Jakarta, Kowantaranews.com – Konflik Israel-Hamas kembali memanas setelah gencatan senjata yang berlaku sejak 19 Januari hingga 18 Maret 2025 runtuh akibat perbedaan penafsiran yang tak terselesaikan. Kesepakatan yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat ini awalnya menjanjikan tiga fase: pertukaran sandera-tahanan, penarikan pasukan Israel dari Gaza, dan akhir perang dengan rekonstruksi Gaza selama 3-5 tahun. Namun, perselisihan antara Israel dan Hamas mengenai implementasi fase kedua memicu eskalasi dramatis, menyeret kawasan ke dalam ketegangan baru yang mengancam stabilitas regional, termasuk Abraham Accords.
Pada fase pertama gencatan senjata, yang berlangsung selama enam minggu hingga 1 Maret 2025, kedua belah pihak berhasil menukar sejumlah sandera dan tahanan. Israel membebaskan ratusan tahanan Palestina, sementara Hamas melepas beberapa sandera, termasuk warga sipil Israel. Namun, transisi ke fase kedua—yang mencakup gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel—terhenti. Israel menuduh Hamas menunda daftar nama sandera tambahan dan menolak proposal perpanjangan fase pertama, yang menuntut pelepasan sekitar 30 sandera hidup dan 35 jenazah serta demiliterisasi Gaza. Sebaliknya, Hamas bersikeras kembali ke kesepakatan awal, menuduh Israel melanggar gencatan dengan serangan sporadis yang membunuh warga Palestina dan menghalangi bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Puncaknya, pada 18 Maret 2025, Israel melancarkan serangan udara besar-besaran di Gaza City selama bulan Ramadan, yang disebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai “awal operasi penuh.” Serangan ini, yang menewaskan puluhan warga, menandai akhir resmi gencatan senjata. Amerika Serikat menyalahkan Hamas atas penolakan perpanjangan, sementara kelompok seperti Defence for Children International mengkritik serangan Israel sebagai “indiskriminatif.” Hamas membalas dengan roket ke Tel Aviv pada 20 Maret, memperburuk situasi.
Eskalasi mencapai titik kritis pada 9 September 2025, ketika Israel melakukan serangan udara di Doha, Qatar, menargetkan pertemuan pemimpin senior Hamas yang membahas proposal gencatan senjata AS. Serangan ini menewaskan lima anggota Hamas, termasuk putra negosiator Khalil al-Hayya, dan seorang petugas keamanan Qatar. Israel mengklaim serangan sebagai respons atas penembakan di Yerusalem yang menewaskan enam warga Israel. Qatar, sekutu dekat AS yang menampung biro politik Hamas sejak 2012, mengutuk serangan sebagai “teror negara” dan pelanggaran kedaulatan. Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al-Thani mengancam tindakan hukum terhadap Netanyahu, memicu pertemuan darurat pemimpin Arab-Islam di Doha pada 15 September. Hadir dalam pertemuan ini adalah Emir Qatar, Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman, serta menteri luar negeri Uni Emirat Arab dan Bahrain, yang secara bulat mengecam Israel dan menyerukan embargo senjata.
Serangan di Qatar juga memicu gelombang protes global. Di Berlin, lebih dari 100.000 orang turun ke jalan menuntut penghentian perang dan sanksi Uni Eropa terhadap Israel. Di Amerika Serikat, Wakil Presiden JD Vance menyatakan kekhawatiran atas dampak serangan terhadap mediasi, sementara Gedung Putih menyebutnya “tidak mendukung tujuan AS-Israel.” Diskusi di platform X mencerminkan kemarahan publik, dengan tagar seperti “Israel airstrike Qatar” menjadi sorotan.
