “Kami butuh jaminan bahwa laut ini akan tetap terbuka untuk kami. Kami tidak ingin hidup dalam ketakutan,” ujar seorang nelayan.
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi hak masyarakat pesisir. Pertama, mencabut sertifikat yang diterbitkan secara tidak sah. Kedua, mengawasi ketat Proyek Strategis Nasional (PSN) agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan pribadi. Ketiga, memastikan bahwa pengelolaan laut dilakukan secara transparan dan berkeadilan.
Laut untuk Semua
Fenomena pagar bambu di Tangerang adalah cerminan dari ketimpangan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Laut, yang seharusnya menjadi milik bersama, justru dikapitalisasi oleh segelintir orang. Nelayan, sebagai penjaga laut, menjadi korban dari ketidakadilan ini.
Pemerintah harus memastikan bahwa pengelolaan laut dilakukan sesuai hukum dan memberikan manfaat yang berimbang antara kepentingan publik dan pengembangan ekonomi. Laut bukan sekadar sumber daya alam, tetapi juga identitas dan kehidupan bagi masyarakat pesisir. Jika laut terkunci, masa depan nelayan pun ikut terkurung. Laut harus tetap terbuka untuk semua, karena laut adalah kehidupan. By Mukroni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Isra Miraj: Langkah Kosmik Menuju Harmoni Multikultural
Retakan Tanah Mengintai: Perlombaan Melawan Waktu di Tengah Ancaman Longsor Pekalongan
Di Balik Obsesi Swasembada Pangan: Lingkungan dan Masyarakat yang Terlupakan
Makan Bergizi Gratis Ngebut! 82,9 Juta Pelajar Siap Disantuni di 2025!
Kemiskinan Menyusut, Tapi Jurang Kesenjangan Kian Menganga!
Jeritan Nelayan: Terjebak di Balik Tembok Laut, Rezeki Kian Terkikis
Menimbang Makna di Balik Perayaan Tahun Baru
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan
Respon Defiant Israel Menyusul Peringatan Biden tentang Serangan Rafah
Dinamika Hubungan India-Israel di Bawah Pemerintahan Narendra Modi
Himne Macklemore untuk Perdamaian dan Keadilan: “Solidaritas Diam”
Tujuan Israel Menolak Gencatan Senjata dengan Hamas dan Melancarkan Operasi di Rafah
Mahasiswa Inggris Protes untuk Palestina: Aksi Pendudukan di Lima Universitas Terkemuka
Solidaritas Pelajar di MIT: Dukungan untuk Gaza dan Perlawanan Terhadap Perintah Polisi
Senator Partai Republik Ancam ICC: ‘Targetkan Israel dan Kami Akan Menargetkan Anda’
Pembelotan Massal dan Ketegangan Internal: Pasukan Israel Menolak Perintah di Gaza
Israel Menutup Kantor Al Jazeera
Ketegangan di Upacara Pembukaan Universitas Michigan: Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Dikeluarkan
Ketegangan Internal dan Eksternal: Keputusan Kontroversial Menutup Saluran Al Jazeera di Israel
Situasi Tegang: Demonstrasi di Institut Seni Chicago Berakhir dengan Puluhan Orang Ditangkap
Platform Pittsburgh: Peran Pentingnya dalam Gerakan Reformasi Amerika dalam Yudaisme
Deklarasi Balfour dan Peran Walter Rothschild: Sebuah Tinjauan
Pelukan Islam Shaun King dan Dukungannya terhadap Palestina: Kisah Perubahan dan Aktivisme
Trinidad dan Tobago Resmi Mengakui Negara Palestina: Tinjauan Keputusan dan Implikasinya
Kolombia Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel karena Dugaan Genosida di Gaza
Kontroversi Video Rashida Tlaib: Pertahanan Pro-Palestina di Tengah Keretakan Demokrat Michigan
Kontroversi Terkait Protes Mahasiswa di AS: Antara Anti-Semitisme dan Anti-Perang
Konfrontasi di Kampus: Mahasiswa Universitas Columbia Berjuang Demi Solidaritas dengan Palestina
Robert Reich Membela Mahasiswa yang Memprotes Perang Israel di Gaza di Kampus-kampus Amerika
Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan
Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut Meski Ditekan Pemerintah
Keyakinan Nahamanides dalam Realitas Surga dan Lokasi Taman Eden Dekat Garis Katulistiwa
Konsep Bumi sebagai Pusat Alam Semesta dalam Divine Comedy Dante
Thomas Aquinas: Pemikiran tentang Surga, Khatulistiwa, dan Taman Eden dalam Summa Theologica
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel Berdasarkan Keyakinan Eskatologis
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel
Orang Uighur Dipaksa Makan Daging Babi karena China Memperluas Peternakan Babi Xinjiang
Keren !, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno Bela Mati-matian Palestina
Kata Rabbi Aaron Teitelbaum Shlita : “Negara Zionis adalah Penyembahan Berhala di Zaman Kita”
TERNYATA ADA RABI YAHUDI BERSUMPAH UNTUK “TERUS BERJUANG DALAM PERANG TUHAN MELAWAN ZIONISME”
Gila !, Banyak Wanita Uyghur Dipaksa Kawin Untuk Menghilangkan Warisan Budaya Tradisi Uyghur
Keren !, Ukraina Salah Satu Negara Pertama Akui Palestina di PBB
Karena Dekatnya Turki dengan Malaysia : Anwar Terbang Menemui Erdogan
Media Asing : Barat Tidak Berdaya di Myanmar
Enam Hari setelah Bencana Gempa Bumi Turki, Para Kontraktor Bangunan Ditangkapi
Bayi Lahir di Reruntuhan Gempa Suriah Dinamai Aya
Keren !, Presiden Aljazair Dukung Penuh Keanggotaan Palestina di PBB
Gawat ! Paman Sam AS Sebut Bakal Perang dengan China
Kemarahan Turki Setelah Pembakaran Quran, Protes Kurdi di Swedia
Kontra Intelijen FBI Menggerebek Kantor Polisi China di New York: Laporan
Nitizen Nyiyirin Presiden Emmanuel Macron”Tidak Minta Maaf” Atas Penjajahan Prancis di Aljazair
Tegas ! Demi Kemanusiaan Datuk Sri Anwar Ibrahim PM. Malaysia Bela Palestina
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ternyata Banyak Nama Kota Peninggalan Peradaban Islam di Amerika Serikat
Ternyata Angelina Jolie Tidak Masuk Dalam Daftar 5 Wanita Tercantik di Dunia
Peristiwa Dunia Yang Terjadi Tahun 2022
Wang Yi Menteri Luar Negeri China Diberhentikan
Pele Sang Legenda Sepak Bola Jum’at Dini Hari Meninggal Dalam Usia 82 Tahun
Islamofobia! Tiga Kepala Babi Diletakan Untuk Memprotes Pembangunan Masjid
Tragis ! Korban Bertambah 18 Orang Tewas Akibat Ledakan Truk Gas di Afrika Selatan
Lebih dari 40 Ribu Kematian Di Cina Karena Covid Di Akhir Tahun
Lagi-lagi Zionis Israil Menembak Mati Warga Palestina, Korbannya Pemain Sepak Bola Muda
Dr. Nisia Trindade Lima Menteri Kesehatan Brasil Pertama dari Kaum Hawa
Maher Zain Hadir Di Piala Dunia 2022 Dengan Merilis Lagu Bersiaplah (Tahayya)
Kembali Pecah Rekor, Kasus Covid-19 di China Tembus 39 Ribu Kasus Sehari