• Jum. Jun 20th, 2025

KowantaraNews

Halal Gratis, Warteg Nge-Hits: Tanpa Drama, Cuma Solusi!

Anak Muda Berbondong-bondong ke Luar Negeri, Indonesia Krisis Harapan?

ByAdmin

Feb 15, 2025
Sharing is caring

Jakarta, Kowantaranews.com -Fenomena migrasi anak muda Indonesia ke luar negeri semakin menjadi perbincangan hangat. Dari mahasiswa yang memilih melanjutkan pendidikan hingga pekerja yang mencari penghidupan lebih baik, tren ini memunculkan pertanyaan besar: Apakah Indonesia sedang mengalami krisis harapan?

Fenomena migrasi anak muda Indonesia ke luar negeri semakin menjadi perbincangan hangat. Dari mahasiswa yang memilih melanjutkan pendidikan hingga pekerja yang mencari penghidupan lebih baik, tren ini memunculkan pertanyaan besar: Apakah Indonesia sedang mengalami krisis harapan?

Meningkatnya Angka Migrasi Generasi Muda

Dalam beberapa tahun terakhir, angka keberangkatan generasi muda Indonesia ke luar negeri terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan berbagai lembaga survei menunjukkan bahwa semakin banyak anak muda yang memilih meninggalkan tanah air untuk menempuh pendidikan, bekerja, atau bahkan menetap secara permanen. Beberapa negara tujuan utama mereka adalah Singapura, Australia, Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat.

Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan ini, mulai dari ketidakpastian ekonomi, minimnya kesempatan kerja dengan gaji layak, hingga kualitas pendidikan yang dianggap lebih baik di luar negeri. “Saya merasa kesempatan untuk berkembang di luar negeri jauh lebih besar. Di Indonesia, persaingan ketat tetapi gaji tidak sebanding dengan usaha yang saya lakukan,” ujar Rian, seorang lulusan teknik yang kini bekerja di Jerman.

Pendidikan dan Kesempatan Kerja Lebih Baik

Banyak mahasiswa yang memilih melanjutkan studi di luar negeri dengan alasan kualitas pendidikan yang lebih unggul serta peluang karier yang lebih terbuka. Beasiswa seperti LPDP, Erasmus, atau program hibah dari universitas internasional semakin diminati. Bagi mereka, memperoleh gelar dari universitas ternama luar negeri dapat meningkatkan daya saing di pasar kerja global.

Namun, permasalahan muncul ketika banyak dari mereka yang tidak kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studi. Mereka lebih memilih tinggal di negara tempat mereka belajar karena melihat prospek kerja yang lebih menjanjikan. Fenomena ini dikenal sebagai “brain drain” atau kebocoran talenta, di mana sumber daya manusia berkualitas lebih memilih bekerja dan berkontribusi di luar negeri dibandingkan di dalam negeri.

“Saya ingin kembali ke Indonesia, tapi saya juga harus realistis. Di sini, saya mendapatkan gaji yang lebih tinggi dan lingkungan kerja yang lebih profesional,” kata Anisa, seorang peneliti di bidang bioteknologi yang kini menetap di Kanada.

Tantangan Dunia Kerja di Indonesia

Banyak anak muda yang merasa sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka. Upah minimum yang rendah, sistem rekrutmen yang tidak transparan, serta budaya kerja yang masih kental dengan nepotisme dan birokrasi menjadi alasan utama. Beberapa lulusan terbaik dari perguruan tinggi dalam negeri pun mengaku frustrasi dengan kondisi pasar kerja yang stagnan.

Menurut laporan dari Bank Dunia, sekitar 60% pekerja di Indonesia masih berada dalam sektor informal dengan upah yang tidak stabil. Sementara itu, pekerja di sektor formal pun sering menghadapi kondisi kerja yang tidak ideal, termasuk jam kerja panjang dengan tunjangan yang minim.

“Di luar negeri, pekerja lebih dihargai. Ada jenjang karier yang jelas dan kesejahteraan yang lebih diperhatikan,” ujar Bagus, seorang software engineer yang kini bekerja di Silicon Valley.

