Jakarta, Kowantaranews.com – Amerika Serikat kembali diguncang oleh tindakan represif terhadap kebebasan berbicara. Mahmoud Khalil, seorang mahasiswa pascasarjana di Columbia University sekaligus aktivis pro-Palestina, ditangkap oleh agen Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) di kediamannya pada Sabtu, 8 Maret 2025. Penangkapan ini memicu gelombang kecaman dari berbagai kelompok hak asasi manusia dan aktivis mahasiswa di seluruh negeri, yang menganggap tindakan ini sebagai serangan langsung terhadap kebebasan berpendapat.
Penangkapan Misterius dan Hilangnya Jejak Khalil
Awalnya, pihak berwenang menyatakan bahwa Khalil dibawa ke fasilitas ICE di Elizabeth, New Jersey. Namun, ketika istrinya yang sedang hamil delapan bulan mencoba mengunjunginya, ia diberitahu bahwa suaminya tidak berada di sana. Informasi yang beredar kemudian menunjukkan bahwa ia mungkin telah dipindahkan ke fasilitas di Louisiana, meskipun pihak berwenang belum memberikan pernyataan resmi mengenai lokasinya. Situasi ini semakin menambah kekhawatiran bahwa Khalil ditahan secara ilegal dan tanpa proses yang transparan.
Menurut pengacaranya, Amy Greer, Khalil tidak pernah didakwa atau dihukum atas kejahatan apa pun. “Penahanan ini sepenuhnya tidak sah. Mahmoud adalah seorang penduduk tetap yang sah, dan tidak ada dasar hukum yang jelas untuk tindakan yang diambil terhadapnya. Ini adalah bentuk intimidasi politik yang terang-terangan,” kata Greer dalam konferensi pers yang diadakan pada Minggu sore.
Mahmoud Khalil: Pemimpin Mahasiswa yang Visioner
Khalil bukan sekadar mahasiswa biasa. Ia adalah pemimpin yang dihormati di kampus Columbia dan memainkan peran kunci dalam negosiasi dengan pihak universitas terkait desakan mahasiswa agar Columbia menarik investasi dari perusahaan yang terlibat dalam pendudukan Israel di Palestina. Sebagai seorang mahasiswa program pascasarjana di School of International and Public Affairs (SIPA), Khalil dikenal sebagai sosok yang cerdas, berprinsip, dan berdedikasi pada perjuangan hak asasi manusia.
Rekan-rekannya menggambarkan Khalil sebagai seorang yang tenang, bijaksana, dan selalu berusaha mencari solusi yang adil bagi semua pihak. “Dia tidak pernah menyerukan kekerasan, tidak pernah menghasut kebencian. Yang dia lakukan hanyalah berbicara untuk keadilan, dan kini dia dihukum karena itu,” ujar seorang temannya yang enggan disebutkan namanya.
Baca juga : Mantan Jurnalis BBC Jadi Finalis Miss Universe Great Britain untuk Advokasi Gaza
Baca juga : Liga Arab Dukung Rencana Rekonstruksi Gaza oleh Mesir, Tantang Proposal Trump
Baca juga : Gencatan Senjata Hancur, Gaza Menjerit dalam Lorong Kegelapan
Reaksi Keras dari Berbagai Pihak
Penangkapan Khalil telah menuai kritik keras dari organisasi hak asasi manusia, akademisi, serta komunitas internasional. The New York Civil Liberties Union (NYCLU) mengecam tindakan ICE sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran terhadap kebebasan berbicara yang dijamin dalam Konstitusi Amerika Serikat. “Menangkap seseorang tanpa dakwaan yang jelas, memindahkannya ke lokasi yang tidak diketahui, dan membatasi aksesnya terhadap bantuan hukum adalah tindakan yang sangat mengkhawatirkan dalam negara yang mengaku demokratis,” ujar direktur eksekutif NYCLU dalam pernyataan resminya.
Sementara itu, Columbia University juga mengeluarkan pernyataan yang menyatakan keprihatinan mendalam atas peristiwa ini. “Kami berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap mahasiswa kami mendapatkan hak dan perlindungan hukum yang adil. Kami mendesak pihak berwenang untuk memberikan kejelasan mengenai status dan lokasi Mahmoud Khalil,” demikian pernyataan dari pihak universitas.
Taktik Intimidasi di Bawah Pemerintahan Trump
Banyak yang melihat kasus ini sebagai bagian dari pola yang lebih besar di bawah administrasi Trump yang kembali menjabat pada tahun 2025. Pemerintahannya baru-baru ini mengumumkan kebijakan yang lebih keras terhadap individu yang dianggap mendukung organisasi yang masuk dalam daftar teroris AS, termasuk Hamas. Meski Khalil tidak pernah didakwa atau terlibat dalam aktivitas yang melanggar hukum, statusnya sebagai aktivis pro-Palestina tampaknya telah membuatnya menjadi target.