Tsunami Politik Barat: Dari Benteng Israel ke Pelukan Palestina
Sementara itu, rencana militer Israel untuk mengambil alih Gaza City sepenuhnya menambah kekhawatiran kemanusiaan. Pada Agustus 2025, IDF memerintahkan evakuasi total Gaza City, memaksa sekitar 800.000 orang berpindah ke selatan melalui koridor Netzarim yang dikontrol militer. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan bahwa rencana ini dapat memicu “bab mengerikan lainnya,” dengan risiko pemindahan paksa massal, kematian akibat kelaparan (sudah 217 kasus, termasuk 100 anak sejak Maret), dan kehancuran sistem kesehatan Gaza. Sekjen PBB António Guterres menyebutnya “eskalasi berbahaya” yang melanggar hukum internasional, sementara Komisioner HAM Volker Türk memprediksi peningkatan “kejahatan atrocity.”
Abraham Accords, yang menormalisasi hubungan Israel dengan UAE, Bahrain, Maroko, dan Sudan sejak 2020, kini berada di ujung tanduk. UAE memperingatkan bahwa aneksasi Tepi Barat adalah “garis merah” yang dapat menghancurkan semangat perjanjian, bahkan mempertimbangkan penurunan hubungan diplomatik. Bahrain, yang menarik duta besarnya pada 2023, menghadapi tekanan domestik untuk mendukung Palestina. Arab Saudi, yang diharapkan AS dan Israel bergabung dalam accords, menegaskan tidak akan ada normalisasi tanpa negara Palestina merdeka. Pada September 2025, Riyadh memperingatkan bahwa aneksasi Tepi Barat akan “membunuh” accords, menutup ruang udara untuk penerbangan Israel.
Hingga 28 September 2025, IDF telah menguasai sebagian besar Gaza City, kecuali kamp pengungsi Shati dan distrik Rimal/Zaytoun. Namun, melemahnya Hamas memunculkan risiko perang saudara antar-milisi di Gaza. Proposal gencatan senjata baru dari Presiden AS Donald Trump—menghentikan tembak-menembak, pelepasan sandera dalam 48 jam, dan perlucutan senjata Hamas—masih dibahas, tetapi Netanyahu menolak mengesampingkan aneksasi Tepi Barat. Tanpa tekanan internal Palestina terhadap Hamas atau mediasi baru, krisis kemanusiaan di Gaza akan terus memburuk, sementara solusi dua negara semakin sulit dicapai. Konflik ini tidak hanya mengancam Gaza, tetapi juga stabilitas kawasan Timur Tengah secara keseluruhan. By Mukroni
Tsunami Politik Barat: Dari Benteng Israel ke Pelukan Palestina
Guncangan Diplomatik: Inggris, Australia, Kanada Akui Palestina, Israel Murka!
Hannah Einbinder Memisahkan Identitas Yahudi dari Negara Israel dalam Pidato Emmy: ‘Free Palestine’
AS vs PBB: Larangan Visa Palestina Picu Pemindahan Sidang ke Jenewa
Mustafa Bargouti Peringatkan Indonesia: Menerima Pengungsi Palestina adalah Tipu Daya Israel
Kelaparan Gaza: Bencana Akibat Pendudukan Israel atau Diamnya Barat?
Krisis Kemanusiaan di Gaza: Kondisi Terkini dan Langkah Menuju Perdamaian
Pembantaian Tengah Malam-Sahur: Israel Hancurkan Gaza, Darah Anak-Anak Banjiri Jalanan!
DRAMA GAZA: TRUMP BERBALIK ARAH – DARI ANCAMAN PENGUSIRAN HINGGA DIPLOMASI YANG TAK PASTI
Gaza di Ambang Bencana: Kelaparan Massal Mengintai Akibat Blokade Israel yang Kejam
Dibungkam! Aktivis Cerdas Columbia Diculik dalam Serangan terhadap Demokrasi
Mantan Jurnalis BBC Jadi Finalis Miss Universe Great Britain untuk Advokasi Gaza
Liga Arab Dukung Rencana Rekonstruksi Gaza oleh Mesir, Tantang Proposal Trump
Gencatan Senjata Hancur, Gaza Menjerit dalam Lorong Kegelapan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Solusi Nutrisi dan Kebersamaan di Sekolah
Liang Wenfeng: Jenius AI China yang Mengguncang Dunia dan Mengancam Hegemoni Teknologi AS
DOSA DAN BANJIR DAHSYAT: KETIKA NEGERI MAKMUR TENGGELAM DAN HUTAN MANGROVE BANGKIT!