Baca juga : Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Solusi Nutrisi dan Kebersamaan di Sekolah

Baca juga : Liang Wenfeng: Jenius AI China yang Mengguncang Dunia dan Mengancam Hegemoni Teknologi AS

Baca juga : DOSA DAN BANJIR DAHSYAT: KETIKA NEGERI MAKMUR TENGGELAM DAN HUTAN MANGROVE BANGKIT!

Fenomena Digital Nomad dan Pilihan Gaya Hidup Baru

Selain mencari pekerjaan tetap di luar negeri, banyak anak muda Indonesia yang kini memilih menjadi “digital nomad” atau pekerja jarak jauh yang berpindah-pindah negara. Dengan perkembangan teknologi, banyak profesi seperti desainer grafis, programmer, penulis, dan konsultan yang memungkinkan seseorang bekerja dari mana saja.

Bali, misalnya, telah menjadi salah satu destinasi favorit digital nomad dari berbagai negara. Ironisnya, anak muda Indonesia justru lebih memilih menjadi digital nomad di luar negeri, seperti Thailand, Vietnam, atau Portugal, yang dianggap lebih mendukung ekosistem pekerja lepas.

Dampak Jangka Panjang bagi Indonesia

Jika tren ini terus berlanjut, Indonesia berisiko kehilangan sumber daya manusia unggul yang seharusnya bisa berkontribusi bagi pembangunan nasional. Beberapa negara telah merasakan dampak negatif dari brain drain, seperti Filipina yang kehilangan banyak tenaga kesehatan berkualitas karena mereka lebih memilih bekerja di Amerika Serikat dan Timur Tengah.

Indonesia bisa mengalami hal serupa jika tidak ada langkah strategis untuk menarik kembali talenta yang telah pergi atau setidaknya memberikan insentif agar mereka tetap berkontribusi bagi tanah air. Program-program seperti startup lokal yang didukung pemerintah, kebijakan insentif pajak bagi profesional yang kembali, serta peningkatan kualitas dunia kerja bisa menjadi solusi jangka panjang.

Harapan dan Solusi: Apa yang Bisa Dilakukan?

Meskipun tantangan besar, masih ada harapan untuk membalikkan tren ini. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:

  1. Meningkatkan Kualitas Pendidikan dan Riset\
    Pemerintah perlu berinvestasi lebih dalam pada pendidikan tinggi dan riset agar lulusan dalam negeri tidak kalah bersaing dengan universitas luar negeri.
  2. Menciptakan Lapangan Kerja Berkualitas\
    Mendorong investasi dalam industri berbasis teknologi dan inovasi dapat membuka lebih banyak peluang bagi tenaga kerja muda dengan gaji yang lebih kompetitif.
  3. Membuat Insentif untuk Kepulangan Talenta\
    Beberapa negara, seperti China dan India, berhasil menarik kembali warganya dengan menawarkan insentif pajak, tunjangan karier, serta program khusus bagi mereka yang kembali setelah belajar atau bekerja di luar negeri.
  4. Memperbaiki Sistem dan Budaya Kerja\
    Transparansi dalam perekrutan, penghapusan nepotisme, serta peningkatan kesejahteraan pekerja dapat membuat anak muda lebih tertarik untuk membangun karier di Indonesia.
  5. Mengembangkan Ekosistem Digital Nomad di Dalam Negeri\
    Dengan mendukung lebih banyak coworking space, regulasi yang fleksibel, serta kebijakan pajak yang ramah bagi pekerja lepas, Indonesia bisa menjadi tempat yang lebih menarik bagi talenta digital.

Kesimpulan: Haruskah Kita Khawatir?

Tren anak muda yang berbondong-bondong ke luar negeri memang menimbulkan kekhawatiran, tetapi bukan berarti Indonesia tidak bisa berbenah. Dengan strategi yang tepat, fenomena ini bisa diubah menjadi peluang untuk membangun SDM yang lebih berkualitas dan membawa perubahan positif bagi tanah air.

Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat harus berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi generasi muda. Karena jika tidak, kita mungkin akan menghadapi masa depan di mana anak-anak terbaik bangsa justru membangun negeri orang, sementara Indonesia terus kehilangan talenta-talenta terbaiknya.

Jadi, apakah kita siap melakukan perubahan sebelum semuanya terlambat?Fenomena migrasi anak muda Indonesia ke luar negeri semakin menjadi perbincangan hangat. Dari mahasiswa yang memilih melanjutkan pendidikan hingga pekerja yang mencari penghidupan lebih baik, tren ini memunculkan pertanyaan besar: Apakah Indonesia sedang mengalami krisis harapan?