Pemerintah juga telah mengambil langkah-langkah agresif lainnya, seperti membatalkan visa dan izin tinggal bagi individu yang dituduh memiliki “hubungan” dengan kelompok yang dianggap bermasalah, meskipun tanpa bukti hukum yang kuat. Kebijakan ini telah menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk akademisi, yang melihatnya sebagai upaya membungkam suara-suara kritis.
Gerakan Solidaritas untuk Mahmoud Khalil
Sejak penangkapannya, berbagai aksi solidaritas muncul di seluruh negeri dan bahkan di tingkat internasional. Demonstrasi telah diadakan di depan kantor ICE di New York, Washington D.C., dan Los Angeles, dengan ribuan orang turun ke jalan untuk menuntut pembebasan Khalil. Tagar #FreeMahmoudKhalil kini menjadi trending di media sosial, dengan banyak tokoh akademisi, aktivis, dan politisi menyuarakan dukungan mereka.
Seorang profesor di Columbia University yang dekat dengan Khalil menyatakan, “Jika negara ini benar-benar menjunjung tinggi demokrasi dan kebebasan berbicara, maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menahan seseorang hanya karena pandangan politiknya. Ini adalah ujian bagi sistem hukum kita.”
Bahkan, tokoh-tokoh internasional seperti mantan Presiden Bolivia Evo Morales dan anggota parlemen Inggris Jeremy Corbyn turut bersuara, menyerukan agar AS membebaskan Khalil dan menghormati hak-hak sipilnya.
Apa Selanjutnya?
Saat ini, tim hukum Khalil telah mengajukan petisi habeas corpus untuk menantang keabsahan penahanannya. Pengacaranya juga berusaha mendapatkan perintah dari pengadilan federal untuk mengungkap keberadaan Khalil dan memastikan bahwa ia memiliki akses ke perwakilan hukum yang layak.
Sementara itu, aktivis dan pendukung Khalil berjanji akan terus melawan segala bentuk represi politik yang dilakukan oleh pemerintah. “Kami tidak akan tinggal diam. Mahmoud bukan hanya seorang individu, dia adalah simbol dari perjuangan untuk keadilan. Jika mereka bisa menangkap Mahmoud hari ini, maka besok mereka bisa menangkap siapa saja yang berani berbicara,” kata seorang demonstran di luar markas ICE di Manhattan.
Kasus Mahmoud Khalil telah menjadi lebih dari sekadar masalah individu. Ini adalah cerminan dari bagaimana negara memperlakukan kebebasan berpendapat dan hak-hak sipil di tengah meningkatnya ketegangan politik global. Apakah pemerintah AS akan mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi yang mereka banggakan, atau justru semakin tenggelam dalam otoritarianisme? Hanya waktu yang akan menjawabnya. By Mukroni
Foto Colombia Spectator
- Berita Terkait :
Mantan Jurnalis BBC Jadi Finalis Miss Universe Great Britain untuk Advokasi Gaza
Liga Arab Dukung Rencana Rekonstruksi Gaza oleh Mesir, Tantang Proposal Trump
Gencatan Senjata Hancur, Gaza Menjerit dalam Lorong Kegelapan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Solusi Nutrisi dan Kebersamaan di Sekolah
Liang Wenfeng: Jenius AI China yang Mengguncang Dunia dan Mengancam Hegemoni Teknologi AS
DOSA DAN BANJIR DAHSYAT: KETIKA NEGERI MAKMUR TENGGELAM DAN HUTAN MANGROVE BANGKIT!
Mangrove, Benteng Gaib Penahan Tsunami dan Penyelamat Umat Manusia
MANGROVE: POHON SAKTI PENJAGA BUMI DARI AMUKAN LAUTAN!
Mangrove: Pohon Ajaib yang Menyembuhkan Bumi dan Mengenyangkan Perut Manusia
Serai Wangi: Pahlawan Tak Terduga untuk Lingkungan yang Terluka!
Mangrove Indonesia: Lumbung Karbon Terbesar yang Menyelamatkan Planet!
Krisis Sputnik Baru: Deepseek Mengancam Hegemoni Teknologi Amerika
Laut Terkunci: Pagar Bambu yang Mengurung Masa Depan Nelayan
Isra Miraj: Langkah Kosmik Menuju Harmoni Multikultural
Retakan Tanah Mengintai: Perlombaan Melawan Waktu di Tengah Ancaman Longsor Pekalongan
Di Balik Obsesi Swasembada Pangan: Lingkungan dan Masyarakat yang Terlupakan
Makan Bergizi Gratis Ngebut! 82,9 Juta Pelajar Siap Disantuni di 2025!
