Jakarta, Kowantaranews.com – Kebijakan alokasi dana desa 2025 yang mewajibkan 20 persen untuk program Makan Bergizi Gratis Presiden Prabowo Subianto menuai pro dan kontra. Di satu sisi, program ini berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dengan mendorong Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi pemasok bahan pangan. Namun, di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa kebijakan ini justru semakin mempersempit ruang gerak otonomi desa dalam mengelola anggaran mereka sendiri.
Kebijakan Baru: Dana Desa untuk Ketahanan Pangan
Peraturan Menteri Desa Nomor 2 Tahun 2024 menegaskan bahwa setiap desa wajib mengalokasikan minimal 20 persen dari dana desa untuk ketahanan pangan. Implementasi kebijakan ini diarahkan pada penyediaan makanan bergizi gratis bagi siswa sekolah. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, menyatakan bahwa kebijakan ini tidak hanya mendukung program nasional tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi desa.
“Bayangkan jika program ini menjangkau 83 juta orang per hari, dibutuhkan 83 juta butir telur. Ini peluang besar bagi desa untuk menjadi pemasok, bukan sekadar penonton,” ujar Yandri saat diwawancara di kantornya, Selasa (4/2/2025).
Dalam skema yang dirancang pemerintah, desa akan diarahkan untuk berpartisipasi aktif dalam rantai pasok pangan program ini melalui BUMDes. Dengan demikian, diharapkan dana desa tidak hanya digunakan sebagai pengeluaran sosial tetapi juga sebagai investasi yang menghidupkan ekonomi lokal.
Baca juga : Anak Muda Berbondong-bondong ke Luar Negeri, Indonesia Krisis Harapan?
Baca juga : Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Solusi Nutrisi dan Kebersamaan di Sekolah
Baca juga : Liang Wenfeng: Jenius AI China yang Mengguncang Dunia dan Mengancam Hegemoni Teknologi AS
Pro dan Kontra: Peluang atau Pembatasan Otonomi Desa?
Sejumlah pihak menyambut baik kebijakan ini, terutama mereka yang melihat potensi besar bagi perekonomian desa. Sekretaris Desa Gembong, Sukrudin, misalnya, mengungkapkan bahwa desanya siap berpartisipasi dan menghidupkan kembali BUMDes yang sebelumnya kurang berkembang.
“Kami melihat ini sebagai kesempatan untuk membangun kembali ekonomi desa. Sebelumnya, kami mencoba beternak lele, tetapi tidak berjalan lancar. Dengan adanya kebijakan ini, kami bisa lebih fokus pada produksi pangan yang dibutuhkan program,” kata Sukrudin.
Namun, di sisi lain, kritik keras datang dari berbagai kalangan yang menilai kebijakan ini justru mempersempit kemandirian desa dalam mengelola anggaran. Peneliti senior The SMERU Research Institute, Muhammad Syukri, menegaskan bahwa sejak awal, desa masih diperlakukan sebagai bagian birokrasi pemerintah daerah, bukan sebagai institusi yang mandiri.
“Aturan pembatasan penggunaan dana desa perlu diubah agar desa lebih berdaya. Setiap tahun, peraturan menteri menetapkan prioritas penggunaan dana desa secara ketat. Seharusnya, aturan ini lebih fleksibel agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masing-masing desa,” ujarnya.
Kepala Desa Jatisobo, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Karanganyar, Triyono, juga mengungkapkan kekhawatirannya. Menurutnya, desa seharusnya diberikan kebebasan lebih dalam mengelola dana sesuai dengan kebutuhan lokal.
“Sejak pandemi Covid-19, ruang bagi desa untuk mandiri menggunakan dana desa semakin sempit. Kami ingin fokus pada pemberdayaan ekonomi, seperti hibah kambing, tetapi tidak bisa optimal karena dananya harus dialokasikan ke bidang lain,” kata Triyono.
Bagi desa-desa yang memiliki permasalahan spesifik, seperti kondisi pertanian yang tidak produktif atau minimnya sumber daya manusia, alokasi dana desa yang terlalu ketat justru bisa menghambat inovasi lokal. Misalnya, di beberapa wilayah yang bergantung pada curah hujan, lahan pertanian sulit berkembang, menyebabkan banyak warga memilih merantau ke kota besar.
“Jika sektor pertanian dan peternakan berkembang, pemuda tak perlu lagi bekerja di kota. Tapi kalau kebijakan ini terlalu mengikat, sulit bagi kami untuk mengembangkan potensi desa,” tambah Triyono.
Earmark: Membantu atau Membatasi?
Sosiolog perdesaan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Ivanovich Agusta, menyoroti praktik earmark atau pengikatan anggaran sejak pandemi Covid-19 yang kini tetap diberlakukan dalam berbagai bentuk. Setelah dana desa diarahkan untuk bantuan langsung tunai (BLT) pada 2020-2022, kini alokasi besar diwajibkan untuk ketahanan pangan.
“Earmark justru membatasi desa. Dana desa milik desa, bukan pemerintah pusat yang mengaturnya secara kaku,” ujarnya.