Mangrove, Benteng Gaib Penahan Tsunami dan Penyelamat Umat Manusia
MANGROVE: POHON SAKTI PENJAGA BUMI DARI AMUKAN LAUTAN!
Mangrove: Pohon Ajaib yang Menyembuhkan Bumi dan Mengenyangkan Perut Manusia
Serai Wangi: Pahlawan Tak Terduga untuk Lingkungan yang Terluka!
Mangrove Indonesia: Lumbung Karbon Terbesar yang Menyelamatkan Planet!
Krisis Sputnik Baru: Deepseek Mengancam Hegemoni Teknologi Amerika
Laut Terkunci: Pagar Bambu yang Mengurung Masa Depan Nelayan
Isra Miraj: Langkah Kosmik Menuju Harmoni Multikultural
Retakan Tanah Mengintai: Perlombaan Melawan Waktu di Tengah Ancaman Longsor Pekalongan
Di Balik Obsesi Swasembada Pangan: Lingkungan dan Masyarakat yang Terlupakan
Makan Bergizi Gratis Ngebut! 82,9 Juta Pelajar Siap Disantuni di 2025!
Kemiskinan Menyusut, Tapi Jurang Kesenjangan Kian Menganga!
Jeritan Nelayan: Terjebak di Balik Tembok Laut, Rezeki Kian Terkikis
Menimbang Makna di Balik Perayaan Tahun Baru
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan
Respon Defiant Israel Menyusul Peringatan Biden tentang Serangan Rafah
Dinamika Hubungan India-Israel di Bawah Pemerintahan Narendra Modi
Himne Macklemore untuk Perdamaian dan Keadilan: “Solidaritas Diam”
Tujuan Israel Menolak Gencatan Senjata dengan Hamas dan Melancarkan Operasi di Rafah
Mahasiswa Inggris Protes untuk Palestina: Aksi Pendudukan di Lima Universitas Terkemuka
Solidaritas Pelajar di MIT: Dukungan untuk Gaza dan Perlawanan Terhadap Perintah Polisi
Senator Partai Republik Ancam ICC: ‘Targetkan Israel dan Kami Akan Menargetkan Anda’
Pembelotan Massal dan Ketegangan Internal: Pasukan Israel Menolak Perintah di Gaza
Israel Menutup Kantor Al Jazeera
Ketegangan di Upacara Pembukaan Universitas Michigan: Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Dikeluarkan
Ketegangan Internal dan Eksternal: Keputusan Kontroversial Menutup Saluran Al Jazeera di Israel
Situasi Tegang: Demonstrasi di Institut Seni Chicago Berakhir dengan Puluhan Orang Ditangkap
Platform Pittsburgh: Peran Pentingnya dalam Gerakan Reformasi Amerika dalam Yudaisme
Deklarasi Balfour dan Peran Walter Rothschild: Sebuah Tinjauan
Pelukan Islam Shaun King dan Dukungannya terhadap Palestina: Kisah Perubahan dan Aktivisme
Trinidad dan Tobago Resmi Mengakui Negara Palestina: Tinjauan Keputusan dan Implikasinya
Kolombia Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel karena Dugaan Genosida di Gaza
Kontroversi Video Rashida Tlaib: Pertahanan Pro-Palestina di Tengah Keretakan Demokrat Michigan
Kontroversi Terkait Protes Mahasiswa di AS: Antara Anti-Semitisme dan Anti-Perang
Konfrontasi di Kampus: Mahasiswa Universitas Columbia Berjuang Demi Solidaritas dengan Palestina
Robert Reich Membela Mahasiswa yang Memprotes Perang Israel di Gaza di Kampus-kampus Amerika
Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan
Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut Meski Ditekan Pemerintah
Keyakinan Nahamanides dalam Realitas Surga dan Lokasi Taman Eden Dekat Garis Katulistiwa
Konsep Bumi sebagai Pusat Alam Semesta dalam Divine Comedy Dante
Thomas Aquinas: Pemikiran tentang Surga, Khatulistiwa, dan Taman Eden dalam Summa Theologica
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel Berdasarkan Keyakinan Eskatologis
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel