Jakarta, Kowantaranews.com — Suasana mencekam kembali menyelimuti Jalur Gaza setelah gencatan senjata tahap pertama antara Israel dan Hamas resmi berakhir pada Minggu (2/3/2025). Upaya perpanjangan gencatan senjata yang diusulkan oleh Utusan Khusus Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, gagal total setelah Hamas menolak proposal tersebut. Israel, yang sebelumnya menyatakan dukungan terhadap proposal Witkoff, merespons dengan mengumumkan penutupan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza. Langkah ini memicu kecaman keras dari Hamas, yang menyebutnya sebagai tindakan pemerasan dan pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata.
Gencatan Senjata yang Rapuh
Gencatan senjata tahap pertama, yang berlangsung selama beberapa minggu, sempat memberikan secercah harapan bagi warga Gaza yang telah lama menderita akibat konflik berkepanjangan. Selama masa gencatan, bantuan kemanusiaan mulai mengalir ke Gaza, memberikan sedikit kelegaan bagi ribuan keluarga yang kehilangan tempat tinggal, akses terhadap air bersih, dan kebutuhan dasar lainnya. Namun, harapan itu kini sirna setelah kedua pihak kembali bersikukuh pada posisi masing-masing.
Proposal Witkoff, yang diajukan sebagai upaya untuk memperpanjang gencatan senjata, mencakup perpanjangan masa gencatan selama bulan Ramadhan hingga hari Paskah (20 April) serta pembebasan sandera yang masih ditahan oleh Hamas. Israel menyambut baik proposal ini dan menyatakan kesediaannya untuk melanjutkan gencatan senjata. Namun, Hamas menolak proposal tersebut karena Israel hanya fokus pada pembebasan sandera tanpa mau merundingkan gencatan senjata tahap kedua.
Hamas: “Tidak Ada Kompromi Tanpa Kesepakatan Tahap Kedua”
Hamas menegaskan bahwa satu-satunya jalan untuk membebaskan sandera yang tersisa adalah dengan mematuhi kesepakatan dan memulai perundingan gencatan senjata tahap kedua. Juru bicara Hamas, Hazem Qassem, dalam pernyataannya pada Sabtu (1/3), menegaskan bahwa Hamas menolak rumusan yang diinginkan Israel. “Kami tidak akan menerima gencatan senjata yang hanya menguntungkan satu pihak. Perundingan tahap kedua harus dimulai untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan,” tegas Qassem.
Hamas juga mengecam keras keputusan Israel untuk memblokir bantuan kemanusiaan ke Gaza. Mereka menyebut langkah ini sebagai tindakan pemerasan dan pelanggaran terang-terangan terhadap kesepakatan gencatan senjata. “Kami meminta para mediator untuk menekan Israel agar memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian di seluruh tahapan,” sebut Hamas dalam pernyataan resminya.
Pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, dalam wawancara dengan Reuters, menegaskan bahwa keputusan Israel untuk memblokir bantuan kemanusiaan akan memengaruhi proses negosiasi gencatan senjata ke depan. “Hamas tidak akan merespons tekanan. Kami akan tetap berpegang pada prinsip kami untuk mencapai kesepakatan yang adil,” tegas Abu Zuhri.
Baca juga : Ultimatum Trump: Relokasi Gaza atau Putus Bantuan, Mesir-Jordania di Persimpangan Takdir!
Baca juga : Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Solusi Nutrisi dan Kebersamaan di Sekolah
Baca juga : Liang Wenfeng: Jenius AI China yang Mengguncang Dunia dan Mengancam Hegemoni Teknologi AS
Israel: “Konsekuensi Tambahan Akan Diberlakukan”
Di sisi lain, Israel menyatakan bahwa penutupan akses bantuan kemanusiaan ke Gaza adalah respons terhadap penolakan Hamas terhadap proposal perpanjangan gencatan senjata. Kantor Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengeluarkan pernyataan yang menegaskan bahwa “jika Hamas bersikukuh menolak tawaran perpanjangan gencatan senjata, bakal ada konsekuensi tambahan.”
Langkah ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk organisasi kemanusiaan internasional. Mereka menilai bahwa blokade bantuan kemanusiaan hanya akan memperburuk kondisi warga sipil di Gaza, yang sudah berada dalam situasi krisis. “Ini adalah tindakan yang tidak manusiawi. Warga Gaza, terutama anak-anak dan perempuan, adalah yang paling menderita dalam konflik ini,” kata seorang perwakilan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Gaza: Lorong Kegelapan yang Tak Berujung
Bagi warga Gaza, berakhirnya gencatan senjata dan blokade bantuan kemanusiaan adalah pukulan telak. Sudah lebih dari dua dekade, mereka hidup dalam ketidakpastian, terperangkap dalam siklus konflik yang tak kunjung usai. Setiap kali gencatan senjata berakhir, harapan untuk perdamaian seolah semakin menjauh.