Meningkatnya Angka Migrasi Generasi Muda

Dalam beberapa tahun terakhir, angka keberangkatan generasi muda Indonesia ke luar negeri terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan berbagai lembaga survei menunjukkan bahwa semakin banyak anak muda yang memilih meninggalkan tanah air untuk menempuh pendidikan, bekerja, atau bahkan menetap secara permanen. Beberapa negara tujuan utama mereka adalah Singapura, Australia, Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat.

Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan ini, mulai dari ketidakpastian ekonomi, minimnya kesempatan kerja dengan gaji layak, hingga kualitas pendidikan yang dianggap lebih baik di luar negeri. “Saya merasa kesempatan untuk berkembang di luar negeri jauh lebih besar. Di Indonesia, persaingan ketat tetapi gaji tidak sebanding dengan usaha yang saya lakukan,” ujar Rian, seorang lulusan teknik yang kini bekerja di Jerman.

Pendidikan dan Kesempatan Kerja Lebih Baik

Banyak mahasiswa yang memilih melanjutkan studi di luar negeri dengan alasan kualitas pendidikan yang lebih unggul serta peluang karier yang lebih terbuka. Beasiswa seperti LPDP, Erasmus, atau program hibah dari universitas internasional semakin diminati. Bagi mereka, memperoleh gelar dari universitas ternama luar negeri dapat meningkatkan daya saing di pasar kerja global.

Namun, permasalahan muncul ketika banyak dari mereka yang tidak kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studi. Mereka lebih memilih tinggal di negara tempat mereka belajar karena melihat prospek kerja yang lebih menjanjikan. Fenomena ini dikenal sebagai “brain drain” atau kebocoran talenta, di mana sumber daya manusia berkualitas lebih memilih bekerja dan berkontribusi di luar negeri dibandingkan di dalam negeri.

“Saya ingin kembali ke Indonesia, tapi saya juga harus realistis. Di sini, saya mendapatkan gaji yang lebih tinggi dan lingkungan kerja yang lebih profesional,” kata Anisa, seorang peneliti di bidang bioteknologi yang kini menetap di Kanada.

Tantangan Dunia Kerja di Indonesia

Banyak anak muda yang merasa sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka. Upah minimum yang rendah, sistem rekrutmen yang tidak transparan, serta budaya kerja yang masih kental dengan nepotisme dan birokrasi menjadi alasan utama. Beberapa lulusan terbaik dari perguruan tinggi dalam negeri pun mengaku frustrasi dengan kondisi pasar kerja yang stagnan.

Menurut laporan dari Bank Dunia, sekitar 60% pekerja di Indonesia masih berada dalam sektor informal dengan upah yang tidak stabil. Sementara itu, pekerja di sektor formal pun sering menghadapi kondisi kerja yang tidak ideal, termasuk jam kerja panjang dengan tunjangan yang minim.

“Di luar negeri, pekerja lebih dihargai. Ada jenjang karier yang jelas dan kesejahteraan yang lebih diperhatikan,” ujar Bagus, seorang software engineer yang kini bekerja di Silicon Valley.

Fenomena Digital Nomad dan Pilihan Gaya Hidup Baru

Selain mencari pekerjaan tetap di luar negeri, banyak anak muda Indonesia yang kini memilih menjadi “digital nomad” atau pekerja jarak jauh yang berpindah-pindah negara. Dengan perkembangan teknologi, banyak profesi seperti desainer grafis, programmer, penulis, dan konsultan yang memungkinkan seseorang bekerja dari mana saja.

Bali, misalnya, telah menjadi salah satu destinasi favorit digital nomad dari berbagai negara. Ironisnya, anak muda Indonesia justru lebih memilih menjadi digital nomad di luar negeri, seperti Thailand, Vietnam, atau Portugal, yang dianggap lebih mendukung ekosistem pekerja lepas.

Dampak Jangka Panjang bagi Indonesia

Jika tren ini terus berlanjut, Indonesia berisiko kehilangan sumber daya manusia unggul yang seharusnya bisa berkontribusi bagi pembangunan nasional. Beberapa negara telah merasakan dampak negatif dari brain drain, seperti Filipina yang kehilangan banyak tenaga kesehatan berkualitas karena mereka lebih memilih bekerja di Amerika Serikat dan Timur Tengah.