Ivanovich juga mempertanyakan kebijakan pemblokiran pencairan 20 persen dana desa untuk ketahanan pangan hingga adanya petunjuk teknis dari kementerian. Menurutnya, hal ini menghambat desa dalam menjalankan program yang telah mereka rancang sejak awal tahun.
“Seharusnya desa diberikan kewenangan penuh dalam mengelola dananya. Jika pemerintah ingin intervensi, sebaiknya dalam bentuk pendampingan, bukan pembatasan,” tegasnya.
Kendala Implementasi: Ketidakjelasan Pengelolaan
Di tingkat desa, kebijakan ini masih menghadapi kendala dalam hal implementasi. Beberapa kepala desa mengaku bingung dengan mekanisme pengelolaan program Makan Bergizi Gratis. Sekretaris Desa Gembong, Sukrudin, menyebutkan bahwa belum ada kejelasan apakah koperasi, BUMDes, atau instansi lain yang akan bertanggung jawab atas program ini.
“Kemarin ada tim Prabowo-Gibran datang, katanya koperasi yang akan mengelola. TNI juga sempat datang dan mencatat-catat. Terserahlah kalau mau jalan, ya jalan,” ujarnya.
Selain itu, koordinasi antara pemerintah pusat dan desa juga masih menjadi tantangan. Jika tidak dikelola dengan baik, ada potensi penyimpangan atau ketidaktepatan sasaran dalam distribusi dana dan bahan pangan.
Antara Peluang dan Risiko
Kebijakan alokasi dana desa untuk Makan Bergizi Gratis memiliki dua sisi yang berlawanan. Di satu sisi, program ini dapat menjadi peluang besar bagi desa untuk menggerakkan ekonomi lokal, terutama jika BUMDes mampu berperan sebagai pemasok utama bahan pangan. Di sisi lain, intervensi pemerintah pusat yang semakin besar dalam menentukan penggunaan dana desa memunculkan kekhawatiran terkait dengan hilangnya otonomi desa.
Jika kebijakan ini tidak disertai dengan fleksibilitas dalam implementasi di lapangan, bukan tidak mungkin desa-desa justru mengalami kesulitan dalam mengembangkan potensi lokal mereka. Peran pemerintah sebaiknya lebih mengarah pada pendampingan dan fasilitasi, bukan pembatasan ketat yang bisa menghambat kreativitas desa dalam mengelola anggaran.
Otonomi desa merupakan salah satu prinsip utama dalam Undang-Undang Desa, yang bertujuan memberikan kewenangan penuh kepada desa untuk mengelola sumber daya mereka sendiri. Jika kebijakan seperti ini terus berlanjut, pertanyaannya adalah: Apakah desa masih bisa benar-benar mandiri, atau hanya menjadi perpanjangan birokrasi pemerintah pusat? By Mukroni
Foto Kowantaranews
Anak Muda Berbondong-bondong ke Luar Negeri, Indonesia Krisis Harapan?
Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Solusi Nutrisi dan Kebersamaan di Sekolah
Mangrove, Benteng Gaib Penahan Tsunami dan Penyelamat Umat Manusia
MANGROVE: POHON SAKTI PENJAGA BUMI DARI AMUKAN LAUTAN!
Mangrove: Pohon Ajaib yang Menyembuhkan Bumi dan Mengenyangkan Perut Manusia
Serai Wangi: Pahlawan Tak Terduga untuk Lingkungan yang Terluka!
Mangrove Indonesia: Lumbung Karbon Terbesar yang Menyelamatkan Planet!
Krisis Sputnik Baru: Deepseek Mengancam Hegemoni Teknologi Amerika
Laut Terkunci: Pagar Bambu yang Mengurung Masa Depan Nelayan
Isra Miraj: Langkah Kosmik Menuju Harmoni Multikultural
Retakan Tanah Mengintai: Perlombaan Melawan Waktu di Tengah Ancaman Longsor Pekalongan
Di Balik Obsesi Swasembada Pangan: Lingkungan dan Masyarakat yang Terlupakan
Makan Bergizi Gratis Ngebut! 82,9 Juta Pelajar Siap Disantuni di 2025!
Kemiskinan Menyusut, Tapi Jurang Kesenjangan Kian Menganga!