Kemiskinan Menyusut, Tapi Jurang Kesenjangan Kian Menganga!
Jeritan Nelayan: Terjebak di Balik Tembok Laut, Rezeki Kian Terkikis
Menimbang Makna di Balik Perayaan Tahun Baru
Insiden di Mahkamah Internasional: Pengacara Israel Disebut ‘Pembohong’ oleh Pengamat Selama Sidang
Raja Saudi Salman Dirawat karena Radang Paru-paru di Istana Al Salam
Helikopter dalam Konvoi yang Membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh di Azerbaijan Timur
JPMorgan Chase Tarik Investasi dari Elbit Systems di Tengah Tekanan Kampanye Boikot
76 Tahun Nakba: Peringatan Sejarah dan Bencana yang Berkepanjangan di Gaza
Hakim Kanada Tolak Pembubaran Demo Pro-Palestina di Universitas McGill
Blokade Bantuan ke Gaza: Protes, Krisis Kelaparan, dan Konsekuensi Global
Netanyahu Tegaskan Israel Bukan “Negara Bawahan” AS di Tengah Ketegangan dengan Biden
Mayor Angkatan Darat AS Mengundurkan Diri untuk Memprotes Dukungan Amerika terhadap Israel di Gaza
Enam Sekutu Amerika Serikat Dukung Keanggotaan Penuh Palestina di PBB
Jeremy Corbyn di Rafah: ” Kisah Horor dan Harapan di Gaza: Panggilan untuk Keadilan dan Perdamaian”
Antony Blinken Mengecam Klaim Israel: Keadilan dan Kemanusiaan dalam Konflik Gaza
Mayoritas Warga Kanada Mendukung Protes di Kampus Universitas Menurut Jajak Pendapat Terbaru
Raja Denmark Mengibarkan Bendera Palestina: Solidaritas Global Menguat Setelah Badai Al-Aqsa
Gary Lineker: Tidak Bisa Diam Mengenai Konflik Gaza dan Kritik Terhadap Tindakan Israel
Kekuatan Opini Publik: Kim Kardashian dan Dampak #Blockout2024 Pro-Palestina
Perspektif Kritis Randa Jarrar: Hillary Clinton dalam Kacamata Seorang Profesor Studi Timur Tengah
Peringatan Raja Spanyol Felipe VI: Eskalasi Kekerasan di Gaza dan Panggilan untuk Aksi Global
Perayaan Cinta dan Solidaritas: Pengantin di Montreal Mengekspresikan Dukungan untuk Palestina
Bisan Owda dan AJ+ Raih Penghargaan Peabody atas Liputan Gaza
Grace Blakeley Mendorong Sanksi terhadap Israel dalam Debat BBC Question Time
Insiden Pelecehan Verbal di Arizona State University: Staf Pro-Israel Diberhentikan
Respon Defiant Israel Menyusul Peringatan Biden tentang Serangan Rafah
Dinamika Hubungan India-Israel di Bawah Pemerintahan Narendra Modi
Himne Macklemore untuk Perdamaian dan Keadilan: “Solidaritas Diam”
Tujuan Israel Menolak Gencatan Senjata dengan Hamas dan Melancarkan Operasi di Rafah
Mahasiswa Inggris Protes untuk Palestina: Aksi Pendudukan di Lima Universitas Terkemuka
Solidaritas Pelajar di MIT: Dukungan untuk Gaza dan Perlawanan Terhadap Perintah Polisi
Senator Partai Republik Ancam ICC: ‘Targetkan Israel dan Kami Akan Menargetkan Anda’
Pembelotan Massal dan Ketegangan Internal: Pasukan Israel Menolak Perintah di Gaza
Israel Menutup Kantor Al Jazeera
Ketegangan di Upacara Pembukaan Universitas Michigan: Pengunjuk Rasa Pro-Palestina Dikeluarkan
Ketegangan Internal dan Eksternal: Keputusan Kontroversial Menutup Saluran Al Jazeera di Israel
Situasi Tegang: Demonstrasi di Institut Seni Chicago Berakhir dengan Puluhan Orang Ditangkap
Platform Pittsburgh: Peran Pentingnya dalam Gerakan Reformasi Amerika dalam Yudaisme
Deklarasi Balfour dan Peran Walter Rothschild: Sebuah Tinjauan
Pelukan Islam Shaun King dan Dukungannya terhadap Palestina: Kisah Perubahan dan Aktivisme