Indonesia bisa mengalami hal serupa jika tidak ada langkah strategis untuk menarik kembali talenta yang telah pergi atau setidaknya memberikan insentif agar mereka tetap berkontribusi bagi tanah air. Program-program seperti startup lokal yang didukung pemerintah, kebijakan insentif pajak bagi profesional yang kembali, serta peningkatan kualitas dunia kerja bisa menjadi solusi jangka panjang.

Harapan dan Solusi: Apa yang Bisa Dilakukan?

Meskipun tantangan besar, masih ada harapan untuk membalikkan tren ini. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:

  1. Meningkatkan Kualitas Pendidikan dan Riset\
    Pemerintah perlu berinvestasi lebih dalam pada pendidikan tinggi dan riset agar lulusan dalam negeri tidak kalah bersaing dengan universitas luar negeri.
  2. Menciptakan Lapangan Kerja Berkualitas\
    Mendorong investasi dalam industri berbasis teknologi dan inovasi dapat membuka lebih banyak peluang bagi tenaga kerja muda dengan gaji yang lebih kompetitif.
  3. Membuat Insentif untuk Kepulangan Talenta\
    Beberapa negara, seperti China dan India, berhasil menarik kembali warganya dengan menawarkan insentif pajak, tunjangan karier, serta program khusus bagi mereka yang kembali setelah belajar atau bekerja di luar negeri.
  4. Memperbaiki Sistem dan Budaya Kerja\
    Transparansi dalam perekrutan, penghapusan nepotisme, serta peningkatan kesejahteraan pekerja dapat membuat anak muda lebih tertarik untuk membangun karier di Indonesia.
  5. Mengembangkan Ekosistem Digital Nomad di Dalam Negeri\
    Dengan mendukung lebih banyak coworking space, regulasi yang fleksibel, serta kebijakan pajak yang ramah bagi pekerja lepas, Indonesia bisa menjadi tempat yang lebih menarik bagi talenta digital.

Haruskah Kita Khawatir?

Tren anak muda yang berbondong-bondong ke luar negeri memang menimbulkan kekhawatiran, tetapi bukan berarti Indonesia tidak bisa berbenah. Dengan strategi yang tepat, fenomena ini bisa diubah menjadi peluang untuk membangun SDM yang lebih berkualitas dan membawa perubahan positif bagi tanah air.

Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat harus berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi generasi muda. Karena jika tidak, kita mungkin akan menghadapi masa depan di mana anak-anak terbaik bangsa justru membangun negeri orang, sementara Indonesia terus kehilangan talenta-talenta terbaiknya.

Jadi, apakah kita siap melakukan perubahan sebelum semuanya terlambat? By Mukroni

Foto Kowantaranews

Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Solusi Nutrisi dan Kebersamaan di Sekolah

Mangrove, Benteng Gaib Penahan Tsunami dan Penyelamat Umat Manusia

MANGROVE: POHON SAKTI PENJAGA BUMI DARI AMUKAN LAUTAN!

Mangrove: Pohon Ajaib yang Menyembuhkan Bumi dan Mengenyangkan Perut Manusia

Serai Wangi: Pahlawan Tak Terduga untuk Lingkungan yang Terluka!

Mangrove Indonesia: Lumbung Karbon Terbesar yang Menyelamatkan Planet!

Krisis Sputnik Baru: Deepseek Mengancam Hegemoni Teknologi Amerika

Laut Terkunci: Pagar Bambu yang Mengurung Masa Depan Nelayan

Isra Miraj: Langkah Kosmik Menuju Harmoni Multikultural

Retakan Tanah Mengintai: Perlombaan Melawan Waktu di Tengah Ancaman Longsor Pekalongan

Di Balik Obsesi Swasembada Pangan: Lingkungan dan Masyarakat yang Terlupakan

Makan Bergizi Gratis Ngebut! 82,9 Juta Pelajar Siap Disantuni di 2025!

Kemiskinan Menyusut, Tapi Jurang Kesenjangan Kian Menganga!

Jeritan Nelayan: Terjebak di Balik Tembok Laut, Rezeki Kian Terkikis

Menimbang Makna di Balik Perayaan Tahun Baru

Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang

Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam

Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur

JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot

76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza

Afrika Selatan Menuduh Israel Lakukan Genosida di Gaza di Hadapan Mahkamah Internasional, ini Alasan Adila Hassim

Kontroversi Nat Schwartz: Penyelidikan The New York Times tentang Kekerasan Seksual oleh Hamas dan Implikasinya

Pengarahan Jaksa ICC Karim AA Khan KC kepada Dewan Keamanan PBB mengenai Situasi di Libya: Laporan dan Peta Jalan Menuju Keadilan Berdasarkan Resolusi 1970 (2011)

Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill

Prof. Jeffrey Sachs: Kebijakan Luar Negeri AS Bertentangan dengan Kepentingan Rakyat dan Didasarkan pada Kebohongan Berkelanjutan

Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global

Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden

Thomas Piketty: Barat Harus Memberikan Sanksi kepada Israel Jika Benar-Benar Mendukung Solusi Dua Negara

Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza

Enam Sekutu Amerika Serikat  Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB

Paul Newman tentang Kebenaran dan Politik Luar Negeri Amerika: “Menciptakan Musuh untuk Membenarkan Perang”

Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”

Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza

Trinity College Cambridge Memutuskan Divestasi dari Perusahaan Senjata Setelah Terungkapnya Investasi Kontroversial

Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru

Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa

Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel

Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina

Munafik atau Ketidakadilan? Politisi Belgia Kritik Keputusan Kontes Lagu Eurovision terkait Israel dan Palestina

Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah

Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global

Jejak Sejarah Esau: Perjalanan di Pegunungan Bani Yas’in dari Bani Jawa dalam Kitab Tarikh Ibnu Khaldun

Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina

Tabassum Menerima Tepuk Tangan Meriah atas Pidato Perpisahan di USC: Perlawanannya Terhadap Genosida Disambut Hangat

Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza

Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time

Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan

Seruan Menteri Luar Negeri Afrika Selatan untuk Penangkapan ICC terhadap PM Israel Netanyahu: Kontroversi dan Implikasi Internasional

Respon Defiant Israel Menyusul Peringatan Biden tentang Serangan Rafah

Greta Thunberg Aktivis Iklim Bergabung dalam Protes Ribuan Massa di Eurovision 2024 Malmo: Penolakan Partisipasi Israel dalam Kontes Lagu

Dinamika Hubungan India-Israel di Bawah Pemerintahan Narendra Modi

Kontroversi Penyensoran di YouTube: Tuduhan Terhadap Penyensoran Lagu Pro-Palestina Macklemore, ‘Hind’s Hall’

Kontroversi dan Pertanyaan Etis: Investigasi Independen Terhadap Publikasi Artikel dalam New York Times

Himne Macklemore untuk Perdamaian dan Keadilan: “Solidaritas Diam”

Persemakmuran Bahama Mengakui Palestina Sebagai Negara, Mengukuhkan Komitmen pada Hak Asasi Manusia dan Penentuan Nasib Sendiri

Persemakmuran Bahama Mengakui Palestina Sebagai Negara, Mengukuhkan Komitmen pada Hak Asasi Manusia dan Penentuan Nasib Sendiri

Sekretaris Jenderal PBB Memperingatkan Terhadap Invasi Israel di Rafah dan Potensi Bencana Kemanusiaan

Permintaan Pengacara Belanda kepada ICC untuk Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Pejabat Israel

Tujuan  Israel Menolak Gencatan Senjata dengan Hamas dan Melancarkan Operasi di Rafah

Mahasiswa Inggris Protes untuk Palestina: Aksi Pendudukan di Lima Universitas Terkemuka

Solidaritas Pelajar di MIT: Dukungan untuk Gaza dan Perlawanan Terhadap Perintah Polisi

Muslim Muhammadiyah Salurkan Donasi Rp 15 Miliar untuk Palestina: Upaya Mendukung Dalam Krisis dan Pemberdayaan Ekonomi

Proposal Gencatan Senjata Hamas Diterima Meski Israel Menolak, Pasukan Israel Lanjutkan Operasi Militer di Rafah

Senator Partai Republik Ancam ICC: ‘Targetkan Israel dan Kami Akan Menargetkan Anda’

Pembelotan Massal dan Ketegangan Internal: Pasukan Israel Menolak Perintah di Gaza