“Kami sudah lelah dengan semua ini. Setiap hari kami hidup dalam ketakutan, tidak tahu kapan bom akan jatuh atau kapan kami bisa mendapatkan makanan dan air bersih,” kata Ahmed, seorang warga Gaza yang kehilangan keluarganya dalam serangan Israel beberapa tahun lalu. “Kami hanya ingin hidup damai, tapi sepertinya itu mustahil.”
Bagi anak-anak Gaza, situasi ini bahkan lebih tragis. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang penuh kekerasan, tanpa akses pendidikan yang layak, dan terancam masa depannya. “Saya ingin menjadi dokter, tapi bagaimana bisa? Sekolah saya hancur, dan kami tidak punya listrik untuk belajar di malam hari,” kata Aisha, seorang gadis berusia 12 tahun.
Mediator Internasional dalam Kebuntuan
Upaya mediator internasional, termasuk Amerika Serikat dan PBB, untuk mendorong perdamaian antara Israel dan Hamas sejauh ini belum membuahkan hasil. Proposal Witkoff, yang diharapkan bisa menjadi jalan tengah, justru ditolak oleh Hamas karena dianggap tidak memenuhi kepentingan mereka.
Beberapa analis menilai bahwa kegagalan perundingan ini mencerminkan ketidakpercayaan yang mendalam antara kedua pihak. “Israel dan Hamas memiliki agenda yang sangat berbeda. Tanpa kompromi dari kedua belah pihak, sulit untuk mencapai kesepakatan yang berkelanjutan,” kata Dr. Sarah Collins, seorang pakar hubungan internasional.
Masa Depan yang Suram
Dengan berakhirnya gencatan senjata dan blokade bantuan kemanusiaan, masa depan Gaza terlihat semakin suram. Tanpa adanya upaya serius dari kedua pihak untuk mencari solusi damai, konflik ini berpotensi kembali memanas, mengancam stabilitas dan keamanan di kawasan Timur Tengah.
Bagi warga Gaza, situasi ini adalah pengingat pahit bahwa mereka masih terjebak dalam lorong kegelapan, tanpa tahu kapan cahaya perdamaian akan menyinari hidup mereka. “Kami hanya ingin hidup damai. Apakah itu terlalu banyak untuk diminta?” tanya Ahmed, dengan suara penuh keputusasaan. By Mukrni
Foto Kowantaranews
- Berita Terkait :
Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Solusi Nutrisi dan Kebersamaan di Sekolah
Liang Wenfeng: Jenius AI China yang Mengguncang Dunia dan Mengancam Hegemoni Teknologi AS
DOSA DAN BANJIR DAHSYAT: KETIKA NEGERI MAKMUR TENGGELAM DAN HUTAN MANGROVE BANGKIT!
Mangrove, Benteng Gaib Penahan Tsunami dan Penyelamat Umat Manusia
MANGROVE: POHON SAKTI PENJAGA BUMI DARI AMUKAN LAUTAN!
Mangrove: Pohon Ajaib yang Menyembuhkan Bumi dan Mengenyangkan Perut Manusia
Serai Wangi: Pahlawan Tak Terduga untuk Lingkungan yang Terluka!
Mangrove Indonesia: Lumbung Karbon Terbesar yang Menyelamatkan Planet!
Krisis Sputnik Baru: Deepseek Mengancam Hegemoni Teknologi Amerika
Laut Terkunci: Pagar Bambu yang Mengurung Masa Depan Nelayan
Isra Miraj: Langkah Kosmik Menuju Harmoni Multikultural
Retakan Tanah Mengintai: Perlombaan Melawan Waktu di Tengah Ancaman Longsor Pekalongan
Di Balik Obsesi Swasembada Pangan: Lingkungan dan Masyarakat yang Terlupakan
Makan Bergizi Gratis Ngebut! 82,9 Juta Pelajar Siap Disantuni di 2025!
Kemiskinan Menyusut, Tapi Jurang Kesenjangan Kian Menganga!
Jeritan Nelayan: Terjebak di Balik Tembok Laut, Rezeki Kian Terkikis
Menimbang Makna di Balik Perayaan Tahun Baru
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan
Respon Defiant Israel Menyusul Peringatan Biden tentang Serangan Rafah
Dinamika Hubungan India-Israel di Bawah Pemerintahan Narendra Modi
Himne Macklemore untuk Perdamaian dan Keadilan: “Solidaritas Diam”
Tujuan Israel Menolak Gencatan Senjata dengan Hamas dan Melancarkan Operasi di Rafah
Mahasiswa Inggris Protes untuk Palestina: Aksi Pendudukan di Lima Universitas Terkemuka
Solidaritas Pelajar di MIT: Dukungan untuk Gaza dan Perlawanan Terhadap Perintah Polisi
Senator Partai Republik Ancam ICC: ‘Targetkan Israel dan Kami Akan Menargetkan Anda’
Pembelotan Massal dan Ketegangan Internal: Pasukan Israel Menolak Perintah di Gaza
Israel Menutup Kantor Al Jazeera
Ketegangan di Upacara Pembukaan Universitas Michigan: Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Dikeluarkan
Ketegangan Internal dan Eksternal: Keputusan Kontroversial Menutup Saluran Al Jazeera di Israel
Situasi Tegang: Demonstrasi di Institut Seni Chicago Berakhir dengan Puluhan Orang Ditangkap
Platform Pittsburgh: Peran Pentingnya dalam Gerakan Reformasi Amerika dalam Yudaisme
Deklarasi Balfour dan Peran Walter Rothschild: Sebuah Tinjauan
Pelukan Islam Shaun King dan Dukungannya terhadap Palestina: Kisah Perubahan dan Aktivisme
Trinidad dan Tobago Resmi Mengakui Negara Palestina: Tinjauan Keputusan dan Implikasinya
Kolombia Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel karena Dugaan Genosida di Gaza
Kontroversi Video Rashida Tlaib: Pertahanan Pro-Palestina di Tengah Keretakan Demokrat Michigan
Kontroversi Terkait Protes Mahasiswa di AS: Antara Anti-Semitisme dan Anti-Perang
Konfrontasi di Kampus: Mahasiswa Universitas Columbia Berjuang Demi Solidaritas dengan Palestina
Robert Reich Membela Mahasiswa yang Memprotes Perang Israel di Gaza di Kampus-kampus Amerika
Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan
Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut Meski Ditekan Pemerintah
Keyakinan Nahamanides dalam Realitas Surga dan Lokasi Taman Eden Dekat Garis Katulistiwa
Konsep Bumi sebagai Pusat Alam Semesta dalam Divine Comedy Dante
Thomas Aquinas: Pemikiran tentang Surga, Khatulistiwa, dan Taman Eden dalam Summa Theologica
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel Berdasarkan Keyakinan Eskatologis
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel
Orang Uighur Dipaksa Makan Daging Babi karena China Memperluas Peternakan Babi Xinjiang
Keren !, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno Bela Mati-matian Palestina
Kata Rabbi Aaron Teitelbaum Shlita : “Negara Zionis adalah Penyembahan Berhala di Zaman Kita”
TERNYATA ADA RABI YAHUDI BERSUMPAH UNTUK “TERUS BERJUANG DALAM PERANG TUHAN MELAWAN ZIONISME”
Gila !, Banyak Wanita Uyghur Dipaksa Kawin Untuk Menghilangkan Warisan Budaya Tradisi Uyghur
Keren !, Ukraina Salah Satu Negara Pertama Akui Palestina di PBB
Karena Dekatnya Turki dengan Malaysia : Anwar Terbang Menemui Erdogan
Media Asing : Barat Tidak Berdaya di Myanmar
Enam Hari setelah Bencana Gempa Bumi Turki, Para Kontraktor Bangunan Ditangkapi
Bayi Lahir di Reruntuhan Gempa Suriah Dinamai Aya
Keren !, Presiden Aljazair Dukung Penuh Keanggotaan Palestina di PBB
Gawat ! Paman Sam AS Sebut Bakal Perang dengan China
Kemarahan Turki Setelah Pembakaran Quran, Protes Kurdi di Swedia
Kontra Intelijen FBI Menggerebek Kantor Polisi China di New York: Laporan
Nitizen Nyiyirin Presiden Emmanuel Macron”Tidak Minta Maaf” Atas Penjajahan Prancis di Aljazair
Tegas ! Demi Kemanusiaan Datuk Sri Anwar Ibrahim PM. Malaysia Bela Palestina
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ternyata Banyak Nama Kota Peninggalan Peradaban Islam di Amerika Serikat
Ternyata Angelina Jolie Tidak Masuk Dalam Daftar 5 Wanita Tercantik di Dunia
Peristiwa Dunia Yang Terjadi Tahun 2022
Wang Yi Menteri Luar Negeri China Diberhentikan
Pele Sang Legenda Sepak Bola Jum’at Dini Hari Meninggal Dalam Usia 82 Tahun
Islamofobia! Tiga Kepala Babi Diletakan Untuk Memprotes Pembangunan Masjid
Tragis ! Korban Bertambah 18 Orang Tewas Akibat Ledakan Truk Gas di Afrika Selatan
Lebih dari 40 Ribu Kematian Di Cina Karena Covid Di Akhir Tahun
Lagi-lagi Zionis Israil Menembak Mati Warga Palestina, Korbannya Pemain Sepak Bola Muda
Dr. Nisia Trindade Lima Menteri Kesehatan Brasil Pertama dari Kaum Hawa
Maher Zain Hadir Di Piala Dunia 2022 Dengan Merilis Lagu Bersiaplah (Tahayya)
Kembali Pecah Rekor, Kasus Covid-19 di China Tembus 39 Ribu Kasus Sehari