Jeritan Nelayan: Terjebak di Balik Tembok Laut, Rezeki Kian Terkikis
Menimbang Makna di Balik Perayaan Tahun Baru
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan
Respon Defiant Israel Menyusul Peringatan Biden tentang Serangan Rafah
Dinamika Hubungan India-Israel di Bawah Pemerintahan Narendra Modi
Himne Macklemore untuk Perdamaian dan Keadilan: “Solidaritas Diam”
Tujuan Israel Menolak Gencatan Senjata dengan Hamas dan Melancarkan Operasi di Rafah
Mahasiswa Inggris Protes untuk Palestina: Aksi Pendudukan di Lima Universitas Terkemuka
Solidaritas Pelajar di MIT: Dukungan untuk Gaza dan Perlawanan Terhadap Perintah Polisi
Senator Partai Republik Ancam ICC: ‘Targetkan Israel dan Kami Akan Menargetkan Anda’
Pembelotan Massal dan Ketegangan Internal: Pasukan Israel Menolak Perintah di Gaza
Israel Menutup Kantor Al Jazeera
Ketegangan di Upacara Pembukaan Universitas Michigan: Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Dikeluarkan
Ketegangan Internal dan Eksternal: Keputusan Kontroversial Menutup Saluran Al Jazeera di Israel
Situasi Tegang: Demonstrasi di Institut Seni Chicago Berakhir dengan Puluhan Orang Ditangkap
Platform Pittsburgh: Peran Pentingnya dalam Gerakan Reformasi Amerika dalam Yudaisme
Deklarasi Balfour dan Peran Walter Rothschild: Sebuah Tinjauan
Pelukan Islam Shaun King dan Dukungannya terhadap Palestina: Kisah Perubahan dan Aktivisme
Trinidad dan Tobago Resmi Mengakui Negara Palestina: Tinjauan Keputusan dan Implikasinya
Kolombia Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel karena Dugaan Genosida di Gaza
Kontroversi Video Rashida Tlaib: Pertahanan Pro-Palestina di Tengah Keretakan Demokrat Michigan
Kontroversi Terkait Protes Mahasiswa di AS: Antara Anti-Semitisme dan Anti-Perang
Konfrontasi di Kampus: Mahasiswa Universitas Columbia Berjuang Demi Solidaritas dengan Palestina
Robert Reich Membela Mahasiswa yang Memprotes Perang Israel di Gaza di Kampus-kampus Amerika
Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan
Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut Meski Ditekan Pemerintah
Keyakinan Nahamanides dalam Realitas Surga dan Lokasi Taman Eden Dekat Garis Katulistiwa
Konsep Bumi sebagai Pusat Alam Semesta dalam Divine Comedy Dante
Thomas Aquinas: Pemikiran tentang Surga, Khatulistiwa, dan Taman Eden dalam Summa Theologica
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel Berdasarkan Keyakinan Eskatologis
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel
Orang Uighur Dipaksa Makan Daging Babi karena China Memperluas Peternakan Babi Xinjiang
Keren !, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno Bela Mati-matian Palestina
Kata Rabbi Aaron Teitelbaum Shlita : “Negara Zionis adalah Penyembahan Berhala di Zaman Kita”
TERNYATA ADA RABI YAHUDI BERSUMPAH UNTUK “TERUS BERJUANG DALAM PERANG TUHAN MELAWAN ZIONISME”
Gila !, Banyak Wanita Uyghur Dipaksa Kawin Untuk Menghilangkan Warisan Budaya Tradisi Uyghur
Keren !, Ukraina Salah Satu Negara Pertama Akui Palestina di PBB
Karena Dekatnya Turki dengan Malaysia : Anwar Terbang Menemui Erdogan
Media Asing : Barat Tidak Berdaya di Myanmar
Enam Hari setelah Bencana Gempa Bumi Turki, Para Kontraktor Bangunan Ditangkapi
Bayi Lahir di Reruntuhan Gempa Suriah Dinamai Aya
Keren !, Presiden Aljazair Dukung Penuh Keanggotaan Palestina di PBB
Gawat ! Paman Sam AS Sebut Bakal Perang dengan China
Kemarahan Turki Setelah Pembakaran Quran, Protes Kurdi di Swedia
Kontra Intelijen FBI Menggerebek Kantor Polisi China di New York: Laporan
Nitizen Nyiyirin Presiden Emmanuel Macron”Tidak Minta Maaf” Atas Penjajahan Prancis di Aljazair
Tegas ! Demi Kemanusiaan Datuk Sri Anwar Ibrahim PM. Malaysia Bela Palestina
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ternyata Banyak Nama Kota Peninggalan Peradaban Islam di Amerika Serikat
Ternyata Angelina Jolie Tidak Masuk Dalam Daftar 5 Wanita Tercantik di Dunia
Peristiwa Dunia Yang Terjadi Tahun 2022
Wang Yi Menteri Luar Negeri China Diberhentikan
Pele Sang Legenda Sepak Bola Jum’at Dini Hari Meninggal Dalam Usia 82 Tahun
Islamofobia! Tiga Kepala Babi Diletakan Untuk Memprotes Pembangunan Masjid
Tragis ! Korban Bertambah 18 Orang Tewas Akibat Ledakan Truk Gas di Afrika Selatan
Lebih dari 40 Ribu Kematian Di Cina Karena Covid Di Akhir Tahun
Lagi-lagi Zionis Israil Menembak Mati Warga Palestina, Korbannya Pemain Sepak Bola Muda
Dr. Nisia Trindade Lima Menteri Kesehatan Brasil Pertama dari Kaum Hawa
Maher Zain Hadir Di Piala Dunia 2022 Dengan Merilis Lagu Bersiaplah (Tahayya)
Kembali Pecah Rekor, Kasus Covid-19 di China Tembus 39 Ribu Kasus Sehari