Israel Menutup Kantor Al Jazeera

UC Riverside dan Kelompok Pro-Palestina Mencapai Kesepakatan Damai: Akhir Perkemahan dengan Dialog Konstruktif

Ketegangan Meningkat dalam Perang Israel di Gaza: Tuduhan Netanyahu ‘Menyabotase’ Perundingan Gencatan Senjata

Ketegangan di Upacara Pembukaan Universitas Michigan: Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Dikeluarkan

Ketegangan Internal dan Eksternal: Keputusan Kontroversial Menutup Saluran Al Jazeera di Israel

Situasi Tegang: Demonstrasi di Institut Seni Chicago Berakhir dengan Puluhan Orang Ditangkap

Platform Pittsburgh: Peran Pentingnya dalam Gerakan Reformasi Amerika dalam Yudaisme

Dukungan Jeremy Corbyn terhadap Afrika Selatan dalam Kasus Genosida terhadap Israel: Pandangan dan Tanggapan Internasional

Deklarasi Balfour dan Peran Walter Rothschild: Sebuah Tinjauan

Pelukan Islam Shaun King dan Dukungannya terhadap Palestina: Kisah Perubahan dan Aktivisme

Trinidad dan Tobago Resmi Mengakui Negara Palestina: Tinjauan Keputusan dan Implikasinya

Kandidat Presiden dari Partai Hijau Ditangkap dalam Rapat Pro-Palestina: Kisah Kekerasan dan Solidaritas

Kolombia Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel karena Dugaan Genosida di Gaza

Senator Bernie Sanders dan Anggota Partai Demokrat Mendorong Presiden Biden untuk Menghentikan Pengiriman Senjata ke Israel selama Konflik Gaza

Kontroversi Video Rashida Tlaib: Pertahanan Pro-Palestina di Tengah Keretakan Demokrat Michigan

Kontroversi Terkait Protes Mahasiswa di AS: Antara Anti-Semitisme dan Anti-Perang

Konfrontasi di Kampus: Mahasiswa Universitas Columbia Berjuang Demi Solidaritas dengan Palestina

Robert Reich Membela Mahasiswa yang Memprotes Perang Israel di Gaza di Kampus-kampus Amerika

Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan

Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut Meski Ditekan Pemerintah

Perdana Menteri Israel Kritik Protes Pro-Palestina di Kampus Amerika: Sebuah Sorotan Terhadap Kenaikan Antisemitisme

Pengaruh Skema Asli: Teori Kontroversial Profesor Santos tentang Lokasi Sebenarnya Yerusalem dalam ‘Atlantis: The Lost Continent Finally Found’

Keyakinan Nahamanides dalam Realitas Surga dan Lokasi Taman Eden Dekat Garis Katulistiwa

Konsep Bumi sebagai Pusat Alam Semesta dalam Divine Comedy Dante

Thomas Aquinas: Pemikiran tentang Surga, Khatulistiwa, dan Taman Eden dalam Summa Theologica

Mengungkap Misteri Taman Eden: Perjalanan dan Komentar Obadiah dari Bertinoro tentang Misnah dalam Perjalanannya ke Yerusalem

Tantangan Geografis dalam Interpretasi Klasik Kisah Eden: Targum Yerushalmi, Terjemahan Arab, dan Perspektif Nahmadines

Hubungan antara Midrash HaGadol dan Lokasi Eden serta Catatan Buku “Atlantis: The Lost Continent Finally Found” karya Prof. Arysio Santos

Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel Berdasarkan Keyakinan Eskatologis

Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel

“Menyuarakan Kebenaran: Dialog Imaginer Rabbi Neturei Karta dengan Jurnalis Kowantaranews.com tentang Konflik Israel-Palestina”

Neturei KARTA” bukanlah nama kota-kota di Indonesia seperti JaKARTA, JogjaKARTA, SuraKARTA, PurwoKERTO, PurwaKARTA, MojoKERTO, KERTOsono, KERTAbesuki” dan lainnya tapi Sebuah Komunitas Yahudi Ortodoks yang Menentang Zionisme Israel

Bulan Ramadhan Tahun ini dan Seterusnya Azan Dikumandangkan 5 Kali Sehari di Salah Satu Kota Terbesar di Amerika Serikat, Kota Minneapolis Negara Bagian Minnesota