Trinidad dan Tobago Resmi Mengakui Negara Palestina: Tinjauan Keputusan dan Implikasinya
Kolombia Putuskan Hubungan Diplomatik dengan Israel karena Dugaan Genosida di Gaza
Kontroversi Video Rashida Tlaib: Pertahanan Pro-Palestina di Tengah Keretakan Demokrat Michigan
Kontroversi Terkait Protes Mahasiswa di AS: Antara Anti-Semitisme dan Anti-Perang
Konfrontasi di Kampus: Mahasiswa Universitas Columbia Berjuang Demi Solidaritas dengan Palestina
Robert Reich Membela Mahasiswa yang Memprotes Perang Israel di Gaza di Kampus-kampus Amerika
Perjuangan Mahasiswa Amerika: Solidaritas dengan Palestina Melawan Represi dan Kekerasan
Protes Mahasiswa Pro-Palestina di Washington Tetap Berlanjut Meski Ditekan Pemerintah
Keyakinan Nahamanides dalam Realitas Surga dan Lokasi Taman Eden Dekat Garis Katulistiwa
Konsep Bumi sebagai Pusat Alam Semesta dalam Divine Comedy Dante
Thomas Aquinas: Pemikiran tentang Surga, Khatulistiwa, dan Taman Eden dalam Summa Theologica
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel Berdasarkan Keyakinan Eskatologis
Neturei Karta: Sekte Yahudi Anti-Zionis yang Menolak Negara Israel
Orang Uighur Dipaksa Makan Daging Babi karena China Memperluas Peternakan Babi Xinjiang
Keren !, Presiden Pertama Indonesia, Soekarno Bela Mati-matian Palestina
Kata Rabbi Aaron Teitelbaum Shlita : “Negara Zionis adalah Penyembahan Berhala di Zaman Kita”
TERNYATA ADA RABI YAHUDI BERSUMPAH UNTUK “TERUS BERJUANG DALAM PERANG TUHAN MELAWAN ZIONISME”
Gila !, Banyak Wanita Uyghur Dipaksa Kawin Untuk Menghilangkan Warisan Budaya Tradisi Uyghur
Keren !, Ukraina Salah Satu Negara Pertama Akui Palestina di PBB
Karena Dekatnya Turki dengan Malaysia : Anwar Terbang Menemui Erdogan
Media Asing : Barat Tidak Berdaya di Myanmar
Enam Hari setelah Bencana Gempa Bumi Turki, Para Kontraktor Bangunan Ditangkapi
Bayi Lahir di Reruntuhan Gempa Suriah Dinamai Aya
Keren !, Presiden Aljazair Dukung Penuh Keanggotaan Palestina di PBB
Gawat ! Paman Sam AS Sebut Bakal Perang dengan China
Kemarahan Turki Setelah Pembakaran Quran, Protes Kurdi di Swedia
Kontra Intelijen FBI Menggerebek Kantor Polisi China di New York: Laporan
Nitizen Nyiyirin Presiden Emmanuel Macron”Tidak Minta Maaf” Atas Penjajahan Prancis di Aljazair
Tegas ! Demi Kemanusiaan Datuk Sri Anwar Ibrahim PM. Malaysia Bela Palestina
Ternyata Tidak Jauh Dari Jakarta, Harga Nasi Padang Per Porsinya Rp 120 Ribu
Ternyata Banyak Nama Kota Peninggalan Peradaban Islam di Amerika Serikat
Ternyata Angelina Jolie Tidak Masuk Dalam Daftar 5 Wanita Tercantik di Dunia
Peristiwa Dunia Yang Terjadi Tahun 2022
Wang Yi Menteri Luar Negeri China Diberhentikan
Pele Sang Legenda Sepak Bola Jum’at Dini Hari Meninggal Dalam Usia 82 Tahun
Islamofobia! Tiga Kepala Babi Diletakan Untuk Memprotes Pembangunan Masjid
Tragis ! Korban Bertambah 18 Orang Tewas Akibat Ledakan Truk Gas di Afrika Selatan
Lebih dari 40 Ribu Kematian Di Cina Karena Covid Di Akhir Tahun
Lagi-lagi Zionis Israil Menembak Mati Warga Palestina, Korbannya Pemain Sepak Bola Muda
Dr. Nisia Trindade Lima Menteri Kesehatan Brasil Pertama dari Kaum Hawa
Maher Zain Hadir Di Piala Dunia 2022 Dengan Merilis Lagu Bersiaplah (Tahayya)
Kembali Pecah Rekor, Kasus Covid-19 di China Tembus 39 Ribu Kasus Sehari