Orang Uighur Dipaksa Makan Daging Babi karena China Memperluas Peternakan Babi Xinjiang

Keren !, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno Bela Mati-matian Palestina

Ternyata ICJP Menyerukan Pemerintah Inggris untuk Merujuk Israel dan Perdana Menteri Netanyahu ke Pengadilan Kriminal Internasional untuk Kejahatan Perang di Palestina, Sebelum Jadwal Kunjungan Netanyahu 

Siapakah Alvin Bragg?  Jaksa Distrik Manhattan Setingkat Kejaksaan Negeri yang  Menuntut Donald Trump Presiden Amerika Serikat ke-45

Kata Rabbi Aaron Teitelbaum Shlita : “Negara Zionis adalah Penyembahan Berhala di Zaman Kita”

TERNYATA ADA RABI YAHUDI BERSUMPAH UNTUK  “TERUS BERJUANG DALAM PERANG TUHAN MELAWAN ZIONISME”

Gila !, Banyak Wanita Uyghur Dipaksa Kawin Untuk Menghilangkan  Warisan Budaya Tradisi Uyghur

Selain Beberapa Organisasi Islam, Warga Amerika Serikat Juga  Meminta Pemerintah Indonesia Menolak Timnas Israel U-20

Keren !, Ukraina Salah Satu Negara Pertama Akui Palestina di PBB

Karena Dekatnya Turki dengan Malaysia : Anwar  Terbang  Menemui  Erdogan

Media Asing : Barat Tidak Berdaya di Myanmar

Enam Hari setelah Bencana Gempa Bumi Turki, Para Kontraktor  Bangunan Ditangkapi

Bayi Lahir di Reruntuhan Gempa Suriah Dinamai Aya

Keren !, Presiden Aljazair Dukung Penuh Keanggotaan Palestina di PBB

Gawat !  Paman Sam AS Sebut Bakal Perang dengan China

Kemarahan Turki Setelah Pembakaran Quran, Protes Kurdi di Swedia

Kontra Intelijen FBI Menggerebek Kantor Polisi China di New York: Laporan

Nitizen Nyiyirin Presiden Emmanuel Macron”Tidak Minta Maaf” Atas Penjajahan Prancis di Aljazair

Tegas !  Demi Kemanusiaan Datuk Sri Anwar Ibrahim PM. Malaysia Bela Palestina

Rame Dibahas di Medsos “Pegunungan Makkah Telah Ditutupi dengan Tanaman Hijau Setelah Hujan Baru-baru ini”

China  Sebagai Pembunuh Terbanyak  Dalam Sejarah Modern,  Karena Ketidakmampuan dan Kebodohan Pemerintah Komunis Cina,  Tulis Media Luar

Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu

Ternyata Banyak Nama Kota Peninggalan Peradaban Islam di Amerika Serikat

Ternyata  Angelina Jolie  Tidak Masuk Dalam Daftar 5 Wanita Tercantik di Dunia

Peristiwa Dunia Yang Terjadi Tahun 2022

Wang Yi Menteri Luar Negeri China Diberhentikan

Pele Sang Legenda Sepak Bola Jum’at Dini Hari Meninggal Dalam Usia 82 Tahun

Islamofobia! Tiga Kepala Babi Diletakan Untuk Memprotes Pembangunan Masjid

Tragis ! Korban Bertambah 18 Orang Tewas Akibat Ledakan Truk Gas di Afrika Selatan

Lebih dari 40 Ribu Kematian Di Cina Karena Covid Di Akhir Tahun

Lagi-lagi Zionis Israil Menembak Mati Warga Palestina, Korbannya Pemain Sepak Bola Muda

Dr. Nisia Trindade Lima Menteri Kesehatan Brasil Pertama dari Kaum Hawa

Ternyata Komunitas Muslim dan Masjid Terbesar di Benua Amerika Selatan Ada Di Negara  Juara Piala Dunia Qatar FIFA 2022 Argentina !

Maher Zain Hadir Di Piala Dunia 2022 Dengan Merilis Lagu Bersiaplah (Tahayya)

Mahasiswa Cambridge memecahkan masalah tata bahasa Sansekerta yang membingungkan para sarjana selama berabad-abad

Kembali Pecah Rekor, Kasus Covid-19 di China Tembus 39 Ribu Kasus Sehari